Thursday, 21 November 2024, 20:49

gaulislam edisi 664/tahun ke-13 (22 Dzulqaidah 1441 H/ 13 Juli 2020)

Hadeuuuh jadi juga bahas tentang jomblo. Iya nih, masih layak jadi tema pembahasan. Selama masih ada yang pacaran, masih ada juga yang menjomblo, nggak sedikit juga yang udah ngabuburit alias ngajak buru-buru merit. Masih bagus yang ngajak merit (baca: marriage) alias nikah, daripada ngajak pacaran. Nikah mah halal hubungannya, kalo pacaran ya haram aktivitasnya. Orang yang cerdas dan bertakwa, tentu bakalan milih nikah. Halal dan dapat pahala.

Eh, tapi ini kan buletin remaja, dibaca remaja usia SMP dan SMA, kok bahas nikah, sih? Hehehe… nggak apa-apa kok. Jadikan sebagai ilmu dan wawasan. Tentu, kalo nikah belum siap, mendingan menjomblo, kan? Ya, nggak apa-apa menjomblo yang penting dapat pahala, daripada maksain pacaran biar nggak disebut jomblo, tetapi aktivitas tersebut haram. Betul apa bener?

Sobat gaulislam, kalo kepengenan sih, biar udah nikah asal selamat. Hehehe.. tapi hidup kadang nggak sesuai keinginan kita. Oya, jangan bangga punya pacar supaya nggak disebut jomblo, lho. Sebab, seharusnya yang pacaran itu yang kudu tersiksa hatinya karena maksiat terus kepada Allah Ta’ala. Itu juga kalo udah ngerasa salah dan sadar. Kalo nggak ngerasa itu salah, apalagi malah ngerasa itu benar, bisa gawat. Susah dinasihatin itu sih.

Putus pacaran, jadi jomblo

Nah, kaitannya dengan status kamu jadi mantan pacar, identiknya kan jadi jomblo. Selama ngejomblo, kan kamu status bebas transfer (kayak ‘jual-beli’ pemaen bola aja). Bisa balik lagi ke mantan kamu, bisa juga nyari gebetan baru. Namun, kalo kamu memilih menyudahi petualangan cintamu melalui pacaran dan nggak mau balik lagi ke mantanmu atau cari pacar baru, maka status jomblo harus rela kamu sandang. Namun, kamu kudu mulai berpikir bahwa bukan sembarang jomblo, tetapi harus bisa jadi high quality jomblo. Jadi jomblo idaman. Bukan jomblo buangan.

Lebih mulia yang menjomblo karena alasan nggak mau balik lagi ngelakuin pacaran dengan mantanmu atau cari pacar baru. Justru yang masih pacaran atau pengen balik lagi ke mantanmu dan jalin lagi pacaran, itulah yang terhina di mata syariat Islam. Duh, kok nuduh gitu sih? Ini kan soal perasaan. Nggak bisa di-judge gitu dong. Ah, itu sih karena kamu baper aja, sob. Coba kamu singkirkan dulu perasaanmu, gunakan akal sehatmu. Lihat realitas di sekeliling kamu. Mereka yang sulit lupain mantan itu karena mereka nggak bisa move on perasaannya. Baper mulu bawaannya. Sementara akal sehatnya ditaro di mana, ya? Bahaya tuh!

Lebih baik menjomblo tapi selamat dunia-akhirat karena nggak maksiat, daripada dapat status sebagai pasangan si anu di arena maksiat bernama pacaran. Kalo udah maksiat, ya artinya berdosa. Gimana jadinya kalo sepanjang waktu kamu terus ngelakuin maksiat walau dalam kondisi tertentu kamu rajin shalat? Ih, hidupmu kok jadi kayak orang kadarkum alias kadang sadar kadang kumat. Buruan sadar dan bertaubat sebelum ajal mendekat yang membuatmu sekarat. Sori, ini agak kasar. Tetapi adakalanya memang orang baru sadar setelah ditampar.

 So, buat kamu yang berstatus mantan pacar, seharusnya bersyukur. Lho? Iya. Bersyukur karena nggak terus berbuat maksiat melalui pacaran. Barangkali itu cara Allah Ta’ala menolong kamu agar berhenti dari maksiat. Tinggal sekarang kamu berpikir untuk melupakan mantanmu selupa-lupanya. Biarlah menyandang status jomblo, asalkan itu bisa menghindarkan dari kemaksiatan. Sehingga masih bisa mantap untuk berharap selamat di dunia dan akhirat. Setuju ya?

Agar para jomblo tersenyum

Sobat gaulislam, nggak bijak memang kalo cuma ngeledekin teman yang masih jomblo tapi nggak ngasih solusi buat mereka. Ibarat kritikan, maka kritikan yang membangun itu lebih baik ketimbang cuma menyalahkan tapi nggak ngasih alternatif. Barangkali ini bisa membantu untuk meringankan penderitaan temen-temen yang masih ngejomblo. Siapa tahu, meski “pedih”, tapi masih bisa terhibur dan berani menatap masa depan dengan mata penuh harapan. Semoga, ya.

Nah, ini sedikit “angin segar” buat kaum jomblo yang bisa kita lakukan:

Pertama, temani mereka. Wah, menemani dalam bentuk apa neh? Ya, menemani mereka agar tetap bisa mengendalikan diri. Agar tetap bisa bahagia dengan hidupnya. Bukankah teman yang baik adalah mereka yang bisa menjaga temannya? Selalu menemaninya di kala susah maupun senang. Seperti kata pembawa acara tv terkenal, Oprah Winfrey, “Banyak orang ikut denganmu di limousine, tapi apa yang kau inginkan adalah seseorang yang mau naik bis denganmu ketika limonya rusak,”. Jadi, mohon untuk tidak meninggalkan mereka sendirian dalam kebingungannya.

Dalam kitab Adabul Mufrad, ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Tidaklah saling mencintai dua orang dalam agama Allah Ta’ala, kecuali orang yang paling utama di antara keduanya adalah yang paling besar cintanya pada sahabatnya.” (HR Bukhari).

Hadis ini memberikan gambaran yang bagus kepada kita tentang bagaimana kita berusaha menjadi teman yang baik bagi sahabat kita.

Kedua, dengarkan keluhannya.Nggak cukup cuma menjadi teman, tapi teman yang baik adalah yang bisa menjadi pendengar yang baik buat curhat temannya. Kalo teman kita ngeluh, maka kita berusaha untuk mendengarkannya. Seperti kata Gloria Naylor, seorang penulis sekaligus pendidik, “Menjadi seorang teman berarti menguasai seni menentukan waktu. Ada waktu untuk diam. Ada waktu untuk membiarkan dan mengizinkan orang melibatkan diri dalam sejarah mereka. Dan ada waktu untuk menyatukan potongan-potongan tersebut ketika semuanya berakhir,”

Memang agak sulit menjadi pendengar yang baik, apalagi kalo harus setia mendengarkan keluhan sang teman. Nggak semua bisa berhasil. Tapi paling nggak, kita bisa mencobanya. Nah, untuk menjadi pendengar yang baik, coba deh untuk mempertahankan kontak mata dengannya. Meski kita bosan dengan ucapannya yang kadang diulang-ulang dengan keluhan tentang kejombloannya, kita berusaha terus menatap matanya sebagai tanda perhatian. Selain itu, tunjukkin deh bahwa kamu perhatian sama dia dengan sesekali mengagggukkan kepala, menggumam atau melontarkan komentar-komentar pendek di sela-sela curhat dia. Syukur-syukur kalo kamu bisa memberikan solusi yang bagus buat dia.

Jadi, jangan sampe dia merasa sendirian terus meski banyak teman. Kesalahan kita kadang suka menganggap bahwa kalo anak ngaji yang udah terbina ilmu dan pengetahuannya pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri (dueilee, emangnya superman?). Saya yakin, sekuat apa pun ia butuh tempat untuk curhat atas beban yang dideritanya.

Eh, ini tetap kudu taat aturan, ya. Maksudnya kondisi ini terjadi bukan mendengarkan keluhan lawan jenis. Namun, ini hanya berlaku antara teman yang laki dengan yang laki, perempuan dengan peremuan, ya. Meski demikian, tetap jangan sampe jadi pelaku LGBT. Ih, naudzubillah.

Ketiga,berusaha meyakinkannya.Ya, kita harus berusaha untuk meyakinkan teman kita yang masih ngejomblo, bahwa jodoh itu adalah urusan Allah. Meski demikian, kita yakinkan pula bahwa dengan dibarengi usaha dan doa, maka cita-cita untuk melepaskan status jomblonya insya Allah bisa terwujud.  Kita juga bisa meyakinkannya dengan memberikan semangat dalam bentuk ngasih solusi untuk sebuah keputusan yang benar dan tepat. Alecia Elliott, seorang penyanyi pernah bilang, “Ketika aku punya masalah, sahabatku tidak mengatakan aku harus bagaimana. Dia cuma mengatakan hal-hal yang membantuku membuat keputusan yang tepat.”

Ya, kadang di antara kita sulit untuk menunjukkan bahwa kita bisa membuat sahabat-sahabat kita merasa yakin dengan hidupnya. Sepahit apa pun. Yakinkan bahwa hidup masih pantas untuk kita nikmati. Resep yang bisa kita berikan adalah bersabar dan bersyukur. Yakinkan ia tentang hidup ini dengan memantapkan akidah dan keimanannya.

Ya, itu adalah upaya yang bisa kita berikan untuk membantu meraih harapannya. Biar kesannya nggak cuma omdo alias omong doang. Tapi kita tampil sebagai sahabat yang siap memberikan separuh nafasnya untuk kebahagiaan sahabatnya. Agak susah memang, tapi bukan berarti nggak bisa dilakukan kan? Sahabat sejati tidak pernah membiarkan sahabatnya berada dalam kebingungan. Dan itu sebagai wujud cinta dan sayangnya. Rasa-rasanya benar juga apa yang dikatakan Denise Martin, seorang eksekutif bisnis, “Persahabatan sejati laksana pendar cahaya fosfor—bersinar terang ketika dunia sekitar menjadi gelap.” Nah, bisa kan menjadi sahabat yang bisa memberikan pencerahan dan membantu meraih harapan sahabat kita?

Jomblo idealis

Sobat gaulislam, ketika kamu jomblo, kamu kudu memperbaiki diri agar tetap mulia. Sebab, walau menyandang status jomblo dan kamu suka dengan kejombloanmu, belum maksimal kalo kamu belum berpikir untuk menjadi jomblo idealis. Jangan cuma merasa jadi jomblo karena belum dapat kesempatan pacaran. Itu sih mirip dengan pejabat yang berkoar-koar dirinya bersih hanya karena belum ada kesempatan untuk korupsi. Nah, yang model gitu kan banyak. Sok bersih, padahal punya niat dalam hati dengan begitu kuat untuk korupsi, hanya saja belum dapetin kesempatan untuk korupsi.

Itu sebabnya, kalo kamu ngejomblo tapi beralasan karena belum ada kesempatan untuk melakukan pacaran, perlu kamu revisi lagi cara pandangmu. Seharusnya, nggak begitu. Terima nasib putus dengan pacarmu, tetapi jadikan momen tersebut sebagai bentuk perbaikan diri agar tak balik lagi ke mantanmu untuk berpacaran lagi, termasuk jangan sampe ada niat untuk cari pacar baru. Perbaikan diri berupa meng-upgrade pengetahuan agama agar kamu bisa mengubah cara pandangmu dengan Islam.

So, lebih baik jadi jomblo meski terpaksa lalu berusaha untuk idealis karena takut dosa, daripada kamu tetap menjomblo sambil menunggu kesempatan dapetin pasangan dan lanjut dengan pacaran lagi. Semua ada di pikiran kamu. Itu artinya, yang membuat kamu tetap gagal move on juga karena semua berawal dari pikiranmu yang menginginkan untuk itu. Padahal, kalo ngikutin aturan Allah nggak bakalan begitu kok.

Teringat sebuah kiriman pesan di grup WhatsApp, isinya begini:

Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Wahai Anak Adam, janganlah Engkau senang dengan kekayaan, dan putus asa dengan kemiskinan. Jangan bersedih dengan ujian, dan senang dengan kemewahan. Sesungguhnya, emas harus ditempa dengan api. Hamba yang shalih harus ditempa dengan ujian. Sungguh, Engkau tak akan selalu meraih apa yang Engkau inginkan, kecuali dengan cara meninggalkan apa yang menjadi ambisi (keinginan)-mu. Engkau pun tak kan sampai pada apa yang Engkau harapkan, kecuali dengan bersabar terhadap apa yang tidak Engkau sukai. Kerahkanlah seluruh kemampuanmu untuk mengurus apa yang diwajibkan kepadamu.”

Manusia selalu terpenjara oleh pikiran dan perasaannya semata. Rasa senang dan rasa sedih seringkali lahir dari pikiran dan perasaannya semata. Ukurannya juga tak jauh dari apa yang dipikirkan dan dirasakan. Buat kamu yang ngerasa jadi mantan dan pengen balik lagi ke mantan itu karena kamu merasa bahwa itulah kebahagiaan yang ingin kamu raih bila berpacaran kembali dengannya.

Padahal, nggak begitu kan kalo ngikutin syariat? Allah Ta’ala dan Rasul-Nya udah memberi tuntunan, yakni yang haram jelas dan yang halal juga jelas. Mumpung menerima kondisi jadi jomblo, manfaatkan untuk rela dan jadikan momen perubahan diri untuk menjadi muslim terbaik. Biarlah jadi jomblo, asalkan selamat dunia-akhirat.[O. Solihin | IG @osolihin]