“Tidak ada asap, jika tidak ada api, “ujar KH. Cholil Ridwan melihat kasus Monas.? Ada hegemogi media dan dukungan LSM pada AKKBB. Peristiwa ini harus menjadi pelajaran umat Islam. ?“Sisi lain” di balik kasus Monas
Oleh: Fahmi Amhar *
Prolog:
Ketidadilan media massa, provokasi kalangan liberal yang diback-up TV dan “adu-domba” antar ormas Islam membuat umat Islam “tak berdaya” dalam kasus Monas. Untugnya, kalangan Muslim cepat sadar. Sebuah pelajaran yang sangat berharga!
Ahmadiyah Akar Persoalan
Untungnya, umat Islam segera cepat sadar. Ketika provokasi “adu-domba” umat ini berlangsung massif dengan difasilitasi media massa dan TV, ormas-ormas Islam mengembalikan persoalan yang sesungguhnya.
Ketua MUI, KH. Cholil Ridwan mengatakan, insiden Monas Ahad, (1/6), lalu cuma “asap”. Untuk menghilangkan asap tersebut, maka apinya harus dipadamkan.? Yang dimaksud “api”, kata KH. Cholil adalah, segala tindak kekerasan terhadap akidah umat Islam serta penodaan terhadap Al-Quran.
Setelah di beberapa tempat kelompok-kelompok organisasi “onderbow” NU melakukan pembalasan, tiba-tiba ormas Islam, seperti; Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, Garda Bangsa, Pemuda Anshor, Pergerakan Mahasiswa (PMII), Forum Umat Islam (FUI), Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Tim Pengacara Muslim TPM), Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Persatuan Umat Islam (PUI), dan Keluarga Muslim se-kota Bogor melakukan “Ikrar”.? Di Balaikota Bogor, Jabar,? mereka membuat “Ikrar Ukhuwah”, guna menjaga situasi Kota Bogor tetap kondusif. Di beberapa tempat juga dilakukan hal sama. Termasuk di Jabar dan di Kalimantan.
Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi menyatakan, “Sebenarnya, masalah Ahmadiyah ini bukan masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi masalah penodaan agama tertentu, dalam hal ini adalah Islam.” Beliau juga menyesalkan sikap Pemerintah yang tidak tegas terhadap persoalan Ahmadiyah. (Republika.co.id, 3/6/2008).
Rois Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftahul Akhyar, juga menyatakan insiden Monas membuktikan SKB Ahmadiyah mendesak dikeluarkan (RCTI, 3/6/2008).
Islam sebagai Sasaran
Melihat pola arus informasi atas insiden ini, sepertinya mirip dengan pola yang digunakan di masa lalu. Dimana bisa diprediksi akan melahirkan beberapa hal;
Pertama: Adanya pengalihan isu. Semula isu yang dominan adalah tuntutan kenaikan harga BBM dan pembubaran Ahmadiyah yang telah dinyatakan menyimpang oleh Bakorpakem, juga kekerasan polisi di kampus UNAS. Kini, isu seakan bergeser menjadi isu pembubaran ormas Islam tertentu. Ketua Lembaga Penyuluh Bantuan Hukum PBNU, M Sholeh Amin mengingatkan jangan sampai pengalihan isu demikian dibiarkan. (Republika.co.id, 3/6/2008).
Kedua: Adanya Stigmatisasi ormas Islam. Dari banyak komentar dan opini media massa digambarkan betapa buruknya wajah kaum Muslim yang sebenarnya justru membela kemurnian akidahnya.
Ketiga: Menghancurkan organisasi Islam yang memperjuangkan syariah Islam dan secara terbuka menentang pornografi-pornoaksi, dan kemungkaran. Lihatlah, pasca Insiden Monas, Opini yang semua hanya mengecam “kekerasan” FPI, tiba-tiba bergeser pembubaran FPI lalu lebih meluas ke pembubaran MUI dan ormas-ormas Islam “garis keras”, istilah yang sering digunakan kaum liberal.? Adnan Buyung Nasution dan Goenawan Mohamad menuntut pembubaran beberapa ormas Islam yang sesungguhnya tidak terkait sama sekali dengan insiden tersebut. Bahkan mereka mendesak Menteri Hukum dan HAM untuk mengajukan permohonan ke pengadilan lalu meminta hakim untuk membubarkan Majelis Ulama Indonesia (Hidayatullah.com, 2/6/2008).
Keempat: Ada pengendalian arus informasi. Di mana, aparat lebih cenderung bergerak atas “tekanan” media massa dan sekelompok kecil pakar yang tak merepresentasikan mayoritas orang. Inilah rupanya hal yang disadari kaum liberal yang tergabung dalam AKKBB. Pemanfaatan media sebatas ingin menunjukkan, bahwa publik setuju dengan pendapatnya. Sementara, pihak media massa -yang selama ini dianggap sebagai lembaga independent dalam teori-teori yang dipelajari di buku-buku-nyatanya juga berlaku subyektif dan tidak fair.? Liputan TV One dan beberapa stasiun TV lebih cenderung “mengarahkan” orang membela Ahmadiyah dan menyudutkan kelompok penentangnya.
Syukur, peristiwa ini disadari umat Islam. Ketua Aliansi Damai Anti Penistaan Islam (ADA-API) KH Noer Muhammad Iskandar, beserta ulama dan tokoh Islam langsung melakukan aksi “perlawanan” dengan membalas aksi lebih besar, sekitar 9000 orang “mengepung” Istana. (Hidayatullah.com, 9/6/2008).
Tetapi, sekali lagi, media seperti Metro TV, TV One, TransTV, Trans-7, SCTV dan RCTI tak terlalu tertarik menjadikan liputan “LIVE“, sebagaimana saat menggerebek FPI. Sebab bagi media, besar atau kecil jumlah orang, itu hanyalah image (citra). Gerakan ribuan orang berpakaian putih-putih “mengepung” Istana tak terlalu menarik dibanding segelintir aktivis AKKBB.? Sekali lagi, ini soal image (cintra)!.
Jadi, yang sedang terjadi sebenarnya adalah upaya “membungkam” orang dan organisasi yang secara tegas menyuarakan Islam.
Lantas siapa yang diuntungkan? Tentu, mereka yang tidak menginginkan Islam kuat dan mereka yang tidak menginginkan Indonesia kuat. Mereka yang diuntungkan adalah kaum imperialis dan para kompradornya.
Menarik dicatat, sebagian tokoh pendukung Ahmadiyah itu adalah para tokoh penting di balik Reformasi 1998 yang mendapat bantuan dana 26 juta dolar AS dari USAID untuk menjalankan agenda AS. Bantuan dana ini dapat dilihat dalam The New York Times (20 Mei 1998). Kedekatan AS dengan para tokoh AKKBB ini juga ditunjukkan dengan kedatangan Kuasa Usaha Kedubes AS untuk Indonesia, John Heffrn menjenguk anggota AKK-BB yang menjadi korban insiden Monas 1 Juni.? Bahkan, salah satu rekomendasi The Rand Corporation (http://www.rand.org) dalam menundukkan Islam adalah mencegah aliansi antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis. Caranya adalah dengan “mengadu-domba”.
Karena itu, sungguh bijak pernyataan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi yang menyesalkan penggunaan dan pelibatan nama NU dan kelompok NU dalam masalah ini. “Karena relevansinya tidak ada antara NU dan Monas, NU dan FPI. Tapi, kenapa lalu ditulis korban itu adalah orang NU?” ujarnya. Oleh karena itu, KH Hasyim mengingatkan pihak-pihak yang ingin menggiring NU, terutama badan otonom NU seperti GP Ansor, Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa, Lakpesdam NU agar menghentikan provokasinya. (Detik.com, 3/6/2008).
Penutup
Meski SKB tiga Menteri -yang berupa surat peringatan dan perintah– telah keluar, setidaknya, ke depan, umat Islam harus mulai belajar dari pengalaman buruk ini. Ke depan, umat Islam tak harus selalu diam. Apalagi menghadapi sikap otoritarianisme media massa yang sering tidak berlaku fair.
Bandingkan dengan cara kerja kalangan liberal seperti AKBB. Beberapa menit peristiwa, mereka sudah menggelar jumpa pers. Koran, radio dan TV mendukungnya. Tokoh-tokoh yang senantiasa dianggap pembela HAM langsung serempak berteriak dan semua menekan pemerintah.
Harus diakui, cara kerja kalangan liberal melalui AKKBB meski hanya segelintir orang -sebab mereka tak mewakili umat Islam mainstream– patut diacungi jempol. Hubungan antara AKKBB, LSM dan media massa adalah hubungan simbiosis saling menguntungkan yang melahirkan “kepentingan politik dan bahan berita.”
Alhamdulillah, sikap para ulama, tokoh masyarakat hingga para artis yang menjenguk Ketua FPI, Habib Rizieq, setidaknya “membalik” opini tidak fair yang telah dibangun media massa. Umat Islam sudah mulai cerdas. Ormas-ormas Islam juga cepat paham dan tak mau berlama-lama terkena umpan “provokasi” murahan.
Wahai kaum Muslim, hendaknya kita tidak mudah terprovokasi dan diadu-domba oleh kafir penjajah yang memang sangat ingin memecah-belah kesatuan umat Islam. Kita pun jangan sampai terdorong untuk memprovokasi dan mengadu-domba sesama Muslim karena Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu-domba.” (Mutaffaq ?alaih).
Rasulullah saw pernah mengingatkan, bahwa umat Islam tidak akan pernah hancur oleh kekuatan luar yang berasal atau musuh-musuh Islam, kecuali ketika kita sudah saling menghancurkan satu sama lain:
Sungguh, aku telah memohon kepada Tuhanku bagi umatku agar mereka tidak binasa karena wabah kelaparan dan agar musuh dari kalangan selain mereka sendiri tidak dapat menguasai mereka hingga masyarakat mereka terjaga. Sungguh, Tuhanku kemudian berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya jika Aku telah menetapkan suatu putusan maka putusan itu tidak dapat ditolak. Sungguh, Aku telah memberimu bagi umatmu bahwa mereka tidak dibinasakan oleh wabah kelaparan dan musuh selain dari kalangan mereka tidak dapat menguasai mereka sehingga masyarakat mereka terjaga sekalipun dikepung dari berbagai penjuru, hingga mereka saling menghancurkan satu sama lain dan saling menawan satu sama lain.” (HR Muslim).
Mudah-mudahan, peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk semakin matang, dewasa dan semakin cerdas di masa depan. [habis/www.hidayatullah.com]
* Penulis adalah alumnus Vienna University of Technology
beginilah keadaan negeri kita ini sanga t meyedih kan…!kalo menurut pengamatan gw sebagai raknyat,, ini adalah bukti kurang dekatnya para pemimpin kita yg jauh dengan tokoh2 agama. Wong apa salahnya sih para pemimpin kita itu tanya atau silaturrahim dengan tokokh agama2.. untuk memberikan solusi setiapa masalah yang terjadi, sampai2 masalah ahmadiyah saja udah dapat membuat bangsa kita goyang……berapa banyak sih prof.2 agama di indonesia dan para ahli tafsir dan hadits…lalu kumpul kan lalu ajak diskusi dg para tokoh tersebut bagaimana jalan keluar semestinya..menurut gw sebagai raknyat masalah itu akan cepat clear….dan tak akan ada lg yang namany aliran sesat..atau aliran ingkar sunnah atau semacamnya…semoga masukan ini bermanfaat….!!! wassalam.
Hanya ingin menyampaikan ayat yang saya tahu yang berkaitan dengan Ahmadiyah….
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. ” (An Nahl:125)
?Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah.? (Asy-Syura:10)
?…. Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.? (al-Kahfi:26)
Tidak ada sama sekali legitimasi untuk kekerasan. Siapapun boleh tidak suka dengan suatu kelompok, tapi janganlah gunakan tindak kekerasan….
Keberhasilan dakwah rasul bukan karena unjuk kekuatan, tapi karena akhlaq yang luar biasa. Jadi kalau banyak yang antipati dengan kelompok yang melakukan kekerasan jangan heran, karena itu adalah fitrah manusia…..