Jutaan karya ulama masih terabaikan. Padahal, itu sumbangan penting menuju kembalinya kejayaan Islam. Anehnya lagi, malah tersimpan di perpustakan Barat. Bagaimana bisa terjadi? [bagian kedua]
Hidayatullah.com–Di antara? ratusan kitab yang ditulis Imam Nawawi adalah al Adzkar.? Kitab yang berisi kumpulan doa ini masih menjadi rujukan umat hingga sekarang. Tapi jangan kaget, kalau kitab ini aslinya justru tersimpan di Dublin Finlandia,? sebuah negara sekuler. Tepatnya di perpustakaan? Alfred Chester Beatty.
Demikian juga kitab Fawa’id fi Naqd al Asanid, karya Hafidz as Shuri.? Kitab ini aslinya tersimpan di Perpustakaan Museum Inggris di London. Bukan perpustakaan di sebuah negeri Islam.
Begitu pula Majmu’ Al Fatawa, karya Ibnu Taimiyah yang diterbitkan di Mesir pada tahun 2005, merujuk manuskrip yang berasal dari Perpustakaan Nasional Berlin di Jerman. Tidak hanya itu, masih ada ribuan kitab karya para ulama lainnya yang tersimpan di negeri Barat. Memang aneh, tapi ini nyata. Bagaimana itu bisa terjadi?
Bermula dari penjajahan negara-negara Barat pada negeri Muslim. Saat itulah, ratusan ribu manuskrip Islam diboyong ke Barat. Koran Sarq Al Ausath (14/3/2004) menyebutkan, ada 15.000 manuskrip Arab yang berada di perpustakaan museum Inggris. Prof. Dr. Muhammad Isa as Shalihiyah menyatakan, “Lebih dari 30 dari 72 ruangan yang berada di museum Inggris berisi peninggalan Mesir yang dicuri. Begitu juga di Prancis, walau tidak sebanyak itu.” Pernyataan Muhammad itu tertuang di dalam bukunya, Taghrib Turats al Arabi Baina ad Diblumasiyah wa at Tijarah (Pembaratan Karya Klasik Arab, antara Diplomasi dan Perdagangan) .
Ia juga mangatakan, museum Inggris didirikan setelah armada Inggris dan sejumlah pasukan perang negara itu memboyong manuskrip dan benda-benda bersejarah. Bahkan mereka tidak segan-segan memerangi rakyat, untuk memperolehnya.
Harian Al Wathan (4/4/2005), juga melansir tentang manuskrip-manuskrip Yaman yang diselundupkan keluar, terjadi antara abad 19 hingga 20. Menurut data resmi, ada sekitar 10 ribu manuskrip Yaman berada di Perpustakaan Miroziyana Italia, dan tiga ribu manuskrip berada di Perpustakaan Kongres Amerika, serta dua ribu manuskrip di perpustakaan museum Inggris.
Abdul Lathif Zaki Abu Hashim, Direktur Urusan Turats di Kementerian Wakaf Palestina menyebutkan, perpustakaan nasional Paris juga penuh dengan manuskrip hasil curian, berasal dari Mesir, Syiria dan Libanon. Sejumlah perpustakaan di Spanyol juga dijejali dengan manuskrip dari Andalusia. Nampaknya, Barat paham akan pentingnya benda-benda itu bagi umat Islam.
Memang tidak semua manuskrip Islam yang tersimpan di Barat itu hasil curian atau transaksi gelap lainnya. Ada pula yang lewat jalan terang, jual beli misalnya. Dan transaksi jual beli itu masih berlangsung hingga sekarang. Simaklah sebuah iklan di internet, ?”Dijual, sebuah manuskrip dengan sampul kulit,? ukuran sedang, dari Andalusia, tahun 581 H, Syama’il Muhamadiyah, karya Tirmidzi, harga 25000 dolar Amerika, negara Maroko.”
Hancurnya Manuskrip di Iraq
Ini khusus tentang kasus pencurian manuskrip di Iraq. Dr. Ushamah Naqsabandi menulis di majalah Turatsiyat (Juli, 2006) tentang “serial” penyelundupan manuskrip ke luar dari negeri seribu satu malam itu. Ulah kriminal itu telah berjalan sejak abad 17. Kasus yang paling heboh, adalah hilangnya 1.200 manuskrip dari Iraq. Belakangan diketahui, manuskrip itu berada di perpustakaan museum Inggris. Perpindahan itu ternyata atas ulah tangan seorang pelancong Inggris bernama Wilson Bettj. Pada tahun 80-an, pemerintah Iraq telah berusaha meminta kembali manuskrip-manuskrip itu, walau akhirnya gagal.
Hal yang sama dilakukan oleh Fr Marteen dari Swedia pada akhir abad 19.? Manuskrip-manuskrip Iraq dibawanya hingga ke Boston, Amerika.? Setelah itu, ia mulai menikmati hasil curiannya. Kini, ia berprofesi sebagai penjual manuskrip dan benda-benda bersejarah di Eropa pada awal abad 20.
Ushamah, yang menjadi Direktur Dar Mahtuthat Iraqiyah (Wisma Manuskrip Islam) menyebutkan, sejak Amerika mengancam hendak menyerang Iraq pada tahun 1991, kasus pencurian manuskrip makin parah. Sekitar 364 manuskrip hilang, termasuk beberapa manuskrip langka, seperti Sihr al Balaghah dan Sir Al Bar’ah karya Imam Tsa’labi, yang ditulis pada 482 H. Tidak hanya itu, manuskrip-manuskrip yang berada di perpustakaan Fakultas Adab Universitas Baghdad juga banyak yang raib.
Ketika Amerika menduduki Iraq, kelestarian manuskrip semakin terancam. Bukan hanya pencuri yang menginginkan, tentara Amerika sendiri mengincarnya. Ushamah menuturkan, tentara negeri Paman Sam itu pernah berupaya menjebol pintu gudang penyimpaman manuskrip. Tapi gagal. Mereka kemudian mencoba membakar pintu. Beruntung para penduduk sekitar mencegahnya, hingga mereka ngacir pergi.
Selesai? Belum. Mereka kembali lagi dengan dalih bahwa tempat itu adalah gudang penyimpanan bom. Ushamah akhirnya membuka tempat itu, dengan disaksikan para wartawan internasional, untuk membuktikan bahwa bangunan itu adalah tempat penyimpanan manuskrip. Tapi keesokan harinya para serdadu itu kembali lagi. Mereka hendak? mengangkut manuskrip-manuskrip yang berada di 70 peti, untuk di bawa ke kamp militer mereka. Masyarakat tidak tinggal diam, mereka menghalangi dan mengepung pemimpin tentara itu, hingga mereka pergi dengan tangan hampa.
Tak hanya manuskrip yang dijarah, pasukan Amerika dan Inggris juga ikut mencuri benda-benda bersejarah di museum nasional Iraq, serta membakar beberapa perpustakaan yang berisi manuskrip. Para saksi mata yang enggan disebut namanya (karena alasan kemanan) mengatakan, pasukan Amerika dan Inggris dengan membawa beberapa tank, mendatangi musium nasional Iraq. Mereka menjarah benda-benda bersejarah. Setelah itu, para penjarah dari luar ikut beraksi disaksikan tentara Amerika dan Inggris. Akibatnya, sekitar 17 ribu benda berharga yang menjadi saksi sejarah dan peradaban Iraq raib? dari museum itu. Begitu juga nasib perputakaan per-waqafan Baghdad yang memiliki menuskrip langka, juga musnah.
Seakan kurang sempurna bagi Amerika, jika kekayaan intelektual umat? Islam di Iraq belum? musnah total. Di samping terjadi penjarahan terhadap Museum Nasional, Al Jazeera (17/3/2004) menyebutkan, bahwa Dar al Kutub wa al Watsaiq, perpustakaan yang juga penuh dengan manuskrip ikut menjadi sasaran penghancuran dan penjarahan. Di tempat yang sudah hancur itu, dulu tersimpan dokumen sejarah Iraq sejak masa ?Utsmani, penjajahan Inggris, karajaan, hingga Iraq menjadi negara republik. Total, jumlah dokumen bersejarah yang tersimpan di tempat itu sekitar 17 juta.
Sebenarnya Koichiro Matsura, kepala UNESCO, pernah mencoba menghentikan aktivitas pemusnahan manuskrip dan dokumen sejarah di Iraq. Ia mengirim surat kepada pemerintah Inggris dan Amerika pada tahun 2003, agar pasukan mereka ikut andil dalam menjaga kekayaan intelektual di Iraq. Ia juga meminta kepada Interpol agar mencegah penyelundupan benda-benda bersejarah dan manuskrip Iraq. Akan tetapi, sebagaimana yang terjadi, usaha itu tidak memberi efek sama sekali. [Thoriq/diambil dari Majalah Suara Hidayatullah edisi April 2008/www.hidayatullah.com]
1 thought on “Manuskrip Islam dalam “Genggaman” Barat [2]”
Comments are closed.