Setelah sukses menggeber penonton remaja dengan film Ada Apa Dengan Cinta?, Jelangkung, dan Eliana, Eliana, kini film layar lebar yang membidik pasar remaja kembali muncul. Judulnya mirip-mirip semboyan yang sejak SD udah kita kenal. Utamanya soal menu makanan untuk kesehatan, “empat sehat lima ratus�, eh, “empat sehat lima kenyang�, upsss, maksudnya, “empat sehat lima sempurna�. Nah, judul film karya Richard Buntario itu �diplesetkan’ jadi “5 Sehat 4 Sempurna�. Katanya nih film berjenis urban pop comedy, yang menceritakan tentang kehidupan anak muda di kota metropolitan. Film ini konon kabarnya menyajikan suatu komedi yang memang dapat dijumpai di sekitar kita.
Gaya bahasa, cara berpakaian, bahasa yang digunakan hingga ungkapan-ungkapan yang terlontar disesuaikan dengan apa adanya dari gaya hidup remaja sekarang. Ditambah pula dengan karakter tidak biasa yang mungkin sudah biasa, Vantje. Seorang tokoh yang punya �dua alam’, yang kedua-duanya ia nikmati. Jadi perempuan dan laki-laki. Wackss?
“Ini jenis komedi baru yang berbeda dengan gaya Warkop yang pernah ada. Film ini tidak menampilkan slapstick, tapi komedi yang khas pada masyarakat urban, bukan jenis slapstick,” ujar Richard Buntario seperti yang dikutip detik.com.
Bintang yang ikut berperan dalam film ini kebanyakan muka baru yang dianggap cukup layak mewakili generasi saat ini. Mereka adalah Fathir Muchtar, Rena Tabitha, Ivan Gunawan, Irfan Penyok, Eddies Adelia, Jae’im, Elzan Aziz, Indra Bekti, dan Judith.
Dengan dasar persahabatan, pergaulan dan keseharian dari 9 orang remaja di kota metropolitan, film ini mengisahkan pertaruhan gila yang digunakan untuk mengukur kemampuan masing-masing. Danny (Fathir Muchtar) menantang Julia (Rena Tabitha) untuk dapat kencan dengan artis luar negeri yang sedang berkunjung ke Indonesia. Sedang Julia menantang Danny untuk dapat kencan dengan Mona, bekas pacar Danny.
Aduh, sebenarnya kita males juga deh ngebeberin film ini di buletin kesayangan kita. Sebab, jadi mirip-mirip promosi gratis. Tapi nggak apa-apa, maksud kita menggempur lewat tulisan seperti ini, dengan harapan bahwa temen-temen remaja jadi berpikir lebih bijak.
Emang sih, buat temen-temen yang lagi asyik menikmati kebebasan dunianya, nggak bakalan suka dikritik habis-habisan seperti ini. Tapi inget lho, boleh jadi kamu yang lagi seneng-senengnya dengan kehidupan yang serba bebas ini, bahkan sekarang diberikan semacam pembenaran dalam film tersebut. Maka, jelas aja kamu akan menilai orang-orang yang merecoki kehidupan kamu dengan sebutan kuno, cerewet, sirik, bawel, dan puluhan sebutan lain yang dikeluarkan dari mulut kamu. Tapi intinya sama; kamu membela apa yang kamu sukai supaya orang lain nggak menganggap or menilai salah terhadap masalah itu. Lha, ini kan sesuatu yang mengkhawatirkan. Bahaya sobat!
Inget lho, kita banyak mengkritisi bukan berarti benci, apalagi antipati. Tapi justru adalah wujud peduli dan simpati sama kamu-kamu. Yakinlah, nggak ada sedikitpun perasaan sok suci, or arogan dari kita-kita yang selalu bikin merah kuping kamu, khususnya bagi yang kena sindir dong (he..he..he..). Jadi jangan pernah kamu menganggap kalo itu bagian dari kepuasan kita-kita dalam mempermak kamu. Nggak lha yauw. Sekali lagi, kita cuma sharing, alias berbagi apa yang kita tahu soal itu. Harapannya, kamu juga bisa ngerti. Selanjutnya, mari sama-sama belajar Islam dengan lebih giat lagi. Begitu sobat. Setuju kan?
Produk kapitalisme
Film “5 Sehat 4 Sempurna�, seperti yang udah sering kita lihat klip promonya di televisi, nggak beda dengan film-film remaja sejenis yang nggak ngasih penyelesaian atas persoalan yang terjadi. Malah sebaliknya tambah bikin puyeng dan kebelit-belit dengan kenyataan yang begitu banyak disodorkan tanpa ada solusi yang benar. Jadi, boro-boro menawarkan solusi islami, solusi untuk memperbaiki �moral’ sekalipun tidak disentuh.
Jadi jelas, sinema remaja yang ada justru merasa wajib untuk menjauhkan remaja dari ajaran Islam. Akibatnya, bisa kamu lihat sendiri, seperti film-film sejenis yang udah tayang duluan, baik itu layar lebar atau di sinetron remaja yang udah bejibun banget, semuanya telah menggiring remaja untuk menjalani gaya hidup bebas sebagai aktivis free thinkers alias para pemikir bebas. Bebas berbuat apa saja. Intinya, selama itu menyenangkan dan bikin enak, jalani aja. Nggak usah kenal halal dan haram. Lha, ini kan sangat gawat surawat.
Tapi jangan heran sobat muda, ini kan bagian dari kehidupan. Kita belajar dari kehidupan yang ada saat ini. Coba renungkan kembali, kita yang sekarang udah bisa ini dan itu dalam ajaran Islam, pastinya melalui proses yang amat panjang. Bahkan melalui perjuangan batin untuk melepaskan diri dari pengaruh bejat budaya jahiliyah yang ada saat ini.
Kita, waktu masih jahiliyah dulu, pastinya kita seneng banget kalo ngelihat ada orang yang pacaran. Dalam hati kita, pengen juga ikutan. Bahkan mungkin bercita-cita untuk bisa kencan dengan pasangan yang oke dan keren. Itu terjadi saat jiwa dan pikiran kita di-format oleh kehidupan tersebut. Itu akan nyetel terus lho, sebelum akhirnya ada yang mengatakan bahwa itu salah.
Dulu, penulis malah sempat sebel sama seorang teman yang terus-terusan ngajak ngaji sama penulis. Sebab, waktu itu penulis berpikir, bahwa kalo udah bisa sholat, bisa baca quran; ngapain lagi ngaji? Males ah! Kenapa bisa begitu? Karena jiwa dan pikiran penulis saat itu masih menilai dan memandang persoalan dari kacamata kehidupan yang dipahami penulis saat itu. Jadi orang berpikir dan bertindak bisa distel sesuai dengan kondisi yang mendominasi kehidupannya. Bahaya memang.
Nah, ternyata kalo kita coba hubungkan jalan cerita yang ditawarkan film remaja yang baru dirilis awal bulan Oktober ini, tepatnya tanggal 3 Oktober 2002, bakalan ketemu deh, bahwa film itu juga bercerita tentang gimana amburadulnya produk sistem kapitalisme. Memang, sangat boleh jadi sang produser, sutradara, pemain film, dan juga sebagian besar penonton remaja nggak ngeh kalo itu adalah keburukan. Mereka malah menganggapnya sebagai bagian dari kondisi kehidupan saat ini. Nggak lebih, nggak kurang. Kenapa bisa begitu? Karena mereka menganggap bahwa beginilah kehidupan yang terjadi saat ini. Jadi prinsipnya, jalani aja. Tentunya itu semua karena ketidaktahuan mereka. Sebab, mereka dan juga mayoritas temen remja adalah bagian dari realitas sistem kehidupan kapitalisme itu sendiri.
Sobat muda muslim, yakin saja, bahwa munculnya film remaja seperti ini karena memang inilah produk dari sistem kapitalisme. Sistem kehidupan yang memberikan ruang yang amat besar buat individu. Individu diberikan kebebasan untuk berbuat sesukanya, bahkan negara bertujuan melayani kepentingan individu. Akibatnya, sistem ini juga melahirkan orang-orang yang individualistis. Sederhananya, napsi-napsi deh. Elo mikirin urusan elo sendiri, jangan suka ngerecokin urusan orang lain. Dengan demikian bakalan pula berkembang kehidupan permisif, alias serba bebas. Tanpa nilai!
Nah, sisi kehidupan yang coba dipotret dalam film “5 sehat 4 Sempurna� adalah kehidupan yang memberikan ruang yang amat besar bagi aktivitas individu. Individu dibiarkan bebas melakukan apa saja. Bahkan �diajarkan’ bahwa kebebasan itu adalah �dewa’ dan kudu dijadikan sebagai realitas yang nggak bisa diubah. Celaka!
Kita korban ghazwul fikriy
Do you know ghazwul fikriy? Yup, bahasa kitanya, ghazwul fikriy adalah perang pemikiran. Layaknya sebuah perang, maka ada yang menang dan yang kalah. Dan itu bergantung kepada kekuatan yang dimiliki oleh salah satu pelaku. Kalo ia bersenjata lengkap dan kreatif dalam penyerangannya, maka ia dipastikan akan menjadi pemenangnya. Nah, dalam perang pemikiran juga sama. Yang mendominasi maka akan memiliki peluang yang besar untuk mempengaruhi lawannya.
Amrik boleh dibilang mewakili negara yang mengemban ideologi kapitalisme, yakni sistem kehidupan yang berakidah sekular, alias memisahkan agama dari kehidupan politik, telah melancarkan serangannya kepada Islam dan umatnya. Ini mutlak terjadi. Kenapa? Karena karakter ideologi itu akan selalu trengginas dan sregep. Pokoknya rada nggak rela kalo itu hanya dimiliki sendiri. Itu sebabnya, selalu ada keinginan untuk menyampaikanya kepada orang lain. Nggak kenal kata diem. Orang yang memahami kapitalisme sebagai sebuah ideologi, maka ia akan memperjuangkannya. Begitupun dengan orang yang memahami Islam sebagai sebuah ideologi, maka ia pun bakal rela untuk berkorban dalam membelanya. Klop. Dan ini akan selalu berbenturan. Pasti, lho.
Siapa yang kalah? Dalam kasus sekarang, kita, remaja muslim yang menjadi korbannya. Buktinya apa? Kita malah menjadi pengikut budaya mereka. Udah berapa juta remaja yang melakukan seks bebas, juga udah nggak keitung jumlah teman remaja yang mengkonsumsi narkoba dan miras, dan bahkan mencontek abis gaya hidup Barat. Itu artinya kita sudah kalah. Sosiolog Islam kondang, Ibnu Khaldun pernah mengatakan, bahwa: “Yang kalah cenderung mengekor yang menang dari segi pakaian, kendaraan, bentuk senjata yang dipakai, malah meniru dalam setiap cara hidup mereka, termasuk dalam masalah ini adalah mengikuti adat istiadat mereka, bidang seni; seperti seni lukis dan seni pahat (patung berhala), baik di dinding-dinding, pabrik-pabrik atau di rumah-rumah.�
Firman Allah Swt.:
?ˆ???„???¦???†?’ ?£?????????’???? ?§?„?‘???°?????†?? ?£???ˆ?????ˆ?§ ?§?„?’?ƒ???????§?¨?? ?¨???ƒ???„?‘?? ?????§?????©?? ?…???§ ?????¨???¹???ˆ?§ ?‚???¨?’?„???????ƒ?? ?ˆ???…???§ ?£???†?’???? ?¨???????§?¨???¹?? ?‚???¨?’?„???????‡???…?’ ?ˆ???…???§ ?¨???¹?’?¶???‡???…?’ ?¨???????§?¨???¹?? ?‚???¨?’?„???©?? ?¨???¹?’?¶?? ?ˆ???„???¦???†?? ?§???‘???¨???¹?’???? ?£???‡?’?ˆ???§?????‡???…?’ ?…???†?’ ?¨???¹?’?¯?? ?…???§ ?¬???§?????ƒ?? ?…???†?? ?§?„?’?¹???„?’?…?? ?¥???†?‘???ƒ?? ?¥???°?‹?§ ?„???…???†?? ?§?„?¸?‘???§?„???…?????†??
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim. (TQS al-Baqarah [2]: 145)
Sobat muda muslim, sekali lagi, kalo kita ternyata menjadi pengikut dari ajaran mereka, maka artinya kita memang layak menjadi pecundangnya. Ih, naudzbillahi min dzalik.
Bagaimana langkah kita?
Ya, persoalan kita adalah, kalah bersaing dalam menampilkan produk. Memang benar kalo dikatakan bahwa remaja kita kehilangan figur untuk dijadikan teladan. Informasi yang masuk semuanya berasal dari Barat, atau sudah bercampur dengan ide-ide dari Barat, yang sebenarnya bukan obat, tapi racun.
Bagaimana langkah kita? Secara teknis bisa ditempuh jalur berikut; mencari konglomerat muslim untuk mendanai semua kegiatan yang bertujuan mengenalkan Islam kepada remaja. Misalnya, melobi mereka untuk menerbitkan buku-buku, majalah, koran, dan tabloid yang mengajarkan tentang Islam, atau kalo mungkin televisi khusus yang menyiarkan ajaran Islam. Jadi ada investasi di jalur itu.
Kalo ini bisa dilakukan, maka lambat-laun akan mengikis pemahaman remaja yang sudah terbentuk dengan ajaran dari Barat, dan akan berganti dengan mencintai dan mengamalkan ajaran Islam. Itu tidak mustahil, alias bisa dicoba. Persoalannya, masih perlu ditumbuhkan niat yang ikhlas dan sikap rela berkorban dari para konglomerat muslim untuk menjalankan proyek ini. Yakinlah, boleh dbilang ini adalah sebagai satu upaya kecil yang bisa dilakukan. Bila tidak? Tampaknya kita kudu kembali berjuang dengan amat berat. Karena selain harus menangkis serangan mereka, juga sekaligus kudu menahan serangan dari dalam kalangan kita sendiri yang sudah trepengaruh dengan ide Barat. Berat juga memang.
Sobat muda muslim, paling sederhana lagi yang bisa kita lakukan adalah, memilih dan memilah tayangan yang ada. Sortir aja deh. Kalo ada yang salah kita buang, yang benarnya kita ambil. Tapi inget, supaya kamu bisa membedakan mana yang salah dan mana yang bener, ikut pengajian. Dengan kita kaji Islam secara benar dan bai, Insya Allah akan jadi modal perjuangan kita. Maju terus pantang mundur. Jadi, kita cekal saja film “5 Sehat 4 Sempurna�!
(Buletin Studia – Edisi 118/Tahun ke-3/7 Oktober 2002)