Friday, 22 November 2024, 13:00

Mintalah kepada Allah, karena Allah senang jika diminta.” (HR Tirmidzi)

Beruntunglah siapa saja yang menjadi kaum muslimin, karena hanya mereka saja yang menyembah Tuhan yang sangat senang mendengarkan dan mengabulkan permintaan hamba-hambaNya. Tuhan kita bukanlah dewa yang tuli, yang tidak mendengarkan permintaan para penyembahnya. Atau penguasa jagad nan sombong, yang gemar menampik permohonan para pengikunya. Atau zat haus darah yang menuntut tumbal atau pengorbanan untuk setiap permintaan. Bukan, Tuhan kita bukan sesembahan murahan seperti itu. Tuhan yang diagungkan oleh umat Islam adalah Tuhan yang Maha Pemurah. Demikian Pemurahnya sampai hewan melata pun Dia bagi rizkiNya.

“Tidak ada seekor hewan melata pun di atas muka bumi melainkan ditanggung oleh Allah rizkiNya.”(Huud:6)

Maka, apa yang menghalangi kita untuk menengadahkan tangan dan berdoa kepadaNya. “Mintalah kepada Allah, karena Allah senang jika diminta.”

Berdoa adalah permintaan seorang hamba kepada Rabb-nya. Apa saja bisa diminta. Tentunya segala yang baik-baik. Panjang umur, keselamatan, harta yang barakah, ampunan dosa atau naik kelas. Lewat doa kita berbicara kepada Allah Swt. Mengadukan segala kelemahan dan ketidakberdayaan kita menghadapi hidup yang makin keras.

Kalau begitu doa adalah tanda mereka yang putus asa? Boleh-boleh saja Karl Marx berkomentar demikian. Toh, ia sendiri tidak bisa memungkiri kalau hidup manusia memang bergantung pada orang lain, alam semesta dan juga Tuhannya. Dengan tidak berdoa berarti kita mencoba mengelabui segala kelemahan diri. Berjalan dengan kepala terdongak padahal kaki kita terseret-seret. Allah pun murka kepada kita.

“Siapa yang tidak berdoa kepada Allah, Dia murka kepadanya.”(HR. Tirmidzi)

Dengan berdoa berarti kita telah menunjukkan kerendahan hati di hadapan Allah Pemilik alam semesta ini. Hanya manusia yang rendah hati dan sadar diri bahwa ia mahluk lemah yang akan meminta bantuan dari Penciptanya. Orang-orang seperti itu akan mudah untuk mengangkat tinggi-tinggi tangan mereka ke hadirat Allah untuk berdoa dengan wajah penuh harap. Air mata mereka akan meleleh melewati kulit pipi dan jatuh ke tanah tanda pasrah terhadap keputusan Rabb mereka. Itulah yang dilakukan Rasulullah saw. tatkala berdoa memohon kemenangan bagi pasukan Islam dalam perang Badar, Rasulullah mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi hingga tampak ketiaknya yang putih dan terjatuhlah selendangnya. Abu Bakar Ash Shiddiq yang melihat cara doa sahabatnya menjadi demikian cemas, segera dipungut selendang beliau dan berkata, “Hentikanlah ya Rasulullah Allah pasti mengabulkan permintaanmu.”

Para sahabat rasulullah saw. jika membaca Al Qur’an dan sampai pada ayat-ayat yang menceritakan azab neraka mereka segera berdoa dengan mencucurkan air mata karena takut akan kerasnya azab neraka. Dan jika sampai pada ayat-ayat yang mengabarkan nikmatnya surga mereka juga memanjatkan doa dengan penuh harap agar menjadi penghuninya.

Kenyataannya tidak banyak orang seperti itu. Kebanyakan dari kita menganggap kekuatan manusia tak terbatas dan tak ada yang tak mungkin, seperti kata Napoleon Bonaparte, panglima perang tersohor dari Prancis, “Tak ada yang mudah tapi tak ada yang tak mungkin.” Napoleon benar, tapi manusia juga semestinya menyadari diri mereka sebagai para dlu’afa, yang hidup dari belas kasihan Tuhannya. Salah-salah, kita akan muncul sebagai Qarun baru yang bergelimang keberhasilan dunia dan lupa kepada Tuhannya.

“Aku memperoleh harta benda ini berkat ilmu pengetahuanku sendiri. Tidakkkah dia tahu bahwa Allah telah membinasakan umat-umat yang sebelumnya orang-orang yang sangat kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan (harta)”(Al Qashash:78)

Dan Tuhan pun menenggelamkan Qarun ke dalam bumi bersama seluruh hartanya.

ooOoo

“Semoga kau tak tuli Tuhan,” senandung Iwan Fals. Syair lawas itu semoga bukan tanda su’udzan kita kepada Allah. Jujur saja kebiasaan kita bersu’udzan pada orang sering terbawa dalam berdoa. Prasangka bahwa Allah menutup pintunya rapat-rapat dari permintaan kita, berburuk sangka bahwa Tuhan pilih kasih, tidak sayang pada kita dan lain sebagainya. Pikiran ini datang dari ketidaksabaran kita dalam menghadapi ujian dari Allah. Lazimnya amal sholeh, doa pun memerlukan ujian. Salah satunya adalah penantian tehadap isi doa kita. Padahal Allah sudah menyatakan Dia adalah Zat yang tidak mungkin menyalahi janjiNya. Dan itu semua lagi-lagi berpulang kepada keyakinan kita sendiri kepada Allah. FirmanNya dalam hadits qudsiy:

“Aku bergantung pada prasangka hambaKu padaKu.”

Dan, yang harus kita yakini adalah kenyataan bahwa Allah punya hak prerogatif dalam menjawab doa-doa kita. Akan tetapi tetap yakinlah kalau Dia pasti memberikan yang terbaik buat kita-kita.

“Tidaklah seseorang berdoa bukan dengan yang mengandung dosa atau yang dapat memutuskan silaturahim, niscaya Allah akan membalasnya dengan tiga perkara; dikabulkan doanya, ditangguhkan hingga hari kiamat, atau dijaukan dari suatu musibah yang serupa,”(HR. Ahmad.)

Maka, sama sekali tidak ada kerugian bagi kita melakukan doa. Allah memberikan tiga peluang bagi doa kita. Dengan begitu su’udzan yang melekat dalam dada kita semestinya terhapus. Andaikan kenyataan tidak seperti isi doa yang kita panjatkan, Allah pasti memberikan alternatif lain yang terbaik. Lagipula, doa adalah ibadah. Sekecil apapun permintaan yang kita panjatkan akan diganjar sebagai pahala di sisiNya. Maka apa ruginya kita berdoa?

ooOoo

Rasulullah saw. bersabda:

“Siapa yang ingin doanya dikabulkan dalam waktu sempit, maka hendaklah ia memperbanyak doa di waktu lapang.”

Ya, pernahkah terpikir oleh kita untuk memperbanyak doa di waktu lapang, saat uang kita banyak, saat badan kita sehat, dan saat kita sedang jaya-jayanya? Biasanya, kita baru memperbanyak doa di waktu dunia menjadi sempit, saat menjelang ujian, saat sakit parah, atau saat sedang bokek. Inilah penyakit ?kecil’ akidah yang berurat berakar di dalam hati kita. Padahal, Allah lebih cinta kepada kita bila selalu kita banyak mengingat Allah pada saat lapang. Orang yang mengingat Allah di waktu lapang, umumnya akan ingat pula kepada Allah di waktu sempit. Sebagai ganjarannya, Allah pun akan memuluskan setiap permintaan kita di waktu sempit.

Maka jangan lupakan Allah, karena Dia adalah tempat meminta dan mengadu. Berdoa jauh lebih baik daripada berdiam diri dalam menghadap permasalahan hidup. Sesulit apapun masalah yang kita hadapi, yakin saja bahwa kita tidak sendiri. Ada Allah Rabbul ?alamin yang menyertai kita. Lalu, mengapa kita harus merasa bosan untuk berdoa? [januar]

1 thought on “Doa

  1. I am 27th years old.
    I’ve been praying for a long time to be merry as soon as possible.
    And I steel lonely, I really want to compleet half of my “dien”.

Comments are closed.