Tantangan nggak cuma ada di Indosiar, tapi nongol di setiap sisi kehidupan kita. Konon kabarnya, orang bijak bilang tantangan dalam hidup adalah suatu anugerah yang bakal bikin kita lebih dewasa dalam bersikap dan berbuat. Cieee… karena adanya tantangan bakal ngetes sejauh mana kesungguhan niat kita tuk meraih tujuan. Siapa yang berani ngadepin setiap tan-tangan, berarti doi punya nyali bin tekad untuk maju. Sebaliknya, siapa yang justru malah menghindari tantangan alias jago ngeles, bisa-bisa dicap Dygta sebagai Pecundang Sejati.
Tantangan juga hadir di hadapan aturan Islam. Aturan yang kita yakini bakal bikin selamet dunia akhirat bagi yang istiqomah. Tantangan? itu muncul karena perbedaan waktu antara zaman Rasulullah dan sekarang. Karena beda masa beda sarana. Dulu perbankan nggak ada, sekarang bejibun. Dulu pemerintahan demokrasi belum lahir, kini demokrasi dianggap satu-satunya solusi. Makanya ada yang ber-pendapat kudu ada reformasi terhadap aturan-aturan Islam. Terutama bagian yang dirasa udah nggak cucok lagi ama kondisi sekarang.
Nah, lalu muncul deh gaya hidup “kompromi� di kalangan umat Islam. Gaya hidup yang mencoba menjadikan aturan Islam sebagai aturan yang fleksibel. Nggak kaku bin jumud terhadap perkembangan zaman. Mirip-mirip sifat air yang selalu bisa menyesuaikan dengan tempat doi berada. Aturan poligami dianggap udah basi. Karena kini ada aturan emansipasi wanita yang kudu dijunjung tinggi. Sampe ada mahasiswi yang menggelar aksi penentangan terhadap aturan poligami. Wah berabe nih urusannya! Inga..inga.. firman Allah Swt.:
?£???????????¤?’?…???†???ˆ?†?? ?¨???¨???¹?’?¶?? ?§?„?’?ƒ???????§?¨?? ?ˆ???????ƒ?’?????±???ˆ?†?? ?¨???¨???¹?’?¶?? ?????…???§ ?¬???²???§???? ?…???†?’ ???????’?¹???„?? ?°???„???ƒ?? ?…???†?’?ƒ???…?’ ?¥???„?§?‘?? ?®???²?’???Œ ?????? ?§?„?’????????§?©?? ?§?„?¯?‘???†?’?????§ ?ˆ???????ˆ?’?…?? ?§?„?’?‚???????§?…???©?? ?????±???¯?‘???ˆ?†?? ?¥???„???‰ ?£???´???¯?‘?? ?§?„?’?¹???°???§?¨??
“Apakah kalian mengimani sebagian al-Quran dan mengingkari sebagian yang lainnya? Tiada balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian di antara kalian selain kenistaan dalam kehidupan dunia, sementara pada hari Kiamat kelak mereka dilemparkan ke dalam azab yang sangat berat.� (QS al-Baqarah [2]: 85)
“Kompromi� di sekitar kita
Sobat muda muslim, tentu kita udah nyadar kalo lingkungan di sekitar kita kian steril dari aturan Islam. Mulai dari cara berpakaian, bergaul, di tempat kerja, sekolah, atau di sekitar rumah. Semuanya udah dibalut dengan paham sekuler yang berasal dari gaya hidup Barat. Paham ini yang nempatin aturan agama cuma buat di masjid atau majelis taklim doang. Itu pun sebatas lisan. Padahal kita sebagai muslim juga kudu terikat ama aturan Allah di mana aja dan kapan aja. Ini yang seringkali jadi dilema bagi remaja muslim. Bener kan?
Tentu, dilema yang dialami remaja muslim amat wajar terjadi. Karena aturan ling-kungan di sekitar kita seolah memaksa me-reka untuk sekuler. Inilah yang dikehen-daki musuh-musuh Islam. Melalui media informasi mereka, kita digiring me-ngikuti budaya Barat yang se-kuler dengan cap mo-dern, gaul bin trendi. Hingga kita nggak bisa lihat, denger, tonton, kecuali apa yang mereka tayangkan. Walhasil, pola pikir dan pola sikap kaum Muslimin banyak yang berkiblat pada gaya hidup Barat. Gaswat!
Akibat gaya hidup kompromi, banyak temen-temen kita yang mengalami krisis identitas sebagai muslim. Mereka seolah malu menampilkan sosoknya sebagai muslim atau muslimah. Seperti dalam tren busana musli-mah yang lagi banyak digandrungi. Berkerudung tapi seksi bin modis. Kerudungnya begitu ketat membalut kepala. Terus, ujung-ujung kain penutup kepala itu yang syar’i-nya menutupi bagian dada, malah ditarik ke atas dan dililitkan ke bagian belakang leher. Mereka menyebutnya kudung gaul. Tapi kok amburadul. Piye iki?
Dalam pergaulan remaja ada istilah �pacaran islami’ dengan batasan no kiss no touch. Padahal jalan berdua dengan lawan jenis yang bukan mahramnya aja udah nggak boleh. Gimana bisa ada pacaran islami? Kecuali aktivitas pacaran itu dilakukan after merit. Itu baru siip! Uhuy!
Dalam aktivitas dakwah juga sami mawon. Ada yang coba mengompromikan metode dakwah Rasulullah dengan situasi dan kondisi untuk menarik simpati. Nggak berani nyinggung-nyinggung tradisi, adat, budaya, atau kebiasaan rusak yang berkembang di tengah masyarakat. Nggak pede jelasin kalo perayaan tahun baru masehi, Valentine Days, atau ikut kontes-kontes kecantikan dan penca-rian bakat itu bertentangan dengan Islam. Kalo gini sih, kesannya kayak nyari selamet. Padahal apapun risiko yang dihadapi atau hasil yang diraih, dakwah Islam tetep kudu disampaikan. Bisa-bisa kita termasuk pihak yang ikut melestarikan budaya sekuler kalo menutup-nutupi kebenaran yang datang dari Islam. Betul? Jangan sampe deh!
Jalan tengah = jalan salah
Gencarnya opini sikap kompromi bikin kaum Muslimin banyak yang tejebak. Mereka jadi doyan bersikap moderat (maksudnya jalan tengah. Bukan modal dengkul dan urat lho..) dalam menghadapi setiap permasalahan. Seolah sikap itu yang paling oke, paling selamet, dan diterima semua pihak. Padahal justru sikap itu malah menghindari masalah bukan menghadapinya. Nah lho, kok jadi muter-muter gini?
Begini, jalan tengah adalah konsep yang membangun ideologi kapitalisme. Ini diawali sekitar abad pertengahan. Ceritanya, saat itu ada dua pihak yang lagi bersitegang. Antara pihak gereja yang jadi perpanjangan tangan raja melawan pihak pemikir dan filosof Barat. Keduanya berbeda pendapat tentang agama Kristen dan perannya dalam kehidupan. Rohaniwan dan raja berpendapat kalo Kristen adalah agama yang layak untuk mengatur seluruh kehidupan. Sementara para pemikir dan filosof justru berpendapat sebaliknya. Karena mereka menganggap agama Kristen sebagai penyebab kehinaan dan ketertinggalan. Seharusnya akal manusialah yang layak untuk mengatur segala urusan kehidupan.
Dan ternyata, setelah melewati dua babak yang cukup sengit (emangnya sepak bola?) nggak ada yang menang atau kalah. Dua-duanya sama-sama ngeyel. Akhirnya keduanya me-nyepakati suatu jalan tengah. Mereka mengakui kalo aturan agama emang cocok buat ngatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Tapii… aturan agama nggak boleh ikut campur dalam kehidupan manusia. Pokoke, pengaturan urusan kehidupan manusia diserahkan sepenuhnya kepada akal manusia. Titik. Dari sinilah lahir ide pemisahan agama dari kehidupan alias sekulerisme yang jadi prinsip dasar ideologi Kapitalisme. Moga-moga sampe sini kamu ngerti ya. Lanjuut!
Dengan prinsip di atas, orang-orang Barat itu selalu nyari jalan tengah untuk beresin persoalannya atau masalah orang lain. Katanya biar sama-sama enak dan nggak ada yang dirugikan. Seperti solusi yang ditawarkan negara-negara Barat dalam masalah negeri Palestina pada tahun 1948. Mereka melakukan pembagian tanah untuk dua negara: Palestina dan Israel. Tapi, bukannya menyelesaikan masalah, konsep jalan tengah ini malah menambah panjang permasalahan. Karena sampai saat ini, konflik Palestina masih to be continued. Suer!
Dari cerita di atas kita bisa lihat kalo jalan tengah nggak beresin masalah tapi malah menghindarinya. Nggak ada yang bisa tuntaskan masalah perbedaan pendapat dari masing-masing pihak yang berseteru. Baik tentang peran agama Kristen dalam kehidupan maupun perseteruan kaum Muslimin dan kaum Zionis Yahudi di Palestina. Padahal ini kan masalah keyakinan agama yang sifatnya prinsip banget. Jadinya masalah itu dibiarkan tetep ada alias ngambang. Garing banget kan? Padahal mah kudu ada ketegasan untuk hal-hal yang sifatnya prinsipil. Betul?
Ibaratnya, kudu ada yang menang atau kalah di putaran final Liga Champions. Kudu ada kejelasan diterima atau ditolak pas kita melamar seorang gadis. Dan kudu ada akademia yang tereliminasi di setiap konser AFI. Biar ketahuan siapa yang berhak mem-boyong piala Champions dan menyandang gelar tim terbaik Eropa. Siapa yang berhak mengikuti jejak Veri AFI. Atau siapa yang akan segera mengakhiri masa jomblonya. Yo’i kan?
Islam is never die
Allah swt. berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.â€? (QS al-M?¢idah [5]: 3)
Dalam ayat di atas Allah swt. memastikan kalo agama Islam adalah agama yang sempurna tanpa cacat en cela. Aturannya layak dipakai oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Ini berarti nggak ada masalah yang nggak bisa diatasi oleh aturan Islam. Termasuk masalah baru yang muncul karena perkembangan zaman. Semuanya bisa diselesaikan. Pasti.
Adapun pendapat yang bilang hukum Islam itu fleksibel sebenernya berasal dari orang kafir. Seperti yang pernah disampaikan seorang orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, dalam bukunya. The Introduction to Islamic Law. Dia bilang, perubahan hukum tidak bisa diingkari lagi dengan adanya perubahan tempat dan zaman. Ini artinya fakta yang terjadi karena perkembangan zaman bisa jadi sumber buat pengambilan hukum Islam. Asal deh!
Padahal sampai kiamat sumber hukum Islam hanya al-Quran, as-Sunnah, dan yang dibenarkan oleh keduanya; yaitu Ijma Sahabat dan Qiyas. Sehingga dalam hal ini kedudukan fakta dijadikan sebagai obyek hukum. Kalo ada fakta baru, maka akan ada proses istinbath alias penggalian hukum terhadap fakta itu. Di sini terjadi proses penelaahan informasi yang lengkap bin komplit seputar fakta itu. Lalu digali status hukumnya berdasarkan sumber hukum Islam. Proses ijtihad yang dilakukan para muj-tahid inilah yang menjadikan Islam is Never Die!
Pilih syar’i, tinggalkan kompromi!
Sobat muda muslim, sekarang saatnya kita berkaca pada diri kita. Jalan hidup seperti apa yang akan kita pilih. Haruskah kita mengorbankan jati diri kita sebagai muslim demi status gaul, seksi, atau tren? Pantaskah kita mengutamakan ridho masyarakat daripada ridho Allah? Ragukah kita terhadap kesem-purnaan aturan Allah? Malukah kita kalo kudu istiqomah dengan aturan Islam di lingkungan sekuler sekitar kita?
Adakah kompromi atau jalan tengah yang ditunjukkin Rasulullah dalam hidupnya? Seperti saat pamannya, Abu Thalib, menawarkan pangkat, harta, dan kehormatan agar beliau mau meninggalkan Islam? Jawabnya: nggak ada. Nggak ada banget. Yang ada justru ketegasan sikap Rasulullah: “Demi Allah, wahai Paman, an-daikata mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini (Islam), niscaya aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah me-menangkan perkara itu atau aku hancur karenanya!�
So, mari kita jadikan Islam sebagai aturan hidup kita. Kita pelajari, pahami, amalkan, yakini, dan dakwahkan. Oke deh, pilih syar’i, and? no compromise! Met berjuang ye! [hafidz]
(Buletin Studia – Edisi 194/Tahun ke-5/10 Mei 2004)