Monday, 25 November 2024, 10:22

Oleh: Abu Aish

Syariat Islam jadi isu yang paling hangat akhir-akhir ini, semua kalangan membicarakan isu syariat Islam dari berbagai perspektif. Perspektif atau sudut pandang yang berbeda inilah yang membuat perdebatan tidak kunjung mencapai kesepakatan. Banyak sekali slogan dan ajakan kepada syariat Islam, semuanya memakai istilah ini sesuai dengan perspektifnya masing-masing. Ada yang benar-benar mengajak kepada penerapan syariat Islam secara keseluruhan, ada yang sekedar memasukkan syariat Islam ke sistem yang ada atau hanya masuk ke dalam otda dan perda. Ada juga yang secara terang-terangan menolak formalisasi syariat Islam dalam bentuk apapun, “Islam terlalu suci untuk dibawa-bawa ke dunia politik dan negara”, kilahnya. Para pejuang Islam yang lurus pun akhirnya banyak yang malu-malu dan terjebak kepada penggunaan istilah “syariat Islam” ini. Mereka beralasan dengan mengatakan bahwa syariat Islam pertentangannya jauh lebih sedikit dan lebih mudah diterima masyarakat. Bahkan sebuah gerakan dakwah yang punya slogan “Syariah dan Khilafah” mulai mencoba untuk bermain di ranah abu-abu ini.

Kenapa penggunaan slogan syariat Islam dikatakan abu-abu? Kita bisa melihat sendiri bahwa definisi dan batasan syariat Islam yang beredar dan dimengerti masyarakat semua beragam. Dengan berlindung di balik keberagaman ini atau lebih tepatnya ketidakjelasan alias abu-abu ini banyak pihak yang mulai berani menyuarakannya, dan ada juga pihak yang malah menurunkan ketegasannya ke wilayah abu-abu ini.

Syariah dan khilafah adalah dua istilah yang saling melengkapi tapi berbeda maknanya. Kedua istilah ini bisa digunakan berdampingan bisa juga dipakai sendiri-sendiri, meskipun tentunya akan menghasilkan makna dan persepsi yang berbeda. Istilah syariah dan khilafah ketika digunakan bersamaan tentunya akan memiliki makna yang sangat kuat, yaitu penerapan syariat Islam dalam bingkai Kekhilafahan. Kata khilafah juga memiliki makna yang khas yaitu pemerintahan yang hanya berdasarkan Islam saja, tidak ada satupun pengertian yang dipahami oleh masyarakat selain pengertian tersebut. Sedangkan kata syariah atau syariat Islam memang dimungkinkan untuk ditarik maknanya kearah manapun karena kata tersebut bukanlah kata yang memiliki arti utuh (yaitu syariat Islam keseluruhan).

Batasan-batasan yang disebut sebagai syariat Islam pun sering diselewengkan dan menjadi salah kaprah (pemahaman salah yang sudah dianggap benar) dalam masyarakat. Bahkan dengan sekedar mengadopsi perda syariah saja sebuah daerah sudah dikatakan menjalankan syariat Islam. Ini adalah sebuah bahaya yang entah disadari atau tidak akan menjadi bumerang bagi gerakan Islam secara keseluruhan terutama yang ingin mengembalikan sistem Islam secara paripurna.

Penggunaan kata syariat Islam juga membuat orang berbondong-bondong mempelajari Islam, yang kebanyakan hanya mempelajari sebagian dari syariat Islam. Yang menjadi tren sekarang ini ialah Sistem Ekonomi Islam. Ya, ini merupakan syariat Islam atau tepatnya bagian dari syariat Islam. Kerancuan penggunaan istilah syariat Islam ini mengakibatkan sebagian besar masyarakat berfikir bahwa syariat Islam bisa diterapkan pada sistem apapun. Mungkin juga ini dikarenakan kesalahan memahami bahwa Islam cocok untuk diterapkan di manapun dan kapan pun, termasuk di sini pada sistem apapun.

Banyaknya sentimen positif pada syariat Islam telah membuat gerakan dakwah juga meyeru kepada penguasa yang ada untuk menerapkan (sebagian tepatnya) syariat Islam pada saat terjadi kasus tertentu, misal kelangkaan BBM, bencana alam, pornografi dan lainnya. Bahkan sebagian gerakan Islam juga membuat uraian yang sangat jelas bagaimana syariat Islam yang harus dilaksanakan oleh penguasa yang ada. Semua hal ini membuat masyarakat menganggap bahwa syariat Islam itu memang bisa dan untuk diterapkan dalam sistem yang ada sekarang. Pandangan seperti ini juga diperkuat oleh gerakan-gerakan Islam yang menyeru penguasa untuk mengadopsi dan menjalankan syariat Islam (hanya) pada kasus tertentu (saja).

Sejatinya ada 4 hal yang harus dilakukan oleh gerakan Islam ketika mereka ingin mengembalikan Islam ke dunia ini. Mengedukasi masyarakat (tatsqif jama’i), membina kelompok (tatsqif murakaz), menyingkap keburukan penguasa yang membuat rakyat tidak simpatik kepadanya (kasyful khuthath wa dharbul alaqat), menjelaskan solusi Islam (tabanni mashalih umat). Ya, ini merupakan sebuah ide sangat cemerlang yang layak dilakukan oleh gerakan Islam dimana pun selama mereka berupaya menegakkan Islam dalam bingkai Daulah Khilafah, karena faktanya tidak ada satupun pemerintahan di dunia ini yang pantas disebut sebagai Daulah Khilafah.

Pada praktiknya memang tidak banyak gerakan Islam yang menjalankan langkah-langkah tersebut, terutama langkah nomor tiga yaitu: menyingkap keburukan penguasa yang membuat rakyat tidak simpatik kepadanya (kasyful khuthath wa dharbul alaqat). Penggunaan istilah syariat Islam memang sangat erat kaitannya dengan mulai diabaikan dan ditinggalkannya langkah penting gerakan dakwah ini. Sebagian beralasan melakukan berbagai seruan (kepada penguasa) tentang bagaimana syariat Islam memecahkan masalah yang sedang terjadi ini sebagai bagian dari menjelaskan solusi Islam (tabanni mashalih umat).

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa perbuatan menyeru dengan menjelaskan bagaimana syariat Islam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi ini merupakan bagian dari menjelaskan solusi Islam (tabanni mashalih umat), tapi dengan hanya menggunakan istilah syariat Islam saja akan semakin menjauhkan masyarakat (termasuk penguasa-dalam kapasitas sebagai masyarakat) dari penerapan Islam yang sesungguhnya. Yang seharusnya dilakukan (kepada penguasa) bukanlah hanya menjelaskan solusi Islam (tabanni mashalih umat), tapi yang terpenting ialah menyingkap keburukan penguasa yang membuat rakyat tidak simpatik kepadanya (kasyful khuthath wa dharbul alaqat).

Benar. Hal ini wajib dilakukan. Sebab, dengan menyingkap keburukan penguasa maka tentunya akan membuat rakyat tidak simpatik kepadanya dan juga kepada sistem yang menaunginya. Bukanlah sebuah tindakan yang bijaksana ketika kita memberikan solusi syariat Islam kepada penguasa kufur yang (akan selalu) bermasalah, yang tepat bagi mereka ialah kita jadikan masalah mereka ini sebagai pelajaran bagi masyarakat bahwa adalah sebuah kesalahan mempercayai mereka (para penguasa) dan sistem kufur yang menaunginya.

Inilah sebenarnya esensi menyingkap keburukan penguasa yang membuat rakyat tidak simpatik kepadanya (kasyful khuthath wa dharbul alaqat). Bukan kita malah asyik dengan istilah syariat Islam yang kebetulan juga menjadi sebagian pelarian dari kondisi buruk yang dialami oleh penguasa dan meninggalkan kata yang seharusnya menjadi pasangan kata tersebut yaitu Khilafah Islamiyah. Memang dengan melakuan yang satu ini maka sama saja dengan jelas kita menyatakan menentang penguasa yang ada, tapi mungkin juga itu yang memang dihindari oleh sebagian gerakan dakwah. Wallahu A’lam.

Semoga dengan tulisan ini para pengemban dakwah terbangun dari mimpi indahnya dengan selalu menyatakan bahwa selama para penguasa tidak menerapkan syariat Islam dalam bentuk Khilafah Islamiyah maka kita para pengemban dakwah menjadi yang terdepan dalam menghancurkan mereka, menghancurkan kepercayaan masyarakat atas mereka, dan menghancurkan sistem yang menaungi mereka. Jangan sampai kita memberi solusi Islam atas mereka (tanpa menghancurkan sistem yang sedang mereka terapkan), karena dengan hal tersebut kita malah membantu mereka mempertahankan sistem kufur tersebut. Semoga Allah Swt. meluruskan dan memudahkan jalan kita semua dalam perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah ini. Amin.[]