Monday, 25 November 2024, 14:01

Jadi pengemban dakwah? Hmm… di mata remaja, sepertinya �jabatan’ ini kalah menarik dibanding kontes menjadi bintang yang kian menjamur. Meski kagak pake audisi atau ekstradisi yang bikin sensasi, tetep aja remaja yang terjun ke dunia dakwah bisa dihitung pake jari. Padahal untuk jadi pengemban dakwah, nggak kudu bisa nyanyi, nari, atau akting. Cukup bermodalkan keimanan, ilmu, dan kemauan. Sayangnya, justru tiga faktor itu yang lumayan langka ditemuin pada mayoritas remaja yang kian terhipnotis gaya hidup hedonis. Gaswat!

Kalo kita sempet nanya kenapa seseorang nggak atau belum mau ikut berdakwah, pasti mereka segera ngeluarin kunci gembok buat bongkar gudang alasannya. Soalnya mereka juga ngerti kalo dakwah itu wajib. Cuma masalahnya, banyak orang yang ngerasa belon siap ngadepin risiko dakwah. Emang apa sih risiko dakwah?

Itu lho, gosipnya ada anak yang berselisih ama bokapnya karena ngritik sistem demokrasi. Dijauhin temen lantaran cerewet ngingetin untuk nutup aurat, nggak pacaran, atau antitawuran. Tereliminasi dari kantor saat bawa-bawa aturan Islam ke alam kapitalis di dunia kerja. Diancam skorsing dari sekolah ketika ngotot pengen pake seragam yang nyar’i.?  Dicemberutin tetangga coz nggak ikut berpartisipasi dalam pilpres alias “memilih untuk tidak memilihâ€? (bahasa kerennya golput). Atau malah berhadapan dengan aparat keamanan karena dituding terlibat aksi pemboman. Waduh!

Kebayang kan, kalo berita duka seputar lika-liku aktivis dakwah kayak di atas lebih populer dibanding ridho Allah yang menyertai kegiatan dakwah. Udah pasti bayangan rasa takut bin cemas selalu menghantui pas lagi mujur ada kesempatan untuk berdakwah. Jangankan jadi pengemban dakwah, sekadar menyuarakan Islam aja mungkin malu. Repot juga kalo kayak gini.

Disayang Allah, lho…
Bener sobat. Kita sekadar ngingetin aja, kalo jadi pengemban dakwah udah pasti disayang Allah. Allah swt. berfirman:

?ˆ???…???†?’ ?£???­?’?³???†?? ?‚???ˆ?’?„?§?‹ ?…???…?‘???†?’ ?¯???¹???§ ?¥???„???‰ ?§?„?„?‘???‡??
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia menuju Allah?� (QS Fushhilat [41]: 33)

Menurut Imam al-Hasan, ayat di atas berlaku umum buat siapa aja yang menyeru manusia ke jalan Allah (al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi). Mereka, menurut Imam Hasan al-Bashri, adalah kekasih Allah, wali Allah, dan pilihan Allah. Mereka adalah penduduk bumi yang paling dicintai Allah karena dakwah yang diserukannya. Bener kan?

Selain itu, pujian bagi para pengemban dakwah senantiasa disampaikan Rasulullah untuk mengobarkan semangat para shahabat dan umatnya. Seperti dituturkan Abu Hurairah: “Siapa saja yang menyeru manusia pada hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka.� (HR Muslim)

Nggak heran dong kalo para shahabat Rasulullah begitu gigih bin pantang menyerah dalam berdakwah. Sebagian besar waktu, tenaga, pikiran, harta-benda, keluarga bahkan nyawa pun rela mereka korbankan untuk dapetin pahala Allah yang melimpah dalam aktivitas dakwah. Kalo nggak begitu, mana mungkin nenek moyang kita dan juga kita mengenal Islam dan menjadi penganutnya. Bener nggak seh?

Dan kita pun bisa seperti para shahabat. Walau nggak hidup di zaman Rasulullah, tapi warisan beliau yang berupa al-Quran dan as-Sunnah tetep eksis sampe sekarang dan terjaga kemurniannya. Tinggal kemauan kita aja untuk serius mempelajari, memahami, meyakini, dan mengamalkan warisan itu. Mau dong? Heu’euh!

Nilai plus lainnya
Bay de wey sobat, ternyata aktivitas dakwah nggak cuma berlimpah pahala. Dari sisi psikologis, aktivitas dakwah sangat membantu remaja untuk mengenali diri dan masa depannya. Asli!

Menurut Maurice J. Elias, dkk dalam bukunya berjudul “Cara-cara Efektif Mengasuh EQ Remaja�, ada beberapa hal yang dibutuhkan remaja untuk jalanin tugas di atas.

Pertama, hubungan spiritualitas. Ketika menginjak masa remaja, normalnya kita mulai berpikir tentang makna dan tujuan hidup yang sangat erat kaitannya dengan agama. Karena hal ini bakal membimbing kita dalam jalani hidup dan membingkai masa depan.

Ketika terjun ke dunia dakwah, seorang remaja muslim akan menemukan arti dan tujuan hidup yang hakiki. Dia diciptakan oleh Allah Swt. untuk beribadah sepanjang hayat dikandung badan. Untuk itu, Allah menurunkan aturan hidup yang lengkap en sempurna tanpa cacat cela bagi manusia. Agar manusia bisa beribadah nggak cuma di masjid atau majelis ta’lim. Tapi di mana saja, kapan saja selama terikat dengan aturan Allah. Selain itu, dengan pemahaman ini remaja akan termotivasi dan terarah dalam membingkai masa depan ideal dunia akhirat sesuai identitas kemuslimannya.

Kedua, penghargaan. Setiap remaja kayak kita-kita pasti membutuhkan hal ini untuk mengembangkan potensi dan kemampuan diri. Aktivitas dakwah akan menyalurkan secara positif bakat dan potensi yang kita miliki untuk kebangkitan Islam dan kaum Muslimin di seluruh dunia. Hebatnya, insya Allah kita bakal dapetin juga penghargaan atas prestasi itu langsung dari Allah swt. Hmm… yummy!

Ketiga, rasa memiliki. Remaja seusia kita sering termotivasi untuk bergabung dalam kelompok yang memiliki dan dimiliki kita. Karena di sana kita bisa belajar banyak hal, tambahan informasi, konsultasi gratis, merasa aman, nyaman, dan diterima. Tempat yang tepat jika kita ikut dalam komunitas dakwah. Rasa kebersamaan, sikap empati, simpati, dan pertolongan tanpa pamrih antar individu dalam komunitas ini, lahir dari keimanan. Itu berarti nggak mudah luntur karena perbedaan status sosial atau pendidikan.

Keempat, kecakapan dan kepercayaan diri. Remaja seumuran kita sering terlihat pengen diakui kalo doi cakap alias mampu dan percaya diri untuk jalanin hidup mandiri. Mampu menentukan pilihan atau mengatasi masalah tanpa bergantung kepada orang lain.

Dalam lingkungan dakwah, kita bakal dilatih untuk berpikir panjang merunut setiap permasalahan dan mencari pemecahannya sesuai aturan Islam yang pasti mendatangkan maslahat. Ketegasan sikap kita bisa lahir dari kemandirian yang ditopang oleh pemahaman Islam. Kita juga dilatih untuk mengambil hikmah dalam setiap musibah atau kegagalan yang menimpa kita semua. Karena kita-kita paham, apa pun yang menimpa diri kita, itu adalah jalan terbaik yang Allah berikan. Jadi nggak ada kamus stres bin uring-uringan pas ngadepin masalah bagi para pengemban dakwah. Tetep semangat. Catet tuh!

Kelima, konstribusi. Merasa ngasih kontribusi alias ikut berperan serta, nggak egois bin individualis, atau sikap dermawan sangat penting buat perkembangan identitas yang sehat pada remaja seusia kita. Dengan begini kita-kita bakal terlatih untuk peduli dan peka terhadap permasalahan di sekitar kita. Sehingga kita termotivasi untuk mengembangkan kemampuan diri biar bisa ikut beresin masalah itu.

Dan semua perasaan di atas pasti bakal didapetin kita-kita dalam aktivitas dakwah. Selain bernilai pahala, kita bakal ngerti kalo masalah dunia atau masyarakat juga masalah kita. Kita juga wajib ngerasa bertanggung jawab dengan akibat dan penyebab masalah itu. Karena kita bakal kecipratan dampak buruk masalah itu kalo dibiarin. Betul?

Nah sobat, ternyata nggak ada ruginya kan terjun ke dunia dakwah. Dilihat dari sisi mana aja, jadi pengemban dakwah pasti berlimpah berkah. Masa nggak kepengen?

Nikmati risiko dakwah
Risiko dakwah mah udah sunntatullah atuh alias wajar terjadi. Bayangin aja, yang kita dakwahkan ajaran Islam. Sementara obyek dakwah kita yang di rumah, sekolah, kampus, atau tempat kerja semuanya udah kadung diselimuti aturan sekuler yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Otomatis dakwah kita nggak akan berjalan semulus di jalan tol.

Makanya kita nggak usah bermimpi kalo dakwah itu tanpa rintangan. Justru kita kudu siapkan nyali untuk hadapi risiko dalam dakwah demi meraih ridho Allah. Kita bisa contoh 75 orang muslim dari suku Khajraj saat terjadi peristiwa Bai’atul Aqabah kedua. Saat itu salah seorang paman Nabi yang melindungi dakwah beliau meski bukan muslim, bernama �Abbas bin Ubadah, mengingatkan kaum muslim dari Khajraj itu akan risiko dakwah yang akan dihadapi jika tetap membai’at Nabi.

Kaum itu pun menjawab, “Sesungguhnya kami akan mengambilnya (membai’at Nabi saw) meski dengan risiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya banyak tokoh.� Kemudian mereka berpaling pada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami memenuhi (seruan)mu, maka apa balasannya bagi kami?� “Surga�, jawab beliau dengan tenang. (Negara Islam, Taqqiyuddin an-Nabhani)

Nah sobat, ternyata risiko dalam dakwah adalah jalan menuju surga Allah yang selama ini kita rindukan. Seberat apapun jalan itu, kita hanya perlu bersabar dan tetep istiqomah. Abu Dawud telah meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad hasan: “Setelah engkau akan datang masa kesabaran. Sabar pada masa itu seperti menggenggam bara api. Orang-orang yang bersabar akan mendapatkan pahala sebagaimana lima puluh orang laki-laki yang mengerjakan perbuatan tersebut. Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pahala lima puluh (laki-laki) di antara mereka?� Rasul menjawab, “Bukan, tetapi pahala lima puluh orang laki-laki di antara kalian�

Kita juga nggak punya alasan untuk berdiam diri membiarkan kemaksiatan merajalela karena khawatir akan dekatnya ajal, seretnya rizki, atau jauhnya jodoh. Soalnya kan yang ngasih rizki adalah Allah. Yang nentuin jodoh kita Allah. Yang nyuruh Malaikat Ijrail nyabut nyawa kita juga Allah. Bukannya semua urusan hidup kita akan terasa mudah kalo kita disayang ama Allah dengan ngikutin perintahNya seperti aktif dalam dakwah?

Pengemban dakwah Islam ideologis
Satu hal lagi yang kita nggak boleh lupa. Bagusnya kita nggak merasa cukup dengan mendakwahkan Islam cuma sebagian. Seolah perbaikan moral atau peningkatan akhlak individu masyarakat menjadi solusi pamungkas dalam setiap permasalahan. Padahal syariat Islam itu begitu luas mencakup solusi dalam permasalahan pemerintahan, ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dll.

Karena itu kita wajib memahami dan mendakwahkan Islam sebagai Nidzhomul hayah alias aturan hidup yang nggak cuma ngatur ibadah atau akhlak semata. Islam yang memiliki peran sebagai qaidah fikriyah (landasan berpikir) dan qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikir). Sebagai qaidah fikriyah, Islam akan menjadi filter alias saringan sekaligus tameng menghadapi serangan pemikiran dan budaya Barat sekuler. Dan sebagai qiyadah fikriyah, Islam akan membimbing kita dalam menyelesaikan dan mencegah terulangnya setiap masalah hidup yang mampir ke kita dengan tuntas dan berpahala.

Sobat muda muslim, kalo kamu punya nyali, mari kita libatkan diri kita untuk memperkuat barisan perjuangan menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi. Jangan sampe jalan menuju surga dalam aktivitas dakwah, kita pandang sebelah mata. Ntar nyesel lho. Berani? Pasti dong! [hafidz]

(Buletin Studia – Edisi 214/Tahun ke-5/27 September 2004)