Sunday, 24 November 2024, 19:26

logo-gi-3

edisi 073/tahun ke-2 (19 Rabiul Awal 1430 H/16 Maret 2009)

Orang mungkin bosan banget kalo ngomongin kenakalan remaja en kenakalan anak-anak. Tapi, kita jarang dengar en ada orang yang ngomongin kenakalan orang tua. Padahal, kalo mo dirunut lumayan banyak juga lho kenakalan ortu dan emang sangat berpengaruh kepada kehidupan anak-anak. Kenakalan orang tua ini bisa diperluas bukan hanya orang tua di rumah alias keluarga kita. Tapi orang tua di masyarakat seperti guru-guru di sekolah, orang-orang dewasa di lingkungan sekitar, orang-orang dewasa yang bisa kita lihat tampilan wajah dan aksinya di televisi, orang-orang dewasa yang saban hari kita temui di sekolah kehidupan kita, termasuk dalam hal ini adalah para orang tua yang menjadi pejabat di negeri ini.

Sobat muda muslim, bukan maksud mo ngejelek-jelekkin ortu kita. Nggak. Ini sekadar renungan aja, betapa kita suka lupa bahwa kenakalan remaja nggak bisa lepas juga dari teladan yang sudah ada. Biar adil nih ye, kalo kita ngomongin kenakalan remaja sampe berbusa-busa atau nulis sampe berlembar-lembar lengkap dengan taburan faktanya, maka nggak ada salahnya juga dong kalo kita nyentil dikit kenakalan orang tua. Eh, sebenarnya bukan nyentil sih, tapi dikit aja kita bahas sebagai bahan renungan buat kita semua. Ya, semoga saja kita juga jadi bisa ngingetin para ortu yang mau nggak mau memang sudah dan akan mewarnai kehidupan kita saat ini. Ortu di rumah, ortu di masyarakat, dan tentunya ortu yang bertugas sebagai pengurus negara dan rakyat. Semua itu adalah ortu kita yang seharusnya menjadi teladan yang baik buat kita dalam menjalani kehidupan ini.

Itu sebabnya, jangan sampe keterusan nyalahin remaja aja yang kebetulan berbuat nakal. Sebab, kita yakin banget bahwa kenakalan remaja juga ada pemicunya. Kenakalan remaja nggak muncul dengan sendirinya. Pasti ada faktor “x” yang udah bikin mereka nakal. Bisa karena lemahnya pendidikan ortunya di rumah, bisa juga karena kedodorannya pengawasan ortu di masyarakat, bahkan sangat mungkin karena lemahnya tanggung jawab ortu yang mengurus negara dengan tak memberikan penerapan aturan dan sanksi yang tegas dan benar. Iya kan?

Kenakalan orang tua dalam ikatan keluarga

Apa sih yang dilakukan ortu kita di rumah dan keluarga besar kita sehingga bisa disebut kenakalan orang tua?

Pertama, soal akhlak. Wallahu’alam, apakah karena terlalu sibuk atau nggak ngerti harus berbuat, banyak ortu di rumah yang abai dalam soal akhlak Islam yang baik ini. Padahal, anak or kita-kita akan belajar pertama kali dari cara ortu, karena begitu dekatnya jarak antara kita dengan ortu.

Nah, para ortu kita di rumah nggak semuanya ngerti soal ini. Bukan kita ngeledekin or ngejelek-jelekin, tapi emang faktanya ada yang begitu. Dalam hubungan dengan tetangga saja, banyak ortu yang malah secara tidak langsung ngajarin anak-anaknya untuk nggak baik dengan tetangga. Misalnya, kelakuan ortu yang doyan berantem ama tetangga atau yang kasuk-kusuk ngomongin tetangga. Eh, tetangga yang digosipin nggak suka, akhirnya nggak jarang terjadilah adu mulut sampe adu otot.

Duh, kacau banget kan? Model ortu dalam keluarga yang kayak gitu nggak baik buat perkembangan anak-anaknya. Sebab, dalam hal akhlak bertetangga dan bergaul aja malah ngajarin nggak benar. Padahal, kita bertetangga dengan baik tuh bagian dari ajaran Islam. Oya, selain diminta berbuat baik, kita juga dilarang mengganggu tetangga kita. Nabi saw. bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang membuat tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR Muslim)

Kedua, mengabaikan pelaksanaan syariat. Urusan sholat seringkali jadi masalah. Pelaksanaan syariat untuk individu ini acapkali diabaikan. Kalo ortunya aja sholatnya sesukanya, atau bahkan nggak sama sekali, akan menimbulkan dampak bagi anak. Apalagi jika menyuruh atau mengingatkan anaknya saja untuk sholat nggak pernah. Wah, mungkin nggak adil juga kalo di kemudian hari nyalahin anak yang nggak sholat. Wong, orang tuanya aja nggak sholat dan nggak membimbing anaknya untuk sholat. Kasihan juga kan?

Ketiga, dalam kasih sayang dan perhatian. Bila anak tumbuh menjadi liar, keras, pendendam, dan tidak punya sikap penyayang. Tentu tidak muncul begitu saja. Para orang tua yang merekayasa semuanya.

Maka tidak ada ‘horor’ yang lebih menakutkan bagi anak-anak selain kehilangan kasih sayang. James Coleman, dalam Abnormal Psychology and Modern Life, menyebut kekurangan kasih sayang sebagai communicable disease (penyakit menular). Karena itu Islam sebagai agama yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin mewajibkan orang tua untuk mengekspresikan kasih sayang mereka kepada keluarganya. “Orang yang paling baik di antara kamu ialah yang paling penyayang kepada keluarganya,” kata Rasulullah saw. Bahkan Allah Swt. berfirman:

“Bertakwalah kamu kepada Allah tempat kamu saling memohon, dan peliharalah kasih sayang dalam keluarga.” (QS an-Nis?’ [4]: 1)

Suatu? ketika Luqmanul Hakim bercakap-cakap dengan anaknya. “Wahai ayah, apa yang terbaik bagi manusia?”

“Agama,” jawab Luqman.

“Kalau dua?”

“Agama dan harta.”

“Kalau tiga?”

“Agama, harta dan rasa malu.”

“Bila empat?”

“Agama, harta, rasa malu dan akhlak yang mulia.”

“Jika lima?”

Agama, harta, rasa malu, dan akhlak yang mulia dan dermawan.”

Anaknya bertanya lagi, “Jika enam?”

Luqman menjawab, “Anakku, jika yang lima itu berkumpul pada diri seorang hamba maka dia adalah orang yang bertakwa, dan Allah akan menolong orang yang menjauhi syetan.”

Rasulullah saw. bersabda, “Semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR al-Bukhari)

Kenakalan orang tua di masyarakat

Nih, daftar kenalan orang tua di masyarakat. Pertama, menciptakan suasana yang nggak produktif. Wah, yang dipelihara tuh harusnya yang produktif, gitu lho. Ini kok memelihara rasa malas. Kayak gimana sih modelnya? Hmm… kayaknya udah jadi rahasia umum deh kalo untuk bapak-bapak kalo mereka udah kumpul pasti ada aja yang dilakukan yang deket-deket dengan sikap malas. Bapak-bapak kalo mereka berdua, selain ngobrol bisa juga main catur. Kalo berempat, malah ada kemungkinan main gaple. Seringnya sih begitu. Terutama kalo malam hari sambil nemani yang ronda (yee.. justru mereka yang keenakan, ditemani sama yang ngeronda).

Main catur dan main gaple ada yang bilang boleh-boleh aja kalo nggak pake duit alias judi. Cuma nggak muru’ah aja. Nggak menjaga kehormatan diri gitu lho. Maklumlah, orang yang kerjanya cuma gaple aja tiap malam dicap orang pangedulan alias tukang malas (idih, malas ada tukangnya juga ya?). Apalagi kalo main catur or gaple itu dilakukan pagi hari di hari kerja, atau siang hari di hari kerja, kayaknya nggak enak banget dilihat deh. Tul nggak? Kesan yang muncul kan jadinya memelihara kemalasan.

Kedua, menyediakan sarana kemaksiatan. Di kampung halaman saya nun jauh di mata, ada warga masyarakat yang secara terang-terangan ngejualin minuman keras. Berbagai merek dan jumlahnya sangat banyak. Tiap malam pasti ada pesta minuman keras. So, aksi para pemabuk jadi pemandangan yang biasa dilihat setiap malam. Kebanyakan pemabuk adalah remaja. Yang buka warung itu siapa? Orang dewasa. Ya, orang tua yang di masyarakat. Yang seharusnya ikut ngejaga dan mendidik anak-anak remaja. Tapi yang dia lakukan sebaliknya. Menjejali anak baru gede dan remaja dengan minuman keras.

Bukan warga dan aparat sekitar menutup mata dengan adanya pesta mabuk setiap malam di situ. Tapi nih orang bandel banget. Udah dikasih tahu secara baik-baik, nggak mempan. Malah ngelawan. Pengurus masjid yang mendatangi rumahnya untuk menasihati malah diusir dan dicaci-maki. Bahkan sesumbar bahwa bisnisnya nggak bakalan ditutup karena ia udah punya tameng, yakni seorang oknum petugas kepolisian. Duh, jelas banget ini adalah kenakalan yang dilakukan oleh orang tua di masyarakat.

Selain miras, kita juga udah pada apal kalo judi kini udah membudaya. Mulai dari judi togel, sabung ayam, pacuan kuda, taruhan di pertandingan sepakbola, gaple yang pake duit, rolet, casino, sampe judi via fasilitas pengiriman SMS. Waduh, itu sudah jadi tradisi yang berurat berakar. Kalo mo ditelusuri, tentu mereka yang jadi bandar judi adalah para orang tua. Ya, orang tua di masyarakat yang seharusnya menjadi pelindung dan memberikan teladan yang benar dan baik, khususnya bagi anak muda. Ternyata mereka malah memfasilitasi sarana kemaksiatan dan tentunya mencontohkan kenakalan. Menyedihkan banget.

Ketiga, membudayakan malas belajar. Contohnya nih, ibu-ibu yang aktif di pengajian lebih sedikit ketimbang mereka yang atas nama olahraga mengelar senam bersama dengan pakaian yang tentu saja mengumbar aurat. Ini umumnya lho, kalo yang nggak mengumbar aurat ya jangan ngambek. Nah, sadar atau pun nggak, aksinya itu mempengaruhi cara pandang warga sekitar, khususnya anak-anak. Jangan salahkan mereka seratus persen kalo akhirnya juga ikut-ikutan nggak benar akibat dari aksi nakal yang dilakukan para ortu di masyarakat.

Padahal, kalo pengajian digalakan, keterampilan tertentu (seperti menjahit, memasak, menulis, retorika berdakwah dsb) yang bisa dijadikan pegangan dalam menajalani kehidupan terus diajarkan, rasa-rasanya nggak bakalan ada deh yang terus memelihara rasa malasnya untuk belajar. Tul nggak?

Keempat, pendidik yang abai. Mungkin kedengaran aneh ada pendidik yang abai terhadap murid atau santrinya. Tapi memang benar-benar ada dan hal ini kerap terjadi. Ada oknum guru yang mengajarkan asusila kepada murid-muridnya, ada ustadz di pesantren yang nggak konsisten menerapkan disiplin. Faktanya, kalo sempat baca-baca berita ada oknum guru yang melakukan pelecehan seksual kepada muridnya, ada oknum ustadz di pesantren yang ngelarang santrinya untuk ngerokok, tapi dianya sendiri ‘ngebul’ terus saban hari, bahkan dengan atraktif memajang bungkus rokoknya di jendela dan lubang-lubang angin di atas pintu kamarnya. Duilee.. yang begini ini bisa memicu kenakalan anak didiknya. Mengkhawatir banget deh. Semoga saja jumlahnya nggak banyak ortu di masyarakat yang model gini.

Kenakalan orang tua di pemerintahan

Jujur saja, rasa-rasanya kita pantas khawatir jika orang tua di pemerintahan udah nakal banget. Meski tentu kenakalan ortu di rumah dan kenakalan ortu di masyarakat juga tetap berbahaya. Tapi, kalo yang nakal adalah ortu di pemerintahan, dampaknya bisa lebih luas. Bahayanya bisa lebih besar. Sebab, gimana jadinya kalo pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung paling kuat bagi rakyatnya justru malah mencontohkan kenakalan, efeknya jadi global tuh. Oya, apa aja sih kenakalan orang tua di pemerintahan?

Melanggengkan kemaksiatan. Benar, kalo kenakalan ortu di masyarakat cuma menyediakan sarana kemaksiatan, maka negara (dalam hal ini pemerintah) malah melanggengkan kemaksiatan. Yup, melanggengkan kemaksiatan. Karena apa? Karena udah ngasih banyak izin untuk usaha-usaha pelacuran, diskotik, pabrik minuman keras, dan jenis kemaksiatan lainnya. Termasuk menutup mata terhadap problem-problem yang diakibatkan usaha pelacuran, diskotik, peredaran minuman keras dan narkoba, perjudian, dan sejenisnya. Ini adalah bentuk kenakalan ortu di pemerintahan yang sangat membahayakan.

Dengan kekuatannya sebagai pengelola negara, seharusnya para orang tua yang jadi pejabat bisa memberikan teladan yang benar dan baik. Tapi, nyatanya yang menonjol adalah prestasi ancurnya. Jangan salahkan rakyat (termasuk di dalamnya remaja) seratus persen kalo akhirnya mereka jadi amburadul dalam hidupnya akibat kenakalan yang dilakukan para ortu di pemerintahan. Rakyat cuma korban kenakalan yang dilakuan pemerintah yang rata-rata udah pada berumur itu (kalo dilihat dari usia, lho) Iya kan? So, jangan cuma nyalahin remaja dengan melabeli “kenakalan” ketika ada remaja yang nyandu judi, nyandu miras dan hobi mengkonsumsi narkoba, atau jadi pelacur dan sejenisnya. Karena mereka lebih banyak sebagai korban akibat kenakalan yang dilakukan oleh para orang tua di pemerintahan. Tul nggak sih?

Wahai para orang tua, dengarlah kami…

Tolong dong jangan salahkan kami terus. Seolah yang salah tuh remaja, yang selalu nakal tuh pasti remaja. Padahal, kami adalah korban dari kondisi yang ada saat ini. Banyak ortu di rumah yang kurang peduli, kurang menyayangi kami, dan nggak serius mengarahkan kami ke jalan yang benar. Memang nggak semua dari ortu di rumah itu nakal, tapi sayangnya ortu yang baik tuh kalah jumlahnya dengan ortu yang nakal.

Begitupun dengan para ortu di masyarakat, mohon dengarlah keluhan kami. Sudah begitu banyak masalah yang ditimbulkan akibat kenakalan para orang tua di masyarakat yang seharusnya menjadi pilar kedua dalam penegakan hukum. Tapi, mereka malah menyediakan sarana kemaksiatan, menciptakan budaya yang nggak produktif, dan membiasakan malas belajar serta mendidik yang setengah hati. Belum lagi para orang tua di masyarakat yang menjadi pemilik media massa (baik cetak maupun elektronik: koran, majalah, tabloid, radio, televisi, dan juga internet) yang ‘hobi’ menampilkan bacaan, gambar dan tontonan yang merusak akhlak (pornografi, kekerasan, dan seks bebas) yang berlindung atas nama bisnis. Duh, tolong jangan salahkan kami secara mutlak akibat kenakalan ortu di masyarakat ini. Kami udah cukup menderita.

Juga kepada para ortu di pemerintahan, yakni ortu yang menjadi pejabat negara. Seharusnya ini adalah pilar paling kuat dalam penegakan hukum, tapi nyatanya malah ikut-ikutan nakal. Padahal kenakalan yang dilakukannya berdampak lebih besar bagi seluruh rakyat. Wahai para pejabat negara, dengarlah kesedihan kami akibat kenakalan yang bapak-ibu lakukan dengan menerapkan aturan kehidupan yang nggak benar dan nggak baik, yakni Kapitalisme-Sekularisme (termasuk juga Sosialisme-Komunisme). Karena yang benar adalah Islam. Pasti.

Oya, meski yang kita sorot adalah kenakalan orang tua, tapi bukan berarti kemudian sebagai remaja kita berusaha mengampuni diri sendiri dengan menimpakan semuanya kepada kalangan orang tua, karena kita juga wajib belajar dan wajib menjadi benar dan baik dalam hidup ini. Itu sebabnya, meski sekarang kenakalan para orang tua marak, tapi remaja yang tetap baik insya Allah masih ada. Bahkan insya Allah akan terus berjuang mengingatkan para orang tua di rumah, di masyarakat, dan ortu di pemerintahan untuk nggak nakal lagi. Yuk, perbaiki diri kita dan jangan ikut-ikutan nakal. So, mari bina diri kita dengan cara mengkajiIslam dengan lebih semangat dan lebih serius lagi. Semoga ini menjadi renungan bagi kita semua. Ok? [solihin: osolihin@gaulislam.com]

1 thought on “Nakalnya Orang Tua

  1. aku sepakat bahwa orang tuapun mempunyai kenakalan ! oleh karena itu islam mengatakan bahwa sesungguhnya tiap-tiap manusia itu adalah khalifah dimuka bumi ini, makanya mulailah untuk saling mengingatkan untuk kebaikan.

Comments are closed.