Friday, 22 November 2024, 08:56

logo-gi-3 edisi 085/tahun ke-2 (14 Jumadil Akhir 1430 H/8 Juni 2009)


Banyak berita berseliweran di media massa. Dari mulai berita gosip selebriti, kriminalitas, perkembangan ekonomi, fenomena sosial, peristiwa budaya, sampe berita hukum dan politik. Semua menghiasai mata dan telinga kita. Media cetak, media elektronik, hingga internet. Malah media yang memanfaatkan jaringan internet nggak henti-hentinya alias nonstop selama 24 jam sehari untuk menyampaikan informasi. Kita bisa memilih dan memilah informasi semampu dan sesuai keperluan kita. Nggak mungkin lah kalo sampe semua kita perhatiin. Iya nggak sih?

Kamu pasti tahu dong kasus Manohara Odelio Pinot yang kabur dari suaminya, sang pangeran Kerajaan Kelantan, Malaysia? Tahu juga kan kasus Ibu Prita yang ‘berperang’ melawan RS Omni Internasional, Tangerang? Ngeh juga kan seputar gosip artis terkini? Hmm. Tapi kita nggak bakalan bahas itu. Nah, yang sekarang kita bakalan bahas adalah yang ada hubungannya langsung dengan remaja, juga masalah pakaian (khususnya kerudung dan jilbab), yang kemudian ada yang menghubung-hubungkannya dengan masalah politik. Wow, berat amir nih temanya. Ah, nggak juga sih. Tergantung sudut pandang kamu kok. Kalo kamu nganggepnya berat, bakalan berat, tapi kalo kamu anggap masalah ini enteng, insya Allah akan enteng juga. Makanya, supaya nggak berat, pas baca buletin kesayangan kamu ini jangan sambil gendong traktor ya, dijamin nggak berat. Lho, apa hubungannya? Gejlig!

Bro en Sis, sesuai judul dalam tulisan di buletin gaulislam ini, “politik, jilbab, dan remaja”, maka saya ingin agar kamu bisa memahami masalah ini dengan benar sesuai sudut pandang Islam. Kenapa harus Islam? Ya, karena kaum muslimin hanya taat kepada Allah Swt. dan RasulNya, yang udah tercantum dalam ajaran Islam. Islam, sebagai akidah sekaligus syariat bagi kaum muslimin untuk mengatur kehidupan di dunia agar bisa membawa bekal yang benar dan baik bagi kehidupan di akhirat kelak.

Akhir-akhir ini, kamu juga pasti ngikutin berita seputar jilbab. Sebenarnya istilah jilbab yang sedang digembar-gemborkan media massa tuh keliru. Soalnya yang sedang dibicarakan adalah sebenarnya kerudung (bukan jilbab) yang dipakai “senjata” oleh capres/cawapres yang mendompleng isu ini demi naikkin popularitas dan simpati masyarakat supaya tertarik dengan masalah seperti ini dan akhirnya milih dia. Di satu sisi lagi, ada juga yang tidak mempersoalkan masalah kerudung (dan jilbab), karena hal itu tidak akan menyelesaikan masalah ekonomi atau masalah politik lainnya. Maklum, yang bersangkutan sedang dalam kondisi memilih pasangan capres/cawapress yang kebetulan para istrinya boro-boro pake jilbab, kerudung aja kagak. Selain itu, ada juga capres yang kebetulan wanita malah bikin pernyataan ngeles, ketika disinggung soal kerudung (dan jilbab) ini, yang bersangkutan bilang, “Islam ada di hati saya”.

Halah, ternyata masalah kerudung dan jilbab aja bisa dihubungkan dan diikat-kaitkan dengan masalah politik. Jadi ajang untuk saling serang. Ada yang memanfaatkan, ada yang menolak. Nah, gimana nih sikap remaja? Apa yang harus dinilai dan diperhatikan dalam masalah ini? Yuk, kita geber aja bareng agar masalah ini nggak bikin kamu tambah bodoh atau masa bodoh. Setuju kan?

Salah kaprah seputar politik

Kalo kamu ngomongin politik pasti bawaannya males, sebel, dan muak kalo ngeliat para pelakunya. Gimana nggak, politik dalam sistem demokrasi saat ini memang dianggap sebagai jalan untuk meraih kekuasaan. Maka, apapun bisa dilakukan yang penting kekuasaan bisa diraih. Maklumlah, manusia kan memiliki gharizah al-baqa’ alias naluri mempertahankan diri, yang salah satu penampakannya adalah hubbuttamaluk (keinginan untuk memiliki). Memiliki di sini bisa diartikan luas: harta, kekuasaan, jabatan, dan apa saja yang bisa mempertahankan eksistensinya sebagai manusia. Maka, tak heran jika manusia ingin berkuasa atas manusia lainya. So, kalo udah berkuasa apa aja bisa diraih. Nyari harta gampang, nyari orderan nggak sulit, makan enak, rumah megah, keluarga bahagia, kendaraan keren, duit full terus dan beragam fasilitas lainnya. Siapa yang nggak tergiur? Apalagi jabatan tersebut adalah sekelas presiden, wakil presiden, menteri dan pejabat tinggi negara lainnya. Pasti deh bikin asoy untuk dikejar dan diraih.

Bro en Sis, karena politik udah kadung dianggap sebagai sarana meraih kekuasaan, maka saat ini capres dan cawapres beserta tim suksesnya masing-masing giat bekerja dan rajin bikin terobosan. Mencari berbagai isu yang bisa dijual untuk mendongkrak popularitas jagoannya. Jangankan cuma kerudung, hadis dan al-Quran aja jadi laku dijual di masa kampanye. Berharap akan banyak orang yang tertarik dengan capres/cawapres yang religius. Padahal, seperti yang udah-udah, karena niatnya nggak terbukti untuk kebaikan, tujuannya pun bukan untuk menerapkan syariat Islam, akhirnya mereka hanya sholeh sesaat aja. Begitu selesai masa kampanye ya lupa semua. Baik yang menang maupun kalah kembali ke habitat awal khas kehidupan sekularisme: hedonis, dan bahkan yang menang tetap menerapkan demokrasi dan kapitalisme. Padahal, sistem tersebut bertentangan dan bahkan menentang ajaran Islam. Aneh memang. Dan, yang lebih parah adalah rakyatnya yang mau aja dibodohi terus menerus. Kalo kata Kasino Warkop sih, “bodo dipelihara, kambing dipelihara bisa gemuk!” Hehehe..

“Selembar kain” bernama kerudung ini sekarang jadi ngetren: dipuja dan dicela. Satu kubu menjadikan senjata menarik simpati massa, kubu yang lain justru mencela, atau setidaknya meremehkan bahwa hal itu nggak ada hubungannya dengan masalah politil, ekonomi atau kemaslahatan bangsa lainnya. Well, keduanya justru jadi persoalan bagi kita, kaum muslimin. Sebab, gimana pun juga sebenarnya dalam pandangan Islam, masalah politik, masalah kerudung (dan jilbab), serta masalah lainnya seharusnya menjadi perhatian dan diatur dengan benar dan baik. Itu sebabnya, nggak perlulah ajaran syariat menjadi “senjata” untuk saling serang demi meraih kekuasaan. Apalagi nggak ngerti apa-apa tentang syariat itu sendiri. Cuma modal semangat dan niat yang kurang terpuji, ditambah salah juga dalam pemahaman dan pengamalannya. Lengkap sudah kekacauan ini.

Boys and gals, kita jangan terkecoh untuk mendukung satu pihak dan menolak satu pihak lainnya dalam kasus ini, tapi yang perlu kita kaji dan cermati adalah, apakah mereka yang terlibat dalam pro-kontra tentang “selembar kain” itu sudah benar niat dan tujuannya berdasarkan aturan Islam atau belum. Kalo semuanya belum ada niat menerapkan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ngapain didukung? Iya nggak sih? Analoginya gini, apa yang bakal kamu lakukan kalo disodorin ke hadapanmu 3 gelas berisi racun, kamu memilih menolak semuanya atau mencari gelas yang jumlah racunnya sedikit? Kondisi saat ini pilihannya adalah racun semua. Maka, orang cerdas dan takwa, pastinya menolak semua gelas berisi racun. Tapi kalo yang mau coba “bunuh diri” dan menggadaikan akidahnya demi tujuan sempit dan mungkin saja hina, dia akan memilih racun, baik yang racunnya mematikan secara langsung atau mematikan perlahan-lahan. Ah, urusan politik dalam sistem demokrasi-kapitalisme memang payah dan parah. Sistem ini sudah cukup menjadi ‘neraka’!

Berbeda dengan Islam, politik didefinisikan sebagai pengaturan urusan umat manusia. Dalam kitab Mafahim Siyasiyah dijelaskan bahwa politik adalah ri’ayatusy syu’unil ummah, alias pengaturan urusan ummat. Adapaun pengaturan urusan ummat tidak melulu urusan pemerintahan seperti sangkaan banyak orang, melainkan termasuk di dalamnya aspek ekonomi (iqtishadi), pidana (uqubat), sosial (ijtima’i), pendidikan (tarbiyah) dan lain-lain.

Pengen bukti? Nah, Islam telah memberi?kan gambaran yang utuh dalam masalah ini, bahkan sejarah memperlihatkan selama lebih dari 14 abad, kaum muslimin hidup dengan menerapkan aturan Islam. Tidak pernah ada satu masa pun kaum muslimin hidup dengan aturan selain Islam. Catet nih, Bro! Terakhir kaum muslimin hidup dalam naungan Islam adalah di tahun 1924, tepatnya tanggal 3 Maret tatkala Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki alias Konstantinopel diruntuh?kan oleh kaki tangan Inggris keturunan Yahudi, Musthafa Kemal Attaturk. Nah, dialah yang mengeluarkan perintah untuk mengusir Khalifah Abdul Majid bin Abdul Aziz, Khalifah (pemim?pin) terakhir kaum muslimin ke Swiss, dengan cuma berbekal koper pakaian dan secuil uang. Sebelumnya Kemal mengumumkan bahwa Majelis Nasional Turki telah menyetujui pengha?pusan Khilafah. Sejak saat itulah sampai sekarang kita nggak punya lagi pemerintahan Islam. Menyedihkan bukan? Ini tanggungjawab kita untuk menegak?kannya kembali, Bro!

Well, kok bengong? Atau sedih? Soalnya memang itulah gambaran kita saat ini. Coba dari dulu memahami istilah politik seperti ini, pasti nggak bakalan bengong or bingung kayak sekarang. Tapi alhamdulillah, sekarang kamu mulai paham sedikit demi sedikit tentang politik dalam pandangan Islam. Hehehe, sedikit promosi nih, kalo kamu pengen lebih detil membaca dan memahami masalah Islam sebagai ideologi, yang tentu saja mencakup politik di dalamnya, kamu bisa baca buku saya berjudul Yes! I am MUSLIM (Gema Insani, 2007), dan Muda Luar Biasa (Gazzamedia, 2009), infonya klik: www.osolihin.com. Kalo belum punya bisa pinjem atau beli aja kedua buku tersebut ya. Hehehe… Insya Allah bisa lebih puas deh memahaminya, kalo di buletin ini dijembrengin detil pastinya jadi tambah banyak jumlah karakternya padahal jatah halamannya terbatas.

Jilbab sebagai identitas muslimah

Muslimah taat syariat Islam, pasti akan mengenakan jilbab dan kerudung ketika keluar rumah. Soalnya, jilbab dan kerudung adalah pakaian untuk menutupi aurat muslimah. So, kerudung dan jilbab bukan cuma untuk nunjukkin ke orang-orang bahwa dirinya sebagai muslimah, sementara dirinya justru melanggar syariat Islam lainnya. Pake kerudung dan jilbab tapi sekuler, pake kerudung dan jilbab tapi hedonis, pake kerudung dan jilbab tapi ikut mendukung feminisme, pake kerudung dan jilbab tapi membela mati-matian demokrasi. Itu sih namanya aneh yang punya bapak ajaib.

Oya, sedikit nih perbedaan antara kerudung dan jilbab. Jilbab bermakna milh?fah (baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kis?’) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muh?th dinya?takan demikian: Jilbab itu laksana sird?b (tero?wongan) atau sinm?r (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

Nah, kalo kamu pengen tahu penjelasan tambahannya, ada juga keterangan dalam kamus ash-Shahh?h, al-Jawh?r? menyatakan: Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milh?fah) yang sering disebut mul?’ah (baju kurung). Begitu sobat. Moga aja setelah ini nggak kebalik-balik lagi ketika membedakan antara jilbab dan kerudung.

Jadi pakaian muslimah itu? Nah, yang dimaksud pakaian muslimah, dan itu sesuai syariat Islam, adalah jilbab plus kerudungnya. Dan itu wajib dikenakan ketika keluar rumah atau di dalam rumah ketika ada orang asing (baca: bukan mahram) yang kebetulan sedang bertamu ke rumah kita or keluarga kita. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-nya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS al-Ahzab [33]: 59)

Bro en Sis, dengan penjelasan ini semoga kamu jadi tambah paham: apa itu jilbab, pebedaannya dengan kerudung, dan konsekuensinya ketika mengenakan jilbab. Itu sebabnya, kamu jadi tidak mudah tergoda dengan “pro-kontra” kerudung (dan jilbab) yang digunakan untuk kampanye politik dalam rangka meraih kekuasaan. Sebab, gimana pun juga kalo memang yang mau diterapkan sebagai aturan kehidupan adalah demokrasi dan kapitalisme, maka bertaburannya simbol-simbol agama dan poin-poin aturan syariat jadi tidak ada gunanya. Bahkan itu adalah bagian dari upaya menghina ajaran Islam itu sendiri. Wallahu’alam.

So, sebagai remaja muslim, kamu kudu ngeh masalah ini. Sekarang udah banyak orang yang ngerti Islam dengan benar dan mereka ikhlas memperjuangkan dan membela Islam. Mereka yang tidak berambisi meraih atau mengemis jabatan dalam sistem kufur sembari mereka melecehkan Islam. Coba deh, kamu bisa belajar dari mereka. Buletin gaulislam pun berusaha memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam buat kamu semua. Kami berusaha memberikan informasi yang benar seputar ajaran Islam. Jadi, kamu bisa stay tune terus di website gaulislam (www.gaulislam.com).

Oke deh, sebagai catatan terakhir, Islam udah ngasih aturan yang jelas. Sehingga kita seharusnya bisa menerima Islam sepenuh pikiran dan perasaan kita. Nggak ada lagi deh, demi alasan kekuasaan atau tren, syariat hanya dijadikan penarik simpati masyarakat untuk mendukung seseorang yang akan berkuasa. Nggak banget! Jangan sampe kita dibenci oleh Allah Swt. karena kita melanggar (bahkan senantiasa) membangkang perintahNya. Naudzubilah min dzalik. Yuk, kita mulai belajar Islam lebih dalam, lebih luas. Tetap semangat! [solihin: osolihin@gaulislam.com]

4 thoughts on “Politik, Jilbab, dan Remaja

  1. JILBAB; MENGEKANG ATAU ?MEMBEBASKAN? WANITA ISLAM

    Jilbab/kerudung kembali mengemuka dan menjadi topik hangat ketika salah satu pasangan Capres-Cawapres yang kebetulan istri masing-masing mengenakan jilbab, menyentil salah satu pasangan lainnya yang kebetulan pula istri, baik Capres maupun Cawapresnya tidak mengenakan jilbab.

    Topik ini menjadi hangat dan cenderung liar ketika salah satu partai pendukung Capres-Cawapres tersentil menyarankan agar istri mereka memakai jilbab juga. Belakangan kemudian diralat dengan mengatakan jilbab hanyalah masalah selembar/secarik kain (kalau tidak salah ingat) dan seharusnya tidak menjadi isu besar dalam kampanye Pemilu Capre-Cawapres, dalam dunia politik.

    Betulkah jilbab hanya secarik kain? Apakah jilbab mengekang atau membebaskan wanita yang memakainya?

    Beberapa website, portal berita ataupun blog yang sempat saya baca, pada bagian komentar pembaca ternyata terjadi debat atau diskusi yang seru mengenai topik tersebut di atas. Ada yang setuju, ada yang tidak dan ada pula yang menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing individu wanita islam, terserah mau pakai atau tidak karena mengaggap bahwa hal tersebut adalah sebuah pilihan, bukan sebuah kewajiban. Pihak yang tidak setuju umumnya mengatakan bahwa negara kita bukanlah negara Islam (walaupun penduduknya mayoritas menganut agama Islam, malah Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia), negara kita adalah negara dengan ideologi Pancasila, negara bhineka Tunggal Ika, negara majemuk, negara yang menghargai keanekaragaman jadi tidak perlu memakai jilbab, meskipun menurut hemat saya tidak ada hubungannya negara majemuk, plural ataupun apa namanya dengan memakai jilbab bagi wanita Islam. Malah ada yang mengatakan bahwa jilbab hanyalah budaya warisan bangsa Arab, bukan kebudayaan asli Indonesia. Lebih baik memakai kebaya atau yang lainnya.

    Sebaliknya pihak yang setuju, mengatakan bahwa jilbab adalah kewajiban seorang wanita Islam, muslimah sebagaimana yang diperinyahkan dalam kitab suci Al-Qur?an. Kewajiban bagi semua wanita Islam yang beriman, sekali lagi yang beriman.

    Berhubung karena saya bukanlah seorang ahli agama Islam, tidak pula bermaksud untuk sok suci, malah sepertinya masih jauh dari kategori tersebut, maka perhatian saya bukan pada konteks jilbab itu wajib atau tidak dalam Islam, tetapi lebih kepada pengamatan pribadi ataupun fenomena umum yang terjadi di tengah-tengah kita setidaknya dalam kehidupan sehari-hari kita.

    Saya punya pengalaman pribadi pada saat kuliah dulu, ketika baru mengenal atau dikenalkan dengan internet. Ketika itu seorang teman kuliah menunjukkan sebuah situs cerita dewasa http://www.17tahun.com yang berisi cerita, pengalaman pribadi ataupun rekaan, yang pada intinya menceritakan kepada pembaca, pengalaman penulisnya ketika melakukan hubungan seksual yang pada umumnya dilakukan dengan orang yang bukan istri ataupun suaminya, entah pacarnya, pacar temannya, kenalan baru, pembantu, tante-tante, om-om, guru, dosen, pemerkosaan, sejenis/hubungan sedarah (maaf; Ibu kandung, bapak kandung, anaknya) dan lain-lain. Sialnya (he.. he..) saya kemudian membaca sebagian besar cerita tersebut kalau tidak bisa dikatan semuanya.

    Saya menceritakan hal ini bukan bermaksud sebagai sebuah pengakuan pribadi kepada pembaca ataupun apa namanya, tapi ingin memaparkan beberapa hal yang sangat menarik untuk diketahui utamanya perempuan terkait dengan cerita-cerita tersebut.

    Saya hanya ingin mengatakan bahwa pada umumnya motivasi dari para penulis cerita tersebut ketika akan memutuskan akan melakukan hubungan seksual tanpa ikatan (umumnya cerita-cerita tersebut menggambarkan hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan dan umumnya adalah penulis laki-laki walaupun sebagian juga benar atau tidak penulisnya mengaku wanita) diawali dari pengamatan fisik perempuan sebagai objeknya.

    Umumnya pada paragraf-paragraf awal biasanya digambarkan bentuk fisik perempuan yang akan menjadi objek cerita misalnya tinggi badan, kategori cantik atau tidak, usia, bentuk badan seksi atau tidak, perkiraan ukuran payudara, bentuk pinggul, warna kulit, tungkai/betis dan bagian-bagian tubuh perempuan yang lain yang dianggap menarik atau berkesan secara seksual dalam khayali penulisnya.

    Setelah itu digambarkan pula keseharian dari si wanita misalnya jika setting cerita di rumah maka sehari-hari dia melakukan aktivitas apa, memakai pakaian misalnya daster dengan belahan rendah, baju ketat dan seksi, gaun tidur transparan, baju renang, kebaya dan sebagainya. Terus digambarkan pula misalnya si wanita misalnya jika sudah bersuami maka suaminya lagi keluar, lagi bekerja, ke luar kota, janda, istri pelaut dan sebagainya. Jika belum bersuami maka akan digambarkan misalnya si wanita adalah pacar si penulis, rumah atau kost lagi sepi dan lain-lain. Sebaliknya jika setting cerita di luar rumah gambarannya pun hampir sama, apa aktivitas si wanita, memakai pakaian misalnya blazer yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya, lehernya yang putih dan jenjang, betis dan indah; kaos ketat, dan lain-lain. Settingnya misalnya bisa berawal dari kantor entah si wanita atasan atau bawahan, si wanita dan penulisnya sering curhat-curhatan kemudian akhirnya si penulis mengambil kesimpulan jika si wanita misalnya jika sudah bersuami, tidak mendapatkan kepuasan seksual dalam kehidupan rumah tangganya dan sebagainya.

    Kesemua pengamatan fisik tersebut kemudian diolah, sadar atau tidak oleh penulisnya yang pada akhirnya membangkitkan gairah/berahinya. Kemudian dengan tekad kuat (ceileh!) akan melakukan segala cara untuk merealisasikan keinginan seksulnya tersebut, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Singkat cerita si penulis berhasil melampiaskan cita-citanya (he.. he..).

    Faktanya, 90% cerita-cerita seru tersebut memiliki alur cerita seperti tersebut di atas. Wanita selalu digambarkan sebagai makhluk yang seksi karena memakai pakaian ini dan itu, yang mengeksplorasi tubuh perempuan sebagai daya tarik seks dan birahi.

    Ajaibnya jarang sekali dalam cerita-cerita seru tersebut ditampilkan perempuan berjilbab sebagai objek cerita (berbahagialah perempuan yang memakai jilbab). Kalau pun ada, dari sekian ratus cerita, tidak lebih dari 20 (Dua puluh) cerita. Jika ada pembaca yang tidak percaya, silahkan ditelusuri, banyak sekarang situs-situs sejenis yang masih beredar. Tinggal kita mengetik kata kunci ?cerita seru? pada search engine Yahoo ataupun Google maka akan muncul ratusan referensi.

    Dari pemaparan tersebut bisa disimpulkan (masih prematur kali) bahwa fenomena seks tanpa ikatan pada cerita-cerita seru/sex tersebut, yang setidaknya benar-benar terjadi ataupun sekedar rekayasa penulisnya merupakan gambaran kecil bagaimana naluri seksual laki-laki bangkit dan menghendaki penuntasan/pemuasan. Jika kemudian saya menyimpulkan bahwa fenomena tersebut terjadi karena kebanyakan perempuan Indonesia sadar atau tidak mengumbar dan mengeksplorasi bagian-bagian tubuhnya yang dalam Islam adalah aurat, bagian-bagian tubuh wanita yang tidak boleh diperlihatkan kepada yang bukan muhrimnya, bukan berarti saya bermaksud untuk menimpakan semua kesalahan kepada wanita, tapi setidaknya dari kasus tersebut bisa kita petik asumsi awal bahwa ?pameran aurat? perempuan bisa menjadi pemicu ?khayalan liar? laki-laki, walaupun tetap tergantung laki-laki mampu mengekangnya atau tidak.

    Tragisnya sebagian besar wanita Islam tidak menyadari hal tersebut. Sampai-sampai seorang Ustadz mengatakan remaja-remaja putri kita sudah tidak memiliki malu terutama dalam hal berpakaian, pakaian bagian atas mulai turun, sebaliknya bagian bawah dinaikkan. ?Itu ?mah fashion jaman jahiliyah? kata beliau. (terserah pembaca menafsirkan, soalnya itu menurut beliau, bukan saya). Maka jangan heran dengan tingkat kejahatan seksual di Indonesia sangat tinggi, hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan, pelacuran, aborsi dan lain-lain.

    Nah sekarang kita tinggal memilih, Jilbab/kerudung/hijab atau apapun namanya mengekang ataukah ?membebaskan/melindungi? wanita. Silahkan memilih!.

  2. kalo bicara soal jilbab/kerudung or sejenisnya dikaitkan dengan masalah politik saya pikir sudah expired ya… kalo aku liat pakai jilbab sdh bukan kewajiban yg memberatkan karena byk sudah jadi tren/mode yang menjamur….justru masalah yg berat pada perilaku jilbaber(pemakai jilbab) itu sendiri bisa ndak mencerminkan wanita islam?muslimah yang memegang nilai-nilai islam. Terus terang ni ya.., saya agak kecewa dengan para jilbaber sekarang ..baik yang lajang maupun ibu-ibu. Kepalanya pakai jilbab, tapi semua lekuk tubuhnya terlihat jelas ditambah dengan dandanan yang menor…hmmm..
    bukannya tidak boleh dandan..tp mbok yaa yg wajar…gitu tho
    belum lagi cara bicara, dan perilaku dengan lawan jenis..bikin ngurut dada dech… Ibu ku bilang mbok ya, empan papan gitu…

    so…kalo aku lebih ke perilakunya ya..

    Terima kasih atas komentarnya. Menurut kami, masalah agama ini tidak ada yang expired. Apalagi dengan munculnya banyak “manusia baru” yang lahir dari generasi ke generasi. Pasti mereka membutuhkan informasi yang menurut “manusia lama” sudah basi. Meskipun pada faktanya tidaklah basi. Tergantung sudut pandang saja. Pengalaman kami mengasuh remaja, memang begitulah faktanya. Dan, buletin gaulislam ini hadir untuk pembaca remaja yang setiap tahunnya bertambah yang baru. Jadi, meski temanya “muer-muter” di beberapa masalah, tapi kita berusaha membenahi dengan memberikan nuansa pembahasan yang baru.

    Oya, untuk masalah perilaku tentang pemakai jilbab, sudah pernah kami bahas sebelumnya. Silakan buka ratusan artikel dalam arsip kami di website ini. Insya Allah ketemu. Pake fasilitas search dengan keyword jilbab, insya Allah banyak artikel yang membahas ttg hal tersebut. Di website ini, terdiri dari arsip artikel remaja dari tahun 2000. Terima kasih atas komentarnya.

    Redaksi gaulislam

  3. menurut saya , pake jilbab itu hal ide terbaik yang pernah ada.
    kan perempuan itu perhiasan , sudah sepantasnya untuk di tutupi. saya setuju dengan yang Mba’ Tiara bilang, menurut saya. para jilbaber sekarang melenceng dari tujuan jilbab itu sendiri. saya sendiri masih sering mengenakan pakaian ketat. karena , rok atau busana islami itu masih sangat sulit untuk saya kenakan secara rutin.
    terlepas dari itu, saya banyak bersyukur dengan adanya jilbab , karena bisa menutupi rambut saya.

    menurut redaksi sendiri , bagaimana caranya agar membuat para remaja senantiasa mengenakan kerudung , tidak hanya untuk bersekolah saja, tapi di kesehariannya juga !?
    makasih .

Comments are closed.