Friday, 22 November 2024, 23:58

Kewajiban shaum alias puasa di bulan Ramadhan udah tamat. Hari Raya Idul Fitri baru aja lewat. Hidangan ketupat pun habis disikat. Nggak ketinggalan, baju lebaran ikut dipamerkan di lingkungan sanak kerabat. Namun, apa yang kita dapat? Adakah kesan yang dalem yang kita dapet dari Ramadhan kemaren? Tentu, kita sendiri yang tahu.

Sobat, lima tahun lalu, seorang Inneke Koesherawati alias Bunda Arini punya pengalaman religius yang menarik di bulan Ramadhan. Dulunya doi dikenal sebagai bintang film panas sebangsa adegan kebakaran hutan atau dikejar-kejar lahar gunung berapi (upss.. maksudnya, seks!). Ceramah agama yang membanjiri tayangan televisi saat itu memaksa doi untuk menyimak meski dengan rasa malas.

Alhamdulillaah, satu kutipan pernyataan seorang ustadz perihal taubatan nasuha (sebenar-benarnya tobat) bagi pelaku maksiat mampu membuka jalan masuk cahaya Islam di hatinya. Yup, pasca ramadhan itu, doi insyaf dan berusaha mengubur masa lalunya yang kelam dengan ketekunannya mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam.

Ini baru satu contoh kecil aja sobat. Mungkin banyak di antara temen-temen kita yang punya pengalaman sejenis di bulan Ramadhan. Pengalaman unforgetable yang membuka hati dan pikiran kita tentang ajaran Islam. Subhanaalah. Nikmat banget rasanya ketika Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang menunjukkan jalan untuk taubatan nasuha di bulan penuh ampunan ini.

Lingkungan yang kondusif di bulan mulia nan penuh rahmat tersebut bakal jadi berkah bagi insan yang serius, dua rius, bahkan seratus rius berupaya memperbaiki dirinya. Asli. Kita bakal nyesel dunia akhirat bin tujuh turunan kalo cuma mengisi bulan Ramadhan seperti hari-hari lainnya. Tanpa ada peningkatan aktivitas ibadah untuk menyongsong bonus pahala yang Allah obral abis-abisan. Garing banget tuh. Makanya pasca Ramadhan kali ini, nggak ada ruginya dong kalo kita sedikit merenung apa yang udah kita kerjain di bulan suci kemaren. Dan mo ngapain kita setelah Ramadhan berlalu. Lanjuut!

Menengok bekal yang kita punya
Sobat muda muslim, seperti yang udah sering kita denger, Ramadhan merupakan saat yang tepat bagi kita buat ngumpulin bekal dunia dan akhirat. Bekal dunia berupa tambahan ilmu tentang ajaran Islam yang bisa mengokohkan akidah kita di tengah serangan gencar budaya sekular. Sementara untuk bekal di akhirat, Allah membuka pintu rahmat seluas-luasnya di?  bulan suci ini. Seperti sabda Rasulullah saw: “Datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan. Allah menaungi kamu di dalamnya. Dia menurunkan rahmat, melebur dosa, dan mengabulkan permohonan di dalamnya. Allah akan melihat kegiatan dan perlombaanmu di dalamnya. Dia membanggakan ini kepada para malaikat. Maka perlihatkanlah kebaikan dirimu. Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang terhalang dari Rahmat Allah Swt.â€? (HR Thabrani)

Untuk urusan bekal akhirat, memang cuma Allah yang tahu berapa saldo kita dalam catatan amal sholeh. Tapi, Allah udah ngasih rambu-rambu aktivitas mana aja yang bisa menambah pundi pahala kita. Makanya pinter-pinternya kita aja untuk memilih aktivitas yang penuh manfaat dan berpahala. Soalnya, nuansa Ramadhan juga menjanjikan kegiatan-kegiatan yang miskin manfaat dan minim pahala. Sayangnya justru kegiatan model gini yang banyak digandrungi oleh remaja muslim. Waduh!

Di antara kegiatan yang terkategori miskin manfaat adalah aktivitas wasting time alias ngabisin waktu. Dengan alasan nunggu bedug maghrib, bermain untuk mengalihkan perhatian dari lapar dan dahaga banyak diminati. Soalnya kalo udah maen, suka lupa waktu, lupa shalat, lupa tadarusan, lupa ikut ngaji de el el. Tahu-tahu udah bedug maghrib. Padahal baru bada shubuh tadi maennya. Nggak heran kalo permainan dadu sejenis monopoli, halma, atau ular tangga sempet meroket popularitasnya di bulan Ramadhan. Begitu juga dengan keasyikan bermain video game.

Ada juga yang mengisi Ramadhan-nya dengan menambah jam tidur di siang hari. Kalo ditanya alasannya, daripada berbuat maksiat yang bisa batalin puasa, mending tidur. Selain aman, berpahala lagi. Emang sih, tidurnya orang puasa itu berpahala. Tapi, apa bener cuma bermaksiat aja yang bisa dikerjain orang puasa selain tidur? Kalo emang ngerasa ahli maksiat bukannya justru di bulan penuh ampunan ini saat yang tepat untuk bertobat. Dengan hadir di pengajian untuk mengenal Islam lebih dalam, membasahi lisan dengan tadarus al-Quran, atau menghabiskan malam dengan shalat tarawih dan tahajud. Ini baru pilihan yang masuk akal. Betul?

Nah sobat, kebayang nggak bekal yang kita punya kalo model kegiatan di atas jadi aktivitas kebangsaan kita saat Ramadhan kemaren. Padahal perjalanan panjang dengan tantangan yang lebih dahsyat dalam menghadapi ujian hidup dan godaan setan baru dimulai pasca Ramadhan berakhir. Dan kita tahu kalo godaan setan itu nggak mempan kalo keimanan kita mantap. Tapi, gimana kita bisa ngandelin iman kita kalo kesempatan untuk merawatnya di bulan Ramadhan kemaren kita sia-siakan. Nah lho? Rugi banget kan!

Ramadhan berakhir, lebaran hadir
Menjelang Idul Fitri, keramaian di masjid-masjid yang ditemui saat awal Ramadhan berpindah ke pusat perbelanjaan. Perburuan lailatul qadar kalah pamor dengan hujan diskon gede-gedean yang ditawarkan di mal-mal. Semua pada sibuk berbelanja. Lebaran udah kadung dikaitkan dengan penampilan baju, sepatu, tas, sampe dompet serba baru. Padahal, boleh jadi tradisi pemberian baju baru awalnya hanya sebuah bentuk reward alias penghargaan bagi adek-adek kita yang puasanya penuh. Sayangnya, kian hari bentuk penghargaan ini bergeser menjadi tradisi menyambut idul fitri.

Padahal Imam Syafi’i pernah berpesan, “Idul Fitri bukanlah diperuntukkan bagi orang yang mengenakan sesuatu yang serba baru, tetapi dipersembahkan bagi orang yang ketaatannya bertambah�.

Sobat, terkadang kita kebablasan mengekspresikan kebahagiaan menyambut lebaran. Sampe-sampe ngerasa Idul Fitri adalah akhir dari sebuah perjuangan melawan hawa nafsu. Padahal, secara bahasa syawwal artinya peningkatan. Ini berarti, memasuki bulan Syawal seharusnya kualitas ketakwaan kita meningkat seperti pesan Imam Syafii di atas, bukannya malah nge-drop mentang-mentang nggak puasa lagi.

Pasca Ramadhan, setan-setan yang terbelenggu bakal terbebas. Arus budaya Barat bakal kembali menyapa remaja muslim di seluruh penjuru dunia. Gaya hidup hedonis plus pesta pora dijajakan dengan kemasan perayaan Idul Fitri dalam konser-konser musik di berbagai kota. Pergaulan bebas yang sempet direm saat Ramadhan kembali dikampanyekan media massa. Seolah mengajak para aktivis pacaran untuk kembali ke habitat baku syahwatnya. Gaswat kan? Jadi ati-ati ye.

Makanya para shahabat dulu justru bersedih ketika Ramadhan akan segera berakhir. Seperti sabda Rasulullah saw. sebagaimana dituturkan Ibn Mas’ud: “Sekiranya para hamba (kaum Muslim) mengetahui kebajikan-kebajikan yang dikandung bulan Ramadhan, niscaya umatku mengharapkan Ramadhan terus ada sepanjang tahun.� (HR Abu Ya’la, ath-Thabrani, dan ad-Dailami)

Ketika lebaran hadir, idealnya kita udah menjalani masa karantina yang menggembleng kita untuk menundukkan hawa nafsu dan meningkatkan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Sehingga bulan Syawal justru menjadi bulan penentuan bagi kita. Sejauh mana kita bisa mempertahankan keberhasilan Ramadhan. Masihkah kita mampu menjaga lifetime battery akidah kita hingga memasuki masa charge di Ramadhan yang akan datang.

Tetap nyalakan semangat Ramadhan-mu!
Bener sobat. Nggak gampang ngadepin godaan setan di sebelas bulan berikutnya pasca Ramadhan. Apalagi kalo bekal yang seharusnya kita kumpulkan di bulan Ramadhan malah disia-siakan. Tentu perlu perjuangan lebih keras lagi untuk mempertahankan keislaman kita. Idih, kayak mo perang aja persiapanya.

Emang. Saat ini, kehidupan sekular udah menjadi kebiasaan dalam keseharian kita. Mungkin kita baru menemukan nuansa lingkungan yang agak islami hanya di bulan Ramadhan aja. Makanya, mumpung Ramadhan belon lama lewat, tetep jaga semangat kita agar tetap menyala. Caranya?

Pertama, upgrading ilmu. Pasca Ramadhan boleh jadi kegiatan pengkajian Islam nggak lagi ramai diadakan. Tapi bukan berarti nggak ada sama sekali. Tetep ada asalkan kita mau dan serius ngikutinnya. Lebih bagus kalo menindaklanjuti kegiatan pengajian atau sanlat yang udah ada di Ramadhan kemaren. Kan oke punya tuh. Kita dan temen-temen jadi punya sarana untuk menambah ilmu Islam.

Aktivitas menuntut ilmu ini nggak boleh kelewat sobat. Kapan aja, di mana aja, dengan siapa aja kita bisa menambah wawasan Islam. Di dalam maupun di luar bulan Ramadhan. Kok kayaknya penting banget sih ngaji itu? pasti dong. Hare gene, cuma akidah Islam yang bisa menjaga diri kita dari pesona kemaksiatan yang disyiarkan budaya Barat.

Dengan ikut ngaji, kita ada usaha untuk menjaga akidah tetep kokoh dan terpelihara. Nggak gampang dikoyak oleh ide-ide kufur berlabel Islam model pacaran Islami atau kesamaan semua agama yang dikampanyekan musuh-musuh Islam.

Selain ngaji, upgrading ilmu Islam juga bisa kita lakukan dengan menumbuhkan ketertarikan membaca media-media Islam. Nggak mesti yang berat bin kompleks isinya kalo emang kesulitan ngertinya. Masih banyak kok media Islam alternatif?  yang cocok buat remaja tapi tetep terjaga isinya dari kontaminasi ide dan budaya kufur. Coba deh. Asyik lho! (salah satunya STUDIA, deuuu geer banget! Hehehe…)

Kedua, menjaga dan meningkatkan taqarrub Ilallah. Meski nggak ada shalat tarawih di malam hari, shalat tahajjud tetep ada kok. Walau puasa wajib udah berakhir, bukan berarti yang sunnah juga abis dong. Biarpun nggak dikejar target khatam al-Quran dalam satu bulan, tadarus al-Quran masih menjadi ladang pahala tanpa henti lho. Yup, ramadhan emang udah berlalu. Tapi nggak otomatis aktivitas ibadah kita mati kutu. Toh pahala Allah nggak cuman ada di bulan Ramadhan aja kan. Dan malaikat Raqib-Atid tetep bersedia �kerja lembur’ untuk mencatat amal ibadah kita di malam hari. Dengan menjalin kedekatan dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pemberi Pertolongan, tentu nggak ada alasan lagi untuk takut atau bersedih hati menghadapi setiap godaan setan pasca Ramadhan. Betul?

Oke deh sobat, dua tips di atas semoga bisa tetap menjaga semangat Ramadhan kita tetep menyala sepanjang masa. Kita juga pengen lifetime battery akidah kita bertahan lama hingga ajal menjemput. Karena itu, hari lebaran makan ketupat. Pasca Ramadhan tetep semangat. Mengkaji, memahami, meyakini, mengamalkan, dan memperjuangkan Islam.

Dan jangan lupakan puasa sunat 6 hari di bulan Syawal ya. Biar pahalanya tambah lengkap. Seperti diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis, kecuali Bukhari dan Nasa’i, dari Abu Aiyub al-Anshari bahwa Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan diiringinya dengan enam hari bulan Syawal, maka seolah-olah ia telah berpuasa sepanjang masa.� Okeh? Siip dah! [Hafidz]

(Buletin STUDIA – Edisi 267/Tahun ke-6/14 Nopember 2005)