gaulislam edisi 100/tahun ke-2 (2 Syawal 1430 H/21 September 2009)
Nggak kerasa bulan Ramadhan udah berlalu lagi. Sedih rasanya berpisah dengan bulan mulia ini. Sebab, dalam bulan Ramadhan, begitu banyak keutamaannya. Entah kenapa seluruh umat Islam di dunia pasti merasakan keunikan bulan ini. Unik yang bagaimana? Unik karena kita kudu puasa di siang hari. Sementara malamnya, kita sholat malam, kemudian bangun lebih awal untuk sahur dan beribadah lagi. Namun demikian, kegiatan sehari-hari tetap kudu berjalan, walau kadang kurang optimal karena ngantuk, lemes dan susah konsentrasi. Sebenarnya semua kegiatan tersebut biasa aja, dan bukan merupakan hal yang aneh bagi orang Islam. Cuma karena kita jarang melakukannya, kegiatan tersebut terasa berbeda di bulan Ramadhan.
Datang dan perginya bulan Ramadhan pasti akan terjadi sepanjang masih ada kehidupan di dunia ini. Nah, karena sifatnya sudah pasti terjadi, mestinya kita yang udah cukup sering berpuasa Ramadhan. Tentunya udah mahir banget. Sama seperti naik sepeda, pada mulanya terasa sulit. Sering kali kita harus jatuh berkali-kali. Kadang malah sampai berdarah-darah segala. Namun kemudian perlahan kita mulai bisa. Terus berlatih sampai akhirnya jadi mahir banget. Nggak cuma jalan biasa aja yang bisa dilewatin. Mulai dari gunung sampai trek yang biasanya dipake buat skateboard pun di jabanin. Yang semula naik sepeda biasa aja, karena berlatih terus akhirnya kita bisa, lepas stang, jumping, flip 360 derajat dll.
Demikian juga dengan puasa, kalo kita dengerin ustadz di masjid ceramah selama bulan puasa, sering kali mereka menjelaskan kalo bulan puasa adalah bulan latihan bagi umat muslim untuk menahan hawa nafsunya. Kalo kita udah terbiasa berlatih, harusnya kita jago banget dalam berpuasa ini. Semula cuma puasa setengah hari, karena berlatih terus, mestinya tidak akan sulit untuk puasa sehari penuh. Bagi kamu yang biasanya puasa bolong-bolong, jadi bisa puasa full selama 1 bulan tanpa jeda.
Setiap latihan pasti ada tujuannya. Kalo berpuasa dianggap sebagai latihan, terus apa dong tujuannya? Sebenernya tujuannya sudah diungkap oleh Allah Swt. di dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 183 (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Ayat ini cukup populer terutama di bulan Ramadhan. Maksud dari ayat ini adalah pernyataan Rabb manusia yang menginginkan hamba-hambaNya memperoleh derajat yang mulia yaitu menjadi orang yang bertakwa, dengan jalan berpuasa. Secara umum yang dimaksud dengan takwa adalah melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi setiap laranganNya. Dan memang seperti itu yang biasanya terjadi di bulan puasa.
Contoh sederhana, wanita pada rame-rame menjaga auratnya. Baik di tivi sampai di tempat-tempat publik, seperti warung pun banyak yang mengubah jadwal operasional mereka. Menyesuaikan dengan waktu berbuka dan sebagainya. Nah, tersisa sebuah pertanyaan besar setelah kita berpuasa Ramadhan selama 1 bulan penuh: tercapaikah tujuan berpuasa seperti yang di tunjukkan al-Quran? Yuk kita evaluasi diri kita.
Bentuk takwa
Sebelum kita bahas dengan luas (yakni hasil dari panjang dikali lebar, lho kok jadi kayak pelajaran matematika?), kita harus paham terlebih dahulu bagaimana sih bentuk-bentuk takwa yang diajarkan dalam bulan Ramadhan. Tentu agar nantinya kita bisa menggunakan skill ketakwaan yang sudah kita latih selama sebulan penuh, di 11 bulan lainnya.
Pertama, orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap yang Allah Swt. larang. Walaupun sebenarnya larangan tersebut lebih berat. Misalnya makan, minum dan menahan berhubungan dengan suami/istri (bagi yang sudah punya) di siang hari pada saat Ramadhan. Semua yang dilarangan tersebut tidak haram dalam Islam, bahkan sesuai dengan fitrah manusia. Namun selama berpuasa (di siang hari) Ramadhan kita harus meninggalkannya. Beda ceritanya dengan larangan membunuh atau mencuri, yang secara alami, manusia tidak menyukainya, jadi lebih mudah untuk meninggalkannya. Karena itulah larangan ini memiliki derajat yang lebih tinggi, sehingga balasannya pun lebih besar. Sebagai referensi coba kita ingat kembali cerita Nabi Ibrahim yang diperintah untuk menyembelih anaknya sendiri, yakni Ismail (Nabi Ismail). Ini semua dilakukan dalam rangka taqorrub atau mendekatkan diri pada Allah dan meraih pahala dariNya. Inilah bentuk takwa pertama.
Kedua, selama berpuasa kita sebenarnya bebas melakukan kesenangan yang kita inginkan. Mau minum diem-diem, atau makan sembunyi-sembunyi, bisa kok kalo mau. Beda ceritanya kalo dijagain sama pengawas, misal ada polisi di jalan. Biasanya sih pada nurut kalo ada polisinya. Lain halnya juga kalo kita tercegah untuk melakukan hal-hal yang dilarang tersebut, misal dimasukin ke sel/dikurung sehingga nggak bisa makan, minum dengan bebas.
Orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk melakukan kesenangan-kesenangan duniawi yang ada. Namun dia mengetahui bahwa Allah Ta’ala selalu mengawasi diriNya. Jadi meski tidak ada polisi dan juga tidak ada penghalang, orang yang berpuasa memilih untuk tidak melanggar perintah Rabbnya. Sebab, ia merasa selalu diawasi oleh Allah Swt. Inilah bentuk takwa yang kedua.
Ketiga, selama kita berpuasa, terasa banget bagaimana kita menjadi lebih bersemangat melakukan semua ibadah, kenapa ya? Ya karena kita tahu begitu besar balasan yang akan kita terima. Sama seperti seorang pekerja yang disuruh lembur sama majikannya dan selama lembur pekerja tersebut memperoleh bayaran dua kali lipat dari biasanya. Tentunya karyawan itu akan mengharapkan setiap hari adalah hari lembur. Sudah pasti bersemangat menyelesaikan pekerjaannya dan semangat itulah yang menghantarkannya menuju penyelesaian pekerjaan dengan sempurna.
Bagi orang yang berpuasa, mereka akan bersemangat melakukan ibadah. Mereka tahu besarnya pahala yang akan diperoleh. Sehingga akhirnya menghantarkan mereka tidak hanya melakukannya dengan semangat saja namun juga melakukan ibadah dengan sempurna. Sempurnanya amalan dikarenakan semangat dalam melakukannya, merupakan jalan menggapai takwa.
Minimal ketiga bentuk takwa di atas adalah skill ketakwaan yang telah kita latih selama bulan Ramadhan. Lalu apa keuntungan kita dengan memiliki ketiga skill ketakwaan tersebut? Ngaruh emang dalam kehidupan kita? Jelas ngaruh dong, paling tidak ada 4 keuntungan yang kita peroleh:
Pertama, dapat mengendalikan jiwa. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Setiap dari kita adalah pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan. Karena Allah Swt. akan meminta pertanggung jawaban manusia sebagai pemimpin (sesuai dengan apa yang dipimpinnya), maka seorang muslim harus mampu mengendalikan jiwanya. Sebab, kalo dirinya sendiri saja nggak bisa mengendalikan/mengatur jiwanya, bagaimana mungkin dia bisa memimpin/mengatur orang lain?
Selama bulan Ramadhan kita dilatih untuk mengendalikan syahwat dan kesenangan dunia, kenapa? Karena rasa kenyang dengan banyaknya makan dan minum, itu semua biasanya akan membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat, dan menjadi lalai. Puasa mendidik kita untuk tidak lalai dan kufur terhadap nikmat Allah ‘azza wa jalla, yang pada akhirnya akan menjadikan setiap orang mampu mengendalikan jiwanya.
Kedua, dengan terkendalinya jiwa, maka hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal baik dan sibuk mengingat Allah Swt. Apabila seseorang terlalu tersibukkan dengan kesenangan duniawi dan terbuai dengan makanan yang dia lahap, hati pun akan menjadi lalai dari memikirkan hal-hal yang baik dan lalai dari mengingat Allah Swt. Oleh karena itu, apabila hati tidak tersibukkan dengan kesenangan duniawi, juga tidak disibukkan dengan makan dan minum ketika berpuasa, hati pun akan bercahaya, akan semakin lembut, hati pun tidak mengeras dan akan semakin mudah untuk tafakkur (merenung) serta berdzikir pada Allah.
Ketiga, dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, bagi orang yang berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang fakir, miskin dan yatim piatu yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini, orang-orang kaya pun dianjurkan untuk gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu. Fungsi sosial individu biasanya dapat dilakukan dengan mudah selama bulan Ramadhan. Namun kewajiban individu ini memiliki keterbatasan. So, supaya fungsi sosial Islam dapat terlaksana dengan sempurna, tidak bisa tidak, diperlukan peran aktif negara dalam pelaksanaannya.
Keempat, dengan berpuasa akan mempersempit jalannya darah. Sedangkan setan berada pada jalan darahnya manusia. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia pada tempat mengalirnya darah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Jadi puasa dapat ‘membelenggu’ setan yang seringkali memberikan was-was. Puasa pun dapat menekan syahwat dan rasa marah. Oleh karena itu, Nabi saw. menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab bagi orang yang memiliki keinginan untuk menikah namun belum kesampaian.
Jadi yang terbaik
Ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya kita menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya. Sebab, kita udah ditempa untuk meninggalkan berbagai macam maksiat. Orang yang dulu malas shalat 5 waktu, seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Shalat Jama’ah bagi kaum pria, harusnya dapat rutin dilakukan di masjid, sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita yang berusaha mengenakan kerudung dan jilbab, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga.
Rasulullah saw. bersabda, “(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (terus menerus) walaupun sedikit.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah)
Selain itu para ulama juga seringkali mengatakan, “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Sobat GI, untuk menjadi lebih baik di 11 bulan ke depan, kita kudu mengerti skill ketakwaan yang telah kita latih selama bulan Ramadhan dan udah saya jelasin di awal ya. Selain ngerti, juga kudu bisa menggunakannya dalam kehidupan kita hingga betemu dengan Ramadhan lagi. Jangan sampai kita sia-siakan hasil latihan kita selama 1 bulan tanpa bekas. Sebab, itu merupakan satu tanda kerugian amalan seseorang, seperti firman Allah Swt. (yang artinya), “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat.” (QS asy-Syuraa [42]: 20)
Ibnu ‘Abbas menjelaskan, “Barangsiapa yang melakukan amalan puasa, amalan shalat atau amalan shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Namun amalannya akan sia-sia (lenyap) di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari keuntungan dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi.”
Semoga Allah Swt. menerima setiap amalan kita di bulan Ramadhan dan menjadikan kita mampu menggunakan berbagai skill ketakwaan yang telah kita latih di bulan Ramadhan selama 1 tahun penuh hingga bertemu Ramadhan kembali. Semoga Allah memberikan kita petunjuk, ketakwaan, menjauhkan kita dari hal-hal haram dan memberikan kita umur untuk bertemu Ramadhan lagi. Amiiin. Menjadi baik saja belum cukup jika kita mampu menjadi yang trebaik. Yuk, jadi lebih baik lagi! [aribowo: aribowo@gaulislam.com]
Alhamdulillah, Q bangga kpd kalian karena selama ini yang Q amati hanyalah banyak anak ABG yang minus agamannya bahkan mereka mengadopsi budaya barat yang bisa merusak akhlaqul karimah.Oleh karenanya do’a Q senantiasa terpanjatkan Semoga sukses slalu dan jaya!!!!
untk generasi remaja islam inilah artikel yg kucari,,
semoga renungan tsb dapat kita lakukan , amien