Jyllands-Posten mendadak populer beberapa minggu terakhir. Surat kabar Denmark ini yang jadi biang keladi pemicu kemarahan umat Islam sedunia karena telah memuat dua belas karikatur yang menghina Rasulullah saw. pada 30 September 2005 lalu. Dalam salah satu karikatur itu, Rasulullah digambarkan sebagai lelaki yang menggunakan sorban berbentuk bom. Melalui karikatur-karikatur itu, Rasulullah saw. dan Islam dilecehkan sebagai penebar bom dan teroris. Asal deh!
Raed Halihul, salah seorang tokoh Islam Denmark, mengatakan bahwa kisah pelecehan itu bermula dari sebuah buku yang melecehkan Islam, Al-Quran dan Kehidupan Muhammad, yang ditulis Kory Blotikn. Penulis ini meminta kepada para kartunis dan karikaturis untuk membuat gambar sebagai ilustrasi dari ide yang dituangkan dalam bukunya itu. Akan tetapi para kartunis dan karikaturis menolak karena takut terhadap respons balik dari kaum Muslimin.
Penulis buku ini kemudian mendatangi harian Jyllands-Posten. Terus, Jyllands-Posten mengundang 40 pelukis untuk melakukan tugas itu. Sebanyak 12 orang di antaranya menyerahkan kartun yang melecehkan pribadi Rasulullah saw. Kartun-kartun itu selanjutnya menjadi lampiran buku Al-Quran dan Kehidupan Muhammad setebal 272 halaman itu. (Republika, 13/02/06)
Udah jelas-jelas menuai protes, karikatur ini malah dicetak ulang di berbagai surat kabar Eropa. Di Perancis oleh Harian France Soir dan majalah Charlie Hebdo. Di Norwegia oleh majalah Kristen Norwegia, Magazinet. Di Selandia Baru oleh Wellington’s Dominion Post dan Christchurch’s The Press. Di Australia, The Courier Mail, koran terbesar di negara bagian Queensland, juga memuat ulang kartun-kartun tersebut di edisi akhir pekannya.
Alasanya, menurut dua media cetak Selandia Baru yang dimiliki oleh kelompok Australia’s Fairfax itu, pemuatan kartun ini merupakan bagian dari upaya mereka untuk ambil bagian dalam pertempuran antara agama dan kebebasan berekspresi (Republika, 06/02/06). Hmm….nantangin nih ceritanya?
Kaum Muslimin marah
Nggak pake nunggu lama, tantangan yang disodorkan media massa Barat itu dijawab dengan suara lantang oleh kaum Muslim sedunia. Gelombang unjuk rasa di segenap dunia Islam menerjang kedubes Denmark dan Norwegia. Permintaan maaf yang dilakukan pihak Jyllands-Posten melalui? Kantor Berita Yordania, Petra, pun lebih karena telah menimbulkan perasaan tidak enak kaum Muslim. Bukan atas pemuatan kartun tersebut, yang dianggap tetap sah sebagai sebuah kebebasan (freedom). Parahnya, Editor Jyllands Posten, Flemming Rose, malah bertanya, “Minta maaf untuk apa?�
Akibatnya, Sabtu lalu (4/2), gedung Kedubes Denmark dan Norwegia di Damaskus, Suriah, dibakar oleh para demonstran. Esoknya, (5/2) giliran Kedubes Denmark di Beirut, Libanon yang dilalap si jago merah. Lybia menutup kedutaan besarnya di Denmark. Arab Saudi dan Suriah menarik pulang duta besarnya dari Denmark.
Tunisia menyita semua koran terbitan Prancis, France Soir, edisi 1 Pebruari 2006. Iran memutuskan hubungan dagang dengan Denmark. Dan para pemimpin agama negara itu mendesak pemboikotan produk-produk Denmark. Sementara itu perusahaan makanan dari produk susu Denmark-Swedia Arla mengatakan penjualan mereka di Timur Tengah mencapai titik nol karena boikot terhadap produk asal Denmark (Hidayatullah, 03/02/06).? Inilah akibatnya kalo melempar puntung rokok ke dalam genangan bensin. Boom!
Kebebasan pers Barat yang narsis
Dalam masyarakat liberal ala Barat, media massa mereka berhak indepen alias steril dari dogma agama maupun aturan dari pemerintah. Mereka bebas untuk menjual berita atau info sensasional semacam pornografi atau isu SARA yang diminati konsumennya.
Inilah dalil yang dipake koran France Soir, Perancis. “Ya, kami berhak untuk mengkarikaturkan Tuhan,â€? tulis judul utama koran itu. Berita ini dilengkapi dengan kartun “tuhanâ€? dari agama Buddha, Yahudi, Islam dan Kristen yang melayang-layang di atas awan. “…karena tidak ada dogma agama yang dapat memaksakan diri di masyarakat demokratis dan sekuler, (maka) France Soir memuat karikatur yang dipersalahkan tersebut,â€? tulis koran France Soir terbitan edisi Rabu (1/2) (Hidayatullah, 02/02/06)
Padahal, Barat sendiri sering ngerasa risih dengan kebebasan pers yang diagungkannya. Salah satu buktinya, beberapa dekade lalu warga Kristiani, agama yang dianut mayoritas Barat, marah besar ketika John Lennon mengklaim dia dan grupnya lebih populer dari Yesus. Orang Barat juga marah tatkala Madonna memakai kalung salib di dadanya yang telanjang. (Republika, 11/02/06)
Dan baru-baru ini, pemerintah AS dibikin sewot lantaran surat kabar terkemuka Iran Hamshahri di Teheran, menggelar kompetisi menggambar karikatur Holocaust atau pembunuhan besar-besaran kaum Yahudi oleh Nazi dalam Perang Dunia II. Menurut pengelola Hamshahri, kompetisi sengaja digelar untuk menguji sejauh mana batasan dari kebebasan berpendapat yang selama ini didengungkan media massa Eropa. Nyatanya, Gedung Putih merasa terhina dengan adanya karikatur Holocaust itu (Liputan6.com, 08/02/06). Senjata makan tuan nih yee. Rasain lo!
Nah sobat, sekarang ketahuan kan kalo kebebasan pers dalam media massa Barat cuma berlaku buat mereka aja. Giliran mereka yang kena getahnya, ngamuk-ngamuk deh. Mereka ngerasa peradaban mereka paling istimewa sehingga pantas ditauladani dan dimuliakan. Nggak boleh ada yang melecehkannya. Narsis banget kan? Iih…najis deh!
Barat ngiri ama Rasul kita
Kenapa Barat membenci Nabi Muhammad saw.? Pertanyaan ini pantas kita ajukan. Sebab menurut harian The Guardian yang terbit di Inggris, Jyllands-Posten pernah menolak pemuatan kartun Yesus karena dianggap akan membuat marah umat kristen. Tapi mengapa dalam kasus Nabi Muhammad saw. nggak dipake pertimbangan yang sama? Di negara-negara Barat ada larangan mengkritik Yahudi dengan alasan anti-semit. Tapi menghina ajaran Islam dan Nabi Muhammad saw. kenapa nggak masuk dalam kategori sama: anti-Muslim? Ini menunjukkan ada faktor kesengajaan dalam pemuatan karikatur itu.
Kesengajaan media Barat ini kian memperjelas sikap kebencian mereka terhadap Nabi saw. Barat menyimpan religious complex. Mereka dendam terhadap agamanya sendiri. Sejarah mencatat, semenjak abad ke-15, Barat telah memerangi agamanya sendiri dan menonjolkan rasionalisme. Sejak mereka mengenal kebebasan berpikir (renaisans), semenjak itu pula mereka berontak terhadap dogma gereja. Mereka membenci agama mereka sendiri, mereka mengecilkan dan mengucilkan para Nabi. Ironisnya, rasa dendamnya itu mereka lampiaskan pula kepada agama orang lain.
Mereka ngiri terhadap Islam karena mereka nggak punya Nabi yang bisa dijadikan figur panutan dalam menyelesaikan permasalahan hidup yang mereka hadapi. Mereka benci lantaran Muhammad memberikan pemahaman kepada manusia untuk hidup di atas aturan Allah. Sementara Barat justru mengajak manusia untuk hidup berdasarkan aturan buatan manusia dan menjauhkan aturan agama.
Rasio mereka nggak bisa ngerti dengan kharismatik Rasul yang mampu membangkitkan semangat perjuangan dan perlawanan bangsa Arab dan kaum Muslimin di masa lampau terhadap nenek moyang mereka. Bahkan mereka paranoid dengan sistem politik dan pemikiran Islam yang ditularkan Nabi Muhamamd saw. kepada umatnya yang mengancam kelanggengan peradaban mereka saat ini. Walhasil, tindakan pengecut mereka dengan melecehkan Nabi, menunjukkan kalo mereka kehabisan amunisi untuk menjatuhkan Nabi, Islam, dan kaum Muslim secara intelektual. Mereka pantas dikalungi gelar ala Dygta: pecundang sejati!
?
Bersikap cerdas, nggak pake beringas
Sobat, nggak wajar rasanya kalo ada orang diem-diem aja melihat saudara kita yang kita cintai, ayah-ibu yang kita hormati, atau kekasih kita yang sangat kita sayangi direndahkan oleh orang lain. Kalo punya temen model gini, kita wajib bilang ke doi: “mana ekspresinya..?!�
Apalagi ini yang dihina, dilecehkan, dan direndahkan adalah junjungan kita, Nabi Muhammad saw. Kebangetan banget deh kalo ada kaum Muslim yang cuek-bebek dengan pemberitaan ini. Sebab itu menandakan dia nggak cinta ama kekasih Allah. Padahal, kecintaan kepada Rasul menunjukkan identitas kita sebagai Muslim. Nah, kalo nggak cinta ama Rasul, sama aja kita nggak cinta ama Allah Swt. sekaligus melunturkan keIslaman dalam diri kita. Nggak lah yauw!
Dari Anas ra., ia berkata: telah bersabda Rasululah saw: “Tidak beriman seorang hamba hingga aku lebih dicintai daripada keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia yang lainnya.� (Mutafaq �alaih)
Imam Nawawi telah meriwayatkan dalam Syarah Muslim tentang arti cinta kepada Rasulullah saw. dari Abu Sulaiman al-Khathabiy. Dalam syarah itu dikatakan: “…Engkau tidak dikatakan benar-benar mencintaiku hingga dirimu binasa dalam taat kepadaku, dan engkau lebih mementingkan ridhaku daripada hawa nafsumu, meski engkau harus binasa karenanya.â€?
Cinta Rasul berarti ridho ngikutin aturan Islam yang dibawanya; ringan hati kita mendakwahkan ajarannya; dan rela berada di barisan terdepan melawan pihak-pihak yang melecehkannya. Jadi, silahkan aja kalo ada yang mau memboikot produk Denmark seperti yang terjadi di Timur Tengah atau ikut aksi turun ke jalan untuk menyampaikan protes.
Tapi dengan catatan, semuanya mesti dilakukan damai nggak pake anarkis. Karena Rasul sendiri membenci pengrusakan fasilitas umum. Sebaliknya, kita kudu cerdas mensikapi kasus pelecehan ini. Cerdas dalam pengertian memahami kalo penyelesaiannya nggak cukup dengan aksi boikot produk atau turun ke jalan. Lantaran seperti yang udah-udah, sering nggak ada kelanjutannya. Makanya Barat makin tengil menghina Islam dan kaum Muslim.
Cerdas yang dimaksud adalah tegas bin tuntas beresin masalah sampe akar-akarnya biar nggak terulang. Seperti pada masa Rasul dulu. Imam asy-Syaukani (Nayl al-Awth?¢r, VII/213-215) mengemukakan hadis tentang hukuman bagi penghina Rasulullah saw. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. Menuturkan hadis berikut: Sesungguhnya pernah ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi saw. (Oleh karena perbuatannya itu), perempuan itu lalu dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata Rasulullah saw. menghalalkan darahnya. (HR Abu Dawud)
Dengan kata lain, hukuman mati merupakan harga yang pantas bagi pelaku penghinaan terhadap Nabi saw. Mereka sangat layak mendapatkannya. Tapi tentu hukuman ini hanya bisa diberlakukan jika ada Khalifah yang memimpin kaum Muslim. Kalo nggak ada kayak sekarang? Berarti itu tugas kita bersama untuk mewujudkannya kembali agar ada kekuatan untuk melindungi kemuliaan Islam dan menjaga kaum Muslim dari kejahatan musuh-musuh Islam. Yakni berdakwah untuk mengembalikan tegaknya Islam sebagai ideologi negara dan bingkai Khilafah Islamiyah.
Nah, orang cerdas, pasti berdakwah demi tegaknya khilafah dan diterapkannya syariah. Siap banget kan? Go Khilafah go! [Hafidz]
(Buletin STUDIA – Edisi 281/Tahun ke-7/20 Februari 2006)