Friday, 22 November 2024, 06:05

logo-gi-3 gaulislam edisi 108/tahun ke-3 (28 Dzulqaidah 1430 H/16 Nopember 2009)

Dalam sebuah acara reality show di salah satu tv swasta di negeri ini, ditayangkan kisah hidup ‘orang-orang kecil’ yang nun jauh di desa. Nyaris jauh dari sebuah peradaban yang katanya modern. Lengkap ditampilkan dengan seluk beluk perjuangannya untuk bisa survive dalam hidup. Apa pekerjaannya? Bertani, bikin perkakas rumah tangga atau kerajinan tangan, atau malah jadi buruh kasar, sampai kerja serabutan sedapetnya. Dengan penghasilan yang nggak seberapa.

Kebetulan, tokoh yang dipilih udah sepuh alias nenek-kakek atau ibu-bapak paruh baya yang tinggal di sebuah tempat nggak layak huni.. Presenter acara ini dipilih bergantian dari anak-anak muda yang profesinya beragam: mulai mahasiswa, model, anak band, dj, sampai pengusaha. Dalam acara ini mereka kudu ikut ‘magang’ ngelakuin aktivitas si tokoh cerita sehari-hari selama beberapa waktu.

Bagi pemirsa yang termasuk tipe orang dengan kepribadian melankolis yang sensitif terhadap apa yang dia lihat, mungkin pada saat nonton acara ini bisa terbawa emosi dan tak terasa air matanya menitik perlahan menganak sungai (lebay banget nggak sih?). Coz, suasananya emang sengaja di-setting mengharu-biru, Man. Saking seringnya saya lihat adegan yang mirip tiap episodenya (hayo, ketauan sering nonton!). Kadang saya berpikir, kok kehidupan saudara-saudara kita yang kurang beruntung ini kesannya malah dieksploitasi buat kepentingan tertentu dari sudut pandang pengusaha media.

Ya, meski di akhir acara yang berdurasi setengah jam ini ada ending yang bikin mata penonton makin berair dan dada sesak penuh haru, atau minimal berkaca-kaca, tetep aja buat saya jadi malah tambah kasian plus geram segeram-geramnya. Kasian buat yang nonton, air matanya sia-sia dikeluarin, soalnya cuma bisa nonton, bukannya action. Terus geram sama pemerintah yang tega sampai sekarang ngebiarin mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Arrrggghhhh!! Dasar kapitalis!

Sobat muda muslim, ngerasa nggak sih kalo jaman sekarang remaja tuh makin nggak mandiri? Jangan-jangan termasuk kamu yang lagi baca ini? (Heuheu, sory, piss). Kalo mau dibandingin, kontras banget kan? Ambil contoh tayangin tadi. Antara si tokoh dengan si presenter, kesehariannya aja beda. Yang keseleksi jadi host kalo pas kebetulan mahasiswa, umumnya termasuk orang-orang yang hidup di zona nyaman (trapped in comfort zone). Biasa hidup enak. Segalanya tinggal minta. Pokoknya hampir nggak ada yang nggak terkabul. Berbeda halnya dengan sang tokoh, yang segala sesuatunya kudu bahkan wajib untuk dimulai dengan perjuangan dan tak jarang dengan pengorbanan. Paling nggak ada satu nilai yang pengen disampein dalam acara tersebut, kemandirian sang tokoh yang layak ditiru sama pemirsa di tanah air, terutama generasi mudanya. Ayo, kamu boleh tepuk tangan… plok…plok…plok!

No Money, No-Dong?

Apa jadinya negeri kita di masa depan kalo yang mudanya aja males mikir dan males usaha? Ditambah sama budaya gengsinya yang kelewat abis. Menurut Afifah Afra, seorang penulis buku-buku remaja, menuliskan bahwa sebagian besar remaja Indonesia masih menggantungkan hidupnya kepada orang tua, alias tidak mandiri secara finansial, alias miskin. Buat beli pulsa HP aja dikasih dari mamanya. Punya motor atau mobil keren perlu bensin. Untuk beli bensinya? Ya, ‘nodong’ sama papanya. Belum urusan makan dan traktir teman saat ultah. Kadang, bukan uang hasil usaha sendiri kan? Nah, ketahuan banget deh betapa nggak mandirinya remaja Indonesia secara umum.

Bro ens Sis, rasanya jadi barang langka tipe remaja yang mau berwirausaha supaya mandiri. Dulu, jaman saya sekolah sampai kuliah, banyak temen saya (termasuk saya sendiri) sambil sekolah bawa barang jualan. Itu pas SMA, lho. Lumayan kan, buat tambah-tambah beli buku sama jajan. Nggak ada malu, apalagi gengsi. Tapi sekarang? Wah, diacungin empat jempol kalo masih ada yang begitu. Kalo pun ada, jarang banget. Bisa diitung sama jari. Rupanya, yang jadi cardo questionis (inti persoalan, -latin) itu mental remaja kita yang masih senang ‘disuapi’. Saya nggak ngerti, alasan ogah wirausaha alias mandiri itu apa karena belum berani atau nggak mau capek sama sekali. Tanya kenapa?

Jangan kalah sama Bill Gates!

Bill Gates adalah pendiri dan pemilik perusahaan Microsoft (bersama Paul Allen). Pernah beberapa kali tercatat sebagai orang paling kaya di dunia versi Majalah Forbes. Berapa kekayaan Bill Gates? Bos Microsoft ini pernah memiliki harta yang jumlahnya mencapai US 46,5 triliun dolar! Di bawah kendali Gates, Microsoft tumbuh sebagai raksasa software dunia. Mempekerjakan tak kurang dari 55.000 karyawan di 85 negara. Tahun 2004, Microsoft mampu menuai pendapatan hampir US 37 miliar dolar.

Bro, apa kamu nggak ngiler baca kisah hidupnya Bill Gates? Awas aja kalo kamu nyletuk, ”ah saya mah nggak ngiler sama yang begituan. Saya ngiler kalo pas tidur miring”. Pletak!

Sobat muda muslim, kita yang muslim harusnya malu sama doi yang nonmuslim. Sekaligus ngerasa tertantang untuk bisa nandingin. Kita ini umat terbaik, lho. Coba deh baca Surat Ali Imran ayat 110 di al-Quran. Jelas banget kan?

BTW, di negeri kita juga nggak kekurangan sama profil young entrepreneur alias pengusaha muda yang nggak kalah kerennya. Ada Aa Gym yang udah nggak asing lagi buat kita. Atau sebut aja Elang Gumilang, sang kontraktor dan pengusaha property (perumahan) yang sukses meski umurnya baru 24 tahun. Karir bisnis doi yang lulusan IPB dan lagi S2 di UI ini dimulai dari SMA. Dari mulai jualan donat keliling, jualan sepatu, bisnis ayam potong, lampu, minyak goreng, les bahasa Inggris, sempat jadi sales marketing bisnis property, sampai akhirnya ia jadi pengusaha property betulan. Bahkan doi juga sekarang udah mampu bikinin rumah sehat sederhana (RSS) yang diperuntukkan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang harganya terjangkau. Wuih, keren!

Ada lagi Hendy “Baba Rafi” Setiono, ‘arsitek’ Kebab Turki dari Surabaya yang baru berusia 25 tahun. Dua tahun yang lalu, untuk kedua kalinya Hendy meraih penghargaan dari Business Week, setelah setahun sebelumnya juga tercatat sebagai salah satu Asia’s Young Entrepreneurs. Di usianya yang masih sangat muda, ia berhasil membangun dan mengembangkan bisnis franchise Kebab Turki “Baba Rafi” dengan cepat. Hanya dalam jangka waktu 4 tahun, ia berhasil memiliki lebih 140 cabang yang tersebar di 30 kota besar di Indonesia. Hebat nggak tuh?

Kedua anak muda ini layak dijadiin contoh teladan sekaligus cambukan buat kita. Mereka aja bisa mandiri, nggak ngandelin terus ortu. Bahkan udah bisa ‘balik jasa’ sama ortu. Kebayang kan di masa muda mereka udah senang? Kalo dalam bahasa latinnya udah felix meritis alias merasa bahagia karena punya penghasilan. Masa’ kita nggak bisa? So, how do you do, Guyz?

Islam dan wirausaha

Empat belas abad yang lalu, Allah Swt. telah memerintahkan umat Islam untuk giat mencari nafkah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia (rizqi) dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.” (QS al-Israa’ [17]: 12)

Dari ayat ini gamblang banget kita bisa nyimpulin kalo nyari rezeki atau nafkah itu ternyata kewajiban. Salah satunya dengan berwirausaha secara mandiri. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berusaha. Apalagi yang ngerasa cowok yang bakal jadi the backbone-nya keluarga. Artinya, udah kudu latihan ngebiasain diri neh dari sekarang. Biar entar pas waktunya tiba, udah terbiasa nyari nafkah. Rugi kalo sampe nggak dilakuin. Kagak dapet nilai ibadah. Bekerja kan aplikasi dari berdoa. Kalo kata orang latin, laborare est orare, bekerja=berdo’a (hehe.. sori nih pake istilah latin melulu, soalnya nih tampang mirip Antonio Banderas jiahahah… ngibul deh gue!). Tapi tentu, kalo masih sekolah, jangan sampai ‘usahamu’ ngeganggu waktu belajar.

Emang sih, nggak semua orang diwajibkan jadi pengusaha. Tapi yang terpenting adalah mencari nafkah yang halal, yang digunakan untuk kepentingan yang halal juga. Dahulu, para Nabiyullah selain giat berdakwah mereka juga berbisnis. Misalnya Nabi Adam as. yang merupakan petani pertama di muka bumi. Nabi Idris as juga seorang desainer pakaian. Nabi Daud as, adalah perajin daun kurma untuk dijadikan keranjang. Nabi Zakaria as, seorang perajin kayu. Sementara nabi kita Muhammad saw. di masa mudanya terkenal sebagai pedagang yang jujur dengan istri pertamanya yang seorang bussines woman. Kalo di kalangan sahabat, kita pasti sudah familiar dengan sosok Abu Bakar ash-Shiddiq, Utsman bin ‘Affan, juga Abdurrahman bin ‘Auf yang sudah terkenal sebagai pengusaha yang dermawan.

Berkaitan dengan keutamaan mencari rezeki dengan mandiri ini, Beliau saw. bersabda (yang artinya):“Tiada seorang yang makan makanan yang lebih baik, dari pada seorang yang makan dari hasil amal usaha tangannya sendiri.” (HR Ahmad, Bukhari)

Dalam hadis lain, ”Siapa saja yang pada sore harinya merasa lelah dari amal usaha yang dilakukan dengan kedua tangannya sendiri, maka ia pada sore itu telah diampuni dosanya.” (HR Thabrani)

Sobat muda muslim, perlu diingat bahwa Islam nggak pernah mengharamkan umatnya jadi kaya. Justru sebaliknya, mendorong agar umatnya kaya raya. Supaya bisa menolong orang yang membutuhkan. Jadi kalo ada yang mengharamkan harta dunia, itu sebenarnya akibat pengaruh filsafat dan agama di luar Islam. Kayak ajaran Cynis-nya Antithenes di Yunani yang mengajarkan bahwa kesenangan adalah kekejian, dan semua kebanggaan adalah tercela, termasuk kebanggaan dalam penampilan dan kebersihan. Pun dalam Hindu serta beberapa sekte Kristen yang menganggap kekayaan bisa menjauhkan diri dari Tuhan. Hmm.. sudah siap jadi kaya dan dermawan?

Berani mencoba, Bro!

Kata Cicero, Sang Pujangga Latin, aegroto dum anima est, spes est (selama hayat masih di kandung badan, masih ada harapan). Baca deh al-Quran surat ar-Ra’d ayat 11 (yang intinya Allah Swt. nggak bakalan ngubah kondisi suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang berusaha mengubahnya). Jadi, buat kamu-kamu yang baru tercerahkan, terus siap fight untuk jadi a new becommer di blantika wirausaha, ayo semangat! Yakinlah kalo Allah pasti akan memudahkan jalan bagi orang yang sungguh-sungguh.

Maka, tips buat mandiri dimulai dari niat, tentu kudu ikhlas karena Allah. Ya, innamal a’maalu bin niyyaat, usaha itu tergantung niat. Niatkan segala usahamu ini dalam rangka ibadah dan taqarrub kepada Allah. Terus tawakal. Kata Syaikh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari, dalam Kitab al-Hikam, “min ‘alaamatin nujhi fin nahaayaatir rujuu’u ilaallahi fil bidaayaati” (di antara tanda keberhasilan pada akhir perjuangan adalah berserah diri kepada Allah sejak permulaan). Udah gitu kudu ditentuin dulu tujuan dan jenis usaha yang mau dilakonin. Di samping nyiapin modal, baik finance maupun relationship, gali dan asah juga kemampuan berbisnis kita.

Pokoknya jangan menyerah sebelum tetes darah penghabisan. Vergilius yang sekampung sama Cicero bilang, audaes (audentes) fortuna juval (siapa yang memberanikan diri mencoba-coba melakukan sesuatu, dialah yang akan memperoleh kemenangan), yang kalo kata orang Arab man jadda wa jada (siapa yang sungguh-sungguh, pasti berhasil). Tumbuhkan motivasi dalam diri bahwa kamu bisa menjadi apa yang kamu impikan. Jadi nggak sebatas kalimat ‘jika aku menjadi’, tapi ‘aku telah menjadi’. Boleh juga tuh kalo kamu mau nerapin semangat Bushido (satria Jepang) dalam ngerintis usaha ini, biarpun jatu-bangun. Inget juga kan pesan Baginda Rasul saw., “khoirunnaas anfa’uhum linnaas”, sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya buat orang lain” (HR Muslim)

Itu sebabnya, bermanfaatlah untuk orang lain yang membutuhkan. Menjadi dermawan yang kuat imannya, rajin ibadah dan siap membiayai perjuangan penegakkan kembali Khilafah Islam.

Kamu tinggal memilih jenis usaha yang sesuai seleramu. Bisa bisnis waralaba/franchise, usaha jasa pengetikan/penerjemahan, penelitian (riset), penyewaan komputer, kedai makanan, catering, parcel dan karangan bunga, kursus/les pelajaran dan keterampilan, warung kelontong, bengkel, handycraft, servis elektronik, fitness dan gym centre khusus muslim, salon muslimah, desain multimedia dan web, dan masih banyak lagi. Insya Aallah, semuanya pasti menjanjikan selama dikelola dengan baik. Kesimpulannya, jangan tunda untuk telusuri potensi diri sekarang. Jangan ragu mencari informasi yang terkait. Jangan takut untuk memulai. Jangan lupakan dukungan orang-orang di sekitar kita, dan jangan malas untuk terus belajar. Ok?

Bro en Sis, negeri kita ini kaya akan potensi SDA-nya, lho. Alhasil, jangan sampai kita seperti tikus yang mati di lumbung padi, yang bahasa latinnya magnas inter opes inops (miskin di tengah-tengah kekayaan yang berlimpah). Salam Mumtaz! [anto apriyanto, the spirit of soul | antoputri_1924@yahoo.com]

2 thoughts on “Yuk, Jadi Entrepreneur!

Comments are closed.