Sunday, 24 November 2024, 07:12

Menjelang Ramadhan, semua stasiun televisi rame-rame bikin promo acara yang bakalan ditayangkan di bulan Ramadhan. Dalam rangka menyambut Ramadhan dan mengisi Ramadhan, televisi kita dihiasi acara yang religius abis. Sinetron macam Indahnya KaruniaMu, Kembang Surga, Cahaya Surga, Taqwa dan lainnya hadir menemani saat berbuka kita atau setelah selesai tarawih. Menjelang buka puasa, kita dihibur dengan acara seperti 1/2 Apartemen, Sambil Buka Yuk!, Taman Ramadhan dan sejanisnya.

Nggak cukup segitu, saat sahur pun kita masih ditemani sekaligus dihibur oleh acara-acara di televisi seperti STAR alias Stasiun Ramadhan, Kerajaan Sahur, Sana Sini Sahur, Gerebeg Sahur, Komidi Putar dan acara serupa lainnya. Televisi berubah wajah. Tadinya belepotan dengan acara yang umum dan kesannya “nakal�, kini dalam rangka mengisi Ramadhan, televisi menjadi lebih sopan. Entah karena niat tulus mengisi Ramadhan dengan tayangan yang bernuansa islami, atau untuk menarik simpati kaum Muslimin di negeri ini. Wallahu’alam. Cuma Allah yang tahu soal itu.

Cuma sayangnya nih, ketimbang informasi keilmuan yang disampaikan di layar kaca itu, ternyata lebih banyak banyolan atau guyonannya. Meski tentu, dikemas sesuai dengan nuansa Ramadhan. Ada sih ceramahnya dari ustadz yang mengisi, tapi durasinya kalah jauh dengan banyolan dan kuis. Ya, seperti yang kamu lihat sendiri di layar kaca tersebut.

BTW, senang nggak sih kamu ngeliat acara televisi kayak gitu rupa?

Teman kita, Rani namanya, pas ditanya saat chat bareng STUDIA di YM (Oya, Yahoo! ID STUDIA nih: redaksistudia, boleh di-add) doi ngasih komen, “Bagi gue, asyik-asyik aja sih, apalagi ada kuisnya. Gue merasa terhibur. Lagian bete banget kalo ceramah mulu. Kalo ada hiburannya apalagi lawakan gue jadi fresh, gitu lho� tulis Rani yang anak Jakarta en masih sekolah kelas 2 SMK ini santai banget.

Lain Rani, lain Tuti. Doi cewek Bandung baru kuliah semester satu di salah satu perguruan tinggi negeri di sono, dan kayaknya sebel banget ama tayangan Ramadhan yang kebanyakan banyolan itu. Tuti bilang sih, “Aku nggak suka. Jujur. Sebel banget. Sama sekali nggak dapet ilmu dari acara tersebut, kecuali sedikit banget. Itu pun kalo pemirsa ngeh. Soalnya disampaikan juga dengan banyolan kayak di acara Sana Sini Sahur. Di acara itu ada pemain yang memerankan seperti gaya Aa Gym. Duh, kasihan banget tuh Aa, jadi bahan guyonan,� Tuti panjang lebar. Waduh Tuti, sampe keriting nggak tuh jari-jarinya? Hehe.. untung kita copy-paste aja dari body chat di YM. Kalo nggak, pegel juga ngetik ulang cerocosanmu ini. Oke deh, thanks banget ya udah mau chat ama STUDIA.

Sobat muda muslim, Rani dan Tuti bisa saja berbeda pendapat. Sebab, setiap orang memang berpendapat sesuai dengan mafhum alias pemahamannya tentang kehidupan ini. Kalo Islam dijadikan sebagai “cara hidup�, tentu jawabannya bakalan beda dengan kita yang memandang Islam sebagai pengetahuan atau informasi belaka. Tul ndak?

Eh, masih ada satu lagi nih teman kita yang kebetulan disita waktunya sama STUDIA buat chat di YM. Tapi insya Allah bermanfaat ya. Hmm.. namanya Andri. Asal Palembang. Udah kelas 3 SMA. Andri ngasih komen lumayan bijak dan juga panjang lebar. Menurutnya, “Saya merasa gembira dengan adanya acara religius di televisi saat Ramadhan ini. Itu artinya, kaum Muslimin, khususnya pengelola televisi masih punya kepekaan. Kalo waktu Ramadhan masih nayangin acara yang error juga, itu namanya muka badak. Cuma, ya aku juga terus terang menyayangkan banget karena acara-acara bernuansa Ramadhan itu dikemas dengan hiburan. Udah gitu, kebanyakan hiburan yang nggak berkelas banget. Banyak guyonnya. Jadinya kita nggak merasakan kalo Ramadhan itu mulia dan bermakna. Ramadhan udah kehilangan nyawanya,� tulis Andri nggak mau kalah panjang ama Tuti. Padahal, chat-nya kita terpisah lho, nggak pake fitur conference di YM. Hehehe.. abisnya enak kali ya kalo nulis. Bisa ngungkapin maksud sedetil mungkin.

Oke deh, makasih buat Rani, Tuti dan juga Andri yang udah mau sharing ama STUDIA. Ternyata soal ini memang pro-kontra ya. Itu semua bergantung pemahaman kita soal kehidupan ini. Perilaku kita, perasaan kita, pikiran kita, semuanya bergantung dari pemahaman kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang beriman, bertakwa, berilmu, dan beramal shaleh. Agar bisa melakukan sesuatu dengan benar dan baik menurut Islam.

Dampak media massa
Sobat muda muslim, keberadaan media (saluran atau channel) dalam komunikasi massa, menurut pakar komunikasi politik AS Harold D. Laswell adalah mutlak. Saluran komunikasi atau media massa inilah yang akan menyalurkan atau menyebarkan pesan (massage) dari komunikator ke komunikan dan akan memberikan efek pada keduanya. Ada empat aktivitas pokok yang menjadi fungsi media massa antara lain: Pengawasan lingkungan; Korelasi antar bagian masyarakat dalam menanggapi lingkungan.; Transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi berikutnya.; dan Entertainmen.

Nah, di abad yang disebut Alvin Toffler sebagai abad informasi ini, media massa memiliki posisi strategis lho, dimana informasi merupakan sentral dari perhatian, pemikiran dan kegiatan manusia. Semua aktivitas manusia pasti membutuhkan informasi. Karena informasi memiliki efek yang mendalam terhadap berlangsungnya proses produksi konvensional, proses berfikir itu sendiri dan bahkan terhadap proses kehidupan kita.

Nah, fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar, majalah, tabloid, dan radio siaran), yakni memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Tapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi. Karakteristik televisi yang utama adalah audio-visual, yakni dapat dilihat dan sekaligus dapat didengar. Jadi dari segi pengaruh atau efek kepada masyarakat jelas sedikit lebih kuat ketimbang efek yang ditimbulkan media massa cetak. Tul nggak sih?

Sebagai contoh adalah MTV (Music Television). Enam kata mengubah budaya Amerika selamanya, “Ladies and gentlemen, rock and roll!�. Dengan deklarasi singkat pada 1 Agustus 1981 itu sebuah generasi telah lahir; Generasi MTV. Bahkan generasi ini lebih heboh ketimbang generasi bunga (hippies) di tahun 60-an. Dengan menjadikan musik sebagai menu utama dalam siarannya selama 24 sehari itu, MTV telah berhasil memberikan warna tersendiri bagi kehidupan pemirsanya. Dan sampai tahun 2001 saja, MTV telah ditonton di lebih dari 350 juta rumah dan 70 persen di antaranya di luar AS. Pemasukan MTV pun kian menggelembung hingga mencapai angka 3 milyar dolar AS per tahunnya. Bayangkan, gede banget kan? (matamata.com, 1 Agustus 2001)

Profesor Robert Thompson, pengajar di Syracuse University, yang menonton dan menganalisis TV bagi kehidupan manusia, mengatakan bahwa MTV membidik kelompok masyarakat yang khusus dan memberi mereka identitas. Ketika MTV hadir, industri benar-benar berubah. Tiba-tiba musik tidak lagi sekadar suara yang bagus, tetapi juga yang terlihat bagus.

Nah, nggak heran banget kan kalo akhirnya televisi bisa menjadi guru bagi pemirsanya. Ini baru satu contoh kasus. Kasus lainnya yang hadir di televisi seringkali menginspirasi orang untuk berbuat hal yang sama dengan adegan yang ditayangkan di televisi. Anehnya, informasi yang kurang baik lebih banyak tersebar di sana. So, ati-ati deh.

Termasuk dalam rangka mengisi Ramadhan ini, akhirnya kita, sebagai bagian dari masyarakat yang nggak bisa lepas dari televisi dalam hidup kita, entah untuk mendapatkan informasi keilmuan atau hiburan, seringkali tanpa sadar menjadikan televisi sebagai rujukan.

Kalo udah kayak gini, pengaruh televisi pasti udah menjasad dalam keseharian kita. Malah susah dibedain mana tayangan yang menginspirasi kita atau sebenarnya tayangan tersebut terinspirasi dari perilaku masyarakat yang dibidik pengelola televisi? Nggak tahu pasti alias rada susah ngelacaknya.

Sobat, kita sebenarnya nggak ingin banget kehilangan makna Ramadhan gara-gara terpengaruh tayangan Ramadhan di televisi yang malah kian ngejauhin kita dari ketakwaan yang coba ditumbuhkan di bulan mulia ini. Tapi, nyatanya memang demikian. Kita jadi merasa santai dalam menjalani Ramadhan ini karena nggak ada tambahan ilmu. Padahal, kita lebih banyak hobi nonton televisi ketimbang baca buku atau dengerin ceramah ustad kalo kultum tarawih dan kuliah subuh atau di acara sanlat. Nah, lho. Ayo, ngaku! Hehe..bukan nuduh nih.

Ah, andai saja televisi lebih banyak menayangkan acara keilmuan tapi dibikin fun suasananya. Misalnya, ustadnya yang gaul soal remaja, ngerti masalah kehidupan remaja, ada selingan nasyid yang oke. Terus, isinya yang membekas di benak pemirsa. Meski menjelaskan “hitam-putihâ€?, tapi nggak terkesan kaku, garing dan menggurui. Tetep asyik dan cair. Ilmu dapat, hiburan berkualitas juga kita rasakan. Asyik banget kan? Betul itu! Tapi…

Eh, yang muncul malah hiburan an sich, bahkan seringkali melanggar hukum syara, seperti di acara Sana Sini Sahur ada yang memerankan sebagai banci. Waduh!

Sobat muda muslim, jujur aja bahwa soal ini bisa menjadi pengaruh buruk dari tayangan televisi kepada pemirsanya. Bukannya mendidik, tapi malah menjerumuskan dan memelihara kebodohan masyarakat. Tragis banget kan?

Pada sadar ngapa?
Semoga saja, ke depannya umat mulai sadar. Umat menjadi cerdas dan nggak mau dibodohin terus. Bila perlu langkah praktis yang mungkin dilakukan adalah dengan cara nggak usah pada ikutan terlibat di acara tersebut. Misalnya jangan berpartisipasi dalam kuis yang digelar. Bisa juga dengan ngirim surat protes ke stasiun televisi tersebut atau menulis di berbagai media massa melalui surat pembaca.

Ini memang kesannya terlalu mengkhayal, tapi bukan mustahil juga kalo kita coba. Sebab, kalo nggak ada yang ikutan ngirim SMS atau telepon, kita insya Allah yakin kalo acara itu bakalan sepi. Dampaknya, mungkin pengelola televisi akan mengevaluasi acara tersebut.

Boleh dicoba juga ngirim surat protes. Seperti pernah kejadian untuk kasus tayangan Bantal alias Bercanda Tengah Malam yang diprotes ribuan orang baik lewat surat maupun e-mail, yang akhirnya acara tersebut distop penayangannya. Bisa aja kan ini kejadian juga di acara-acara yang mengisi Ramadhan? Dan kemudian diganti dengan program acara yang benar dan baik. Tapi mungkinkah?

Sobat, kalo upaya kita pengen menjadi kenyataan, insya Allah harus ditempuh juga jalur sistemik, selain yang teknis seperti yang disarankan tadi (nggak terlibat di acara tersebut dan mengirimkan pernyataan bernada protes). Bahkan cara sistemik ini insya Allah diyakini bakalan bisa lebih tokcer.

Nah, apa yang bakal kita lakukan? Yaup, mari kita mengubah masyarakat dan negara ini dengan aturan Islam. Campakkan ideologi Kapitalisme-Sekularisme yang selama ini kita peluk dan jadikan Islam sebagai ideologi negara untuk mengatur kehidupan. Bukan yang lain. Untuk mewujudkan itu, bisa dimulai dari sekarang dengan getol mengkampanyekan Islam lewat dakwah secara lisan maupun tulisan agar umat paham dan menyadari kekeliruannya selama ini, lalu berubah dan bergerak bersama untuk menerapkan Islam sebagai ideologi negara di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

Sobat, ini bukan khayalan, tapi sebuah kepastian. Insya Allah. Semoga Ramadhan ini menjadi saat yang tepat untuk perubahan ke arah yang lebih benar dan baik. Dan cuma Islam yang menjanjikan kebaikan. Tentu, ketika Islam diterapkan sebagai ideologi negara. Semangat! [solihin]

(Buletin STUDIA – Edisi 313/Tahun ke-7/2 Oktober 2006)