Monday, 30 December 2024, 23:18

logo-gi-3 gaulislam edisi 119/tahun ke-3 (17 Safar 1431 H/1 Februari 2010)

Pepatah yang sering kita dengar adalah: “tak kenal maka tak sayang”. Ya, kalo kita nggak kenal sama seseorang, kita nggak akan sayang. Begitupun kalo kita nggak kenal sama Islam, maka kita nggak akan bisa sayang sama Islam. Apalagi sampe menjadi pembela dan pejuangnya. Iya nggak sih?

Bro en Sis, selain pepatah yang udah bertahun-tahun kita hapal itu, kita juga perlu membudidayakan (idih, emangnya lele dumbo?), maksudnya mensosialisasikan pepatah: “tak kenal maka tak benci”. Sebenarnya nggak ada yang aneh dengan istilah ini. Sebab hanya lawan kata saja dari pepatah pertama. Ya, ini juga kudu kita pahami. Bahwa kita nggak bakalan benci sama seseorang kalo kita nggak kenal siapa dirinya. Kita nggak bakalan benci sama ide-ide yang bertentangan dengan Islam, kalo kita nggak mengenalnya. Iya nggak sih?

Coba, kamu pasti nggak bakalan ngerasa benci setengah idup sama Si Babeh sang penjagal itu. Sebelumnya apa pernah kamu tahu siapa doi? Nggak juga kan? Baru deh setelah media massa ramai menjadikan doi sebagai berita kita jadi tahu kesadisan doi. Kita benci banget karena doi tega-teganya membunuhi anak-anak jalanan dan bahkan mensodominya. Bejat bener tuh orang! (hehe..ini salah satu rangkaian kalimat yang spontan keluar dari mulut kita atau nengalir deras dalam tulisan kita). Kenapa bisa benci? Karena udah mengenalnya, atau minimal mengetahui perilakunya yang bejat itu. Iya kan?

Bro en Sis, ini artinya bahwa kita seharusnya mampu mengetahui dan mengenali segala sesuatu. Supaya kalo kita tahu dan kenal, maka kita akan bisa memutuskan pendapat kita. Bisa menilai dan memberikan kesimpulan. Bisa sayang, bisa benci. Bisa bahagia, bisa kecewa. Mungkin saja bersenang-senang, bisa juga bermuram-durja. Semua itu, setelah kita mengetahui dan mengenalnya. Itu sebabnya, kita harus bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Siapa yang perlu didukung dan siapa pula yang wajib dilawan. Cara pandang kita yang akan menentukan sikap dan perilaku kita. Dan, sebagai muslim kita harus menjadikan Islam sebagai tolok ukur dalam berbuat dan berpendapat. Setuju kan? Kudu!

Kapitalisme-Sekularisme? Benci banget!

Secara singkat saya coba jelasin buat kamu nih. Biar kamu kenal dengan sistem kufur ini. Yup, kapitalisme adalah ideologi dan sistem yang lahir dari doktrin sekular yang diadopsi Eropa setelah runtuhnya kekuasaan gereja dalam arena politik. Kamu kayaknya pernah dengar deh semboyan pas revolusi Perancis: “Gantung kaisar terakhir, dengan usus pendeta terakhir”. Nah, itu sebagai protes dari rakyat Perancis waktu itu untuk mengakhiri kekuasaan gereja terhadap urusan pemerintahan. Jadi, nih Kapitalisme tuh ‘akidahnya’ adalah sekularisme.

Soalnya dulu kekuasaan gereja ikut andil banget dalam menentukan kehidupan bernegara. Menurut Victor Hugo (dalam History of Free Thought, hlm. 147, dalam kutipan di buku PeradabanBarat dalam Kacamata Islam, www.irib.ir), sejarah gereja yang sebenarnya bukan saja dapat dibaca lewat halaman-halaman buku, tetapi juga di celah-celah baris catatan resmi. Gereja telah menyebabkan Parnili dihukum cambuk sehingga hampir saja menemui ajalnya. Hal itu terjadi lantaran ia menyatakan bahwa bintang tidak jatuh dari jalan yang telah ditentukan. Pihak gereja melemparkan Campland ke dalam penjara sebanyak 27 kali karena dia mengklaim adanya kehidupan selain di bumi. Gereja menyiksa Harvey karena membuktikan bahwa darah beredar lewat urat dan saluran darah di dalam badan.

Oya, Hugo menambahkan bahwa gereja juga memenjarakan Galileo karena dia menyatakan bahwa bumi mengitari matahari, sebuah pernyataan ilmiah yang kontradiktif dengan teori yang terdapat dalam perjanjian lama dan baru. Gereja memenjarakan Christopher Columbus yang menemukan benua tanpa memberitahu Saint Paul. Gereja memvonis setiap penemuan hukum alam, evolusi dunia, ataupun benua yang sebelumnya tidak diramalkan oleh kitab suci, sebagai sebuah pelanggaran moral. Gereja menyingkirkan Pascal dan Montey karena dianggap tidak bermoral, dan Muller dengan tuduhan pencabulan.

Karuan aja, sikap model gini bikin panas masyarakat, khususnya para ilmuwan dan cendekiawan saat itu. Mereka menganggap bahwa kalangan gereja terlalu ngatur dan ngekang akal mereka. Setelah banyak protes di sana-sini dari rakyat, akhirnya dicari jalan tengah, yakni urusan pemerintahan diserahkan kepada kalangan negarawan, dan urusan agama diberi wewenang kepada pihak gerejawan untuk mengaturnya. Begitu cerita singkatnya.

Sekarang, konsep sekularisme ini berkembang, apalagi setelah diadopsinya HAM alias Hak Asasi Manusia. Nah, salah satu konsep fundamental  yang lahir dari sekularisme adalah adanya keharusan negara atau kelompok atau individu untuk melindungi hak manusia dalam kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan individu.

Dari prinsip kebebasan kepemilikan muncul sistem ekonomi kapitalis. Demokrasi, atau konsep ‘kedaulatan rakyat’, adalah sistem politik yang juga lahir dari keyakinan sekular, tapi sebagai sistem politik demokrasi kurang menonjol dibandingkan sistem ekonomi kapitalis. Meskipun secara teoretis demokrasi memberikan kekuasaan legislasi kepada rakyat, tapi pada kenyataannya mereka yang memiliki kekayaan ekonomi adalah pihak yang secara riil memiliki kekuasaan.

Bro, sistem ekonomi kapitalis boleh dikata bisa mengendalikan dan mengambil peran dalam pemerintah, dan pembuatan kebijakan di Barat hampir sepenuhnya didorong oleh faktor-faktor ekonomi. Dari pemikiran ekonomi kapitalis lahir konsep benefit dan interest, dan keharusan untuk memaksimalkan benefit dan interest individu dan masyarakat. Konsep ini menjadi driving force sistem politik dan kebijakan luar negeri negara-negara Barat. Terus nih, para kapitalis, yaitu mereka yang menguasai kapital dan kekayaan, adalah penguasa yang sesungguhnya.

Contohnya aja nih, kalo ada pilkada alias pemilihan kepala daerah (termasuk pilpres tentunya), tuh yang berperan bukan cuma calon bupati atau gubernurnya aja. Tapi juga ada tim sukses. Nah, tim sukses inilah yang akan bekerja nyari dukungan, termasuk pencarian dana. Dananya dari siapa? Ya, dari para konglomerat yang punya modal. Ikhlas? Hmm.. dukungan tuh nggak ada yang gratis, man! Kalo nanti ‘jagonya’ kepilih jadi bupati atawa gubernur (atau yang lebih keren lagi, presiden), maka proyek-proyek di daerah itu, atau dalam skala nasional kalo yang dukung adalah presiden, bakalan jatuh ke tangan penyandang dana tersebut. Di Amerika juga sama. Bahkan ada konglomerat asal Indonesia yang punya bank di sini, ikut patungan untuk pemilihan presiden Bill Clinton beberapa tahun silam.

Oya, perlu diketahui bahwa demokrasi bukanlah monopoli sekularisme. Komunisme juga mengklaim dirinya demokratis dan mengklaim bahwa pemerintahan berasal dari rakyat.  Oleh karena itulah, ideologi ini lebih tepat disebut Kapitalisme, dengan sekularisme sebagai landasannya alias akidahnya. (Diadapatasi dari M. Ramdhan Adi, Globalisasi; Skenario Mutakhir Kapitalisme, al-Azhar Press, 2005)

Komunisme-Sosialisme? Halah, benci juga!

Walah, jadi nostalgia deh kalo ngomongin sosialisme dan komunisme. Soalnya apa? Soalnya secara institusi nih ideologi udah “wasalam”. Udah nggak diemban lagi oleh negara besar sekelas Uni Soviet atau USSR (Union of Soviet Socialist Republics) yang udah bubar pada tahun 1991. Banyak yang seneng dengan bubarnya Uni Soviet, terutama negara-negara pengemban kapitalisme. Oya, grup rock sekelas Scorpion juga ikutan bikin satu lagu manis berjudul Wind of Change sebagai bentuk ‘syukuran’ berakhirnya era sosialisme-komunisme.

Saat ini, sosialisme-komunisme praktis berakhir. Secara individu atau kelompok masih ada yang memperjuangkan. Negara kecil juga masih ada sih yang menerapkan, Vietnam salah satu contohnya. Nama resmi negaranya adalah Socialist Republic of Vietnam. Selain Vietnam, Korea Utara dan Cina adalah dua kekuatan negara Sosialisme yang masih dianggap sebagai ancaman bagi Amerika, meski Uni Soviet udah hancur.

Bro, pada dasarnya sosialisme tuh muncul sebagai tandingan kapitalisme, lho. Sosialisme sebagai bentuk perlawanan kepada kapitalisme yang udah bikin sengsara kaum buruh di Eropa pada abad 19.

Emang sih, pada satu sisi industrialisasi–dengan kapitalisasinya–telah mendorong dengan pesat laju produksi barang dan jasa. Akan tetapi industrialisasi juga bertanggung jawab terhadap kesenjangan dan krisis sosial yang merugikan kaum buruh. Upah kerja rendah, jam kerja panjang, eksploitasi tenaga anak dan wanita, serta pabrik yang kurang–bahkan tidak–memperhatikan keamanan kerja dan kesejahteraan kaum buruh.

Muncul kemudian Robert Owen (1771-1858) di Inggris, Saint Simon (1760-1825), dan Fourier (1772-1837) di Perancis berusaha memperbaiki kondisi buruk ini. Didorong rasa kemanusiaannya mereka memformulasikan teori-teori tentang sosialisme. Namun usaha mereka tidak dibarengi dengan tindakan nyata, maupun konsepsi nyata mengenai tujuan dan strategi dari perbaikan itu. Sehingga teori-teori mereka dianggap sebagai khayalan semata. Terutama oleh Marx dan Engels.  Muncul kemudian istilah Sosialisme Utopis.

Karl Marx (1818-1883) dari Jerman, tampil ke depan.  Ia juga mengecam keadaan ekonomi dan sosial yang bobrok akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalistik. Untuk mengubah kondisi bobrok masyarakat tersebut, Karl Mark berpendapat bahwa masyarakat harus diubah dengan perubahan radikal (revolusioner) bukan dengan perubahan tambal sulam. (baca Robert A. Isaak, International Political Economy (terj. Ekonomi Politik Internasional; pentj. Muhadi Sugiono; ed.I, Juli 1995, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta)

Terus Marx menyusun teori-teori sosial bertumpu pada hukum-hukum ilmiah. Ia menamakan teori sosialnya dengan nama Sosialisme Ilmiah (Scientific Socialism), untuk membedakan pahamnya dengan Sosialisme Utopis. Dalam menyusun teori-teori sosialnya Marx banyak dipengaruhi oleh filsuf Jerman Hegel (1770-1831, terutama filsafat Hegel tentang dialektika. Kemudian ia dan Engels menerbitkan berbagai macam karangan, salah satunya yang paling masyhur adalah Manifesto Komunis dan Das Kapital.

Bro, sosialisme-komunisme nggak bertahan lama lho. Cuma 70-an tahun diterapkan sebagai ideologi negara oleh Uni Soviet. Karl Marx sebagai konseptornya. Sementara Stalin, Lenin dan pemimpin berikutnya sampe bubar di tahun 1991 adalah sebagai pelaksana aturan hukumnya.

Berbeda dengan kehidupan Kapitalisme yang individualistis, Sosialisme memiliki prinsip kesetaraan. Dalam Kapitalisme, kalo pun berkelompok atau berserikat, tapi kepentingan pribadi lebih menonjol. Sementara dalam sosialisme nggk boleh ada ambisi pribadi untuk memiliki apa pun. Semuanya harus sama. Karena kepentingan pribadi bisa ngerusak kesatuan. Konsepnya sih gitu deh. Tapi kenyataannya?

Ya, tapi kenyataannya nih, pemikiran itu cuma teori doang. Prakteknya nol besar. Buktinya, para petinggi partai komunis berebut harta dan kekuasaan. Bukan hanya itu, pejabatnya juga sering mengeksploitasi rakyat dan mengatasnamakan rakyat untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Itu sebabnya, jangan heran kalo muncul lelucon-lelucon satire (sindiran) oleh banyak rakyat Soviet. Kalo nggak percaya silakan baca buku Mati Ketawa Cara Rusia. Dijamin ngakak sendiri, tapi sekaligus bikin kita mikir. Ya, karena sosialisme-komunisme juga nggak ada bedanya ama kapitalisme kalo dilihat dari merusaknya.

Oya, kayaknya kamu perlu tahu deh bahwa ‘akidahnya’ Sosialisme adalah materialisme. Prinsip materialisme menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada hanyalah materi belaka. Nggak ada Tuhan, nggak ada ruh, atau aspek-aspek kegaiban lainnya. Jadi, materilah asal-usul segala sesuatu. Materi juga merupakan dasar eksistensi segala macam pikiran. Dari ide materialisme inilah dibangun dua ide pokok dalam Sosialisme yang mendasari seluruh bangunan ideologi Sosialisme, yakni Dialektika Materialisme dan Historis Materialisme. (Ghanim Abduh, Kritik Terhadap Sosialisme-Marxisme, Pustaka Al-Izzah, 2003)

Nah, atas dasar ide materialisme ini, dengan sendirinya agama nggak punya tempat dalam Sosialisme-Komunisme. Sebab agama berpangkal pada pengakuan atas eksistensi Tuhan, yang jelas-jelas diingkari oleh ide materialisme. Bahkan agama dalam pandangan kaum sosialis hanyalah ciptaan manusia yang tertindas dan merupakan candu yang membius rakyat yang harus dimusnahkan dari muka bumi.

Itu sebabnya nih, menurut Sosialisme hubungan negara-agama dapat diistilahkan sebagai hubungan yang negatif. Dalam arti Sosialisme telah menafikan alias secara mutlak eksistensi dan pengaruh agama dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Agama merupakan candu masyarakat yang harus dibuang dan dienyahkan. Begitu deh singkatnya. Oke? Kalo pengen lengkap sekarang udah banyak buku-buku yang bahas tentang sosialisme, baik pandangan pemikir Kapitalisme, Islam, maupun dari praktisi Sosialisme-Komunisme sendiri. Biar mantep, gitu lho.

Islam adalah ideologi

Bro en Sis, jelas banget kalo Islam tuh adalah ideologi. Itu sebabnya, jangan lagi kita menganggap bahwa Islam cuma ngurus soal akhirat aja. Islam lihai juga lho ngurus dunia. Tapi dengan catatan, yakni kalo Islam diterapkan sebagai ideologi negara. Jadi, mulai sekarang biasakan untuk memahami Islam sebagai ideologi. Oke?

Sekadar menekankan aja nih, bahwa nggak ada keraguan kalo akidah Islam tuh menjelaskan bahwa sebelum ada kehidupan dunia ini ada Allah Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan; bahwa Allah Pencipta manusia telah menurunkan aturan-aturanNya ke dunia ini untuk mengatur kehidupan manusia; dan bahwa manusia akan menuju alam akhirat dengan dimasukkan ke dalam surga atau neraka—begantung pada terikat-tidaknya dirinya dengan aturan-aturanNya. Itulah realitas akidah Islam yang harus diyakini oleh setiap Muslim.

Karena itu, agama Islam tidak boleh dipisahkan dari kehidupan. Seorang Muslim diperintahkan untuk menaati Allah Swt. di rumah, di pasar, di mal, di kendaraan, di kantor, di sekolah, di masjid, di ruang pertemuan, di mess, di hotel, dan di setiap tempat. Demikian juga ketika makan, minum, berpakaian, berakhlak, beribadah, dan berbagai muamalah. Semuanya kudu ngikutin aturan Allah Swt. dan RasulNya.

Boys and gals, Islam adalah agama yang nggak bisa diceraikan dari politik (baca: negara). Itu sebabnya, Imam al-Ghazali berkata: “Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.” (Dalam kitabnya, al-Iqtishad fil I’tiqad hlm. 199)

Nah, mulai sekarang, tanamkan pemahaman tentang Islam sebagai ideologi agar lebih mantep mengenal dan meyakini Islam. Supaya makin sayang sama Islam. Sebaliknya, kenali lebih dalam kapitalisme, sosialisme, komunisme, sekularisme, liberalisme, dan keyakinan serta semua ideologi rusak lainnya agar kita makin benci dan mencampakkan aturan-aturan kufur tersebut. Hanya Islam yang wajib tegak di muka bumi ini, bukan yang lain. Setuju kan? [solihin: osolihin@gaulislam.com | http://osolihin.com]

3 thoughts on “Tak Kenal Maka Tak Benci

  1. kalau tak kenal maka tak’ aruf !!!!!!,biar lebih tau siapa itu kapitalisme,komunisme, and islam.mana yang rusak n mana yang the Best.ternyata yang the Best is Islam.

Comments are closed.