Friday, 22 November 2024, 02:38

logo-gi-3 gaulislam edisi 141/tahun ke-3 (23 Rajab 1431 H/ 5 Juli 2010)

Budayawan Umar Kayam pernah nulis buku, “Mangan ora Mangan Kumpul”. Ini memang diambil dari kultur masyarakat Jawa secara umum di masa lalu, bahwa makan tidak makan yang penting ngumpul. Artinya, dalam kondisi apapun, baik susah maupun senang tetap kumpul bersama keluarga. Makan itu simbol bahwa kita senang. Nggak makan perlambang kalo kita susah. Jadi, apapun kondisinya, sing penting ngumpul, rek!

Nah, kalo sekarang saya plesetkan jadi mangan ora mangan yang penting facebook! Hehehe… soalnya ngeliat fenomena yang ada, kok orang betah banget berintim-ria dengan facebook. Sehari nggak ketemu situs jejaring sosial ini perasaannya kok seperti nggak plong. Masih menyimpan penasaran. Meski praktiknya, sekadar ngecek status teman atau melihat apakah ada permintaan teman baru yang masuk ke akun facebook kita. Jika ada remaja yang tak bisa lepas dari facebook meskipun untuk itu dia nggak makan, berarti udah parah tingkat ketergantungannya kepada situs jejaring sosial ini.

Facebook emang bisa dijabanin kapan aja, situs itu nggak peduli orang yang mengunjungi dan bekumpul di komunitas yang difasilitasinya udah makan atau belum. Makan secara fisik dengan memasukkan makanan ke tubuh bisa jadi akan tahan beberapa saat, tapi yang tak bisa dilakukan orang yang terkena facebook addict itu adalah tahan dari tidak berinteraksi dengan sesamanya di dunia maya. Agar bisa tetap berinteraksi dengan teman-temannya di dunia tersebut, dia akan ambil jatah uang makannya untuk beli pulsa telepon agar bisa ngenet terus. Atau setidaknya nongkrong di warnet. Waduh!

Bro en Sis, karena facebook juga bisa diakses via ponsel, maka akan lebih banyak lagi pengguna yang kecanduan situs jejaring sosial bikinan Mark Zuckerberg ini. Nggak perlu pake komputer. Maka, kita saksikan ada tukang bakso keliling yang asik main facebook. Meski doi nggak punya komputer, online bisa tetap jalan asal punya ponsel, Bro. Ya, lagian kalo pun punya komputer pasti bakalan ribet karena harus dibawa keliling sambil jualan bakso. Tukang bakso aja tetap bisa online di facebook dengan fasilitas layanan GPRS atau 3G yang tertanam di ponsel yang dimilikinya. Hebat bener facebook, bisa mengubah cara pandang orang tentang makna pertemanan dan eksistensi diri meskipun di dunia maya.

Banyak sudah komentar dan sindiran kepada orang-orang yang “facebook addict” bertebaran di dunia maya seperti di blog dan website. Gambar-gambar yang dihadirkan lucu-lucu. Ada foto tengkorak lagi ngetik pake notebook, terus yang muncul di layar notebooknya adalah logo facebook. Foto menarik lainnya ada yang posenya orang yang sedang berhubungan seksual di balik selimut. Yang muncul di situ, ada satu tangan yang keluar dari balik selimut yang menggambarkan sedang menekan tombol enter di laptop yang berlogo facebook. Tentu, meski mungkin dalam kenyataannya di lapangan sulit dibuktikan faktanya bahwa ada yang sampai seperti itu, tapi bisa kita rasakan. Bahwa banyak orang yang tidak bisa lepas dari facebook. Mereka rela menahan lapar dan haus asalkan tetap bisa online di facebook. Waduh, jangan-jangan di bulan Ramadhan nanti banyak orang ngabuburit dengan nongkrong di facebook nih?

Facebook emang fenomenal dan mengasikkan, tapi kalo sampe kita nggak makan gara-gara facebook itu kebangetan. Bahwa facebook bisa juga ada manfaatnya memang iya, tapi kan nggak mesti berbuat konyol dan punya prinsip: mangan ora mangan, yang penting facebook. Ah, itu lebih dari kebangetan, yakni: Sungguh terlalu! (backsound: tunjukkan dengan ekspresi Bang Rhoma ya!) Hehehe..

Facebook Addict

Gila kerja, meskipun hal itu berdampak kepada bertambahnya pendapatan, tetap saja ada yang dikorbankan. Salah satunya, waktu berharga bersama keluarga. Gila belajar, meskipun ada manfaatnya, namun tetap saja ada yang diabaikan. Salah satunya, kita menjadi pribadi yang hanya fokus kepada belajar, belajar, dan belajar. Gila bola, akan menjadikan orang rela menjadi suporter fanatik sebuah klub atau timnas yang berlaga di piala dunia, misalnya. Mereka yang gila bola, rela memasang atribut timnas tertentu, memiliki koasnya, bahkan di Polman (Polewali Mandar) ada seorang pria tewas tersengat aliran listrik saat hendak memasang bambu basah—karena bambu tersebut mengenai kabel listrik bertegangan tinggi—untuk mengibarkan bendera timnas Belanda sesat setelah tim negeri kincir angin itu meremukkan Brasil di perempat final Piala Dunia 2010 lalu. Halah!

Bro en Sis, gila kerja memang ada manfaatnya, gila belajar juga tak sedikit manfaatnya. Namun bukan berarti harus terus begitu sepanjang waktu. Selain kudu menghemat tenaga untuk bisa istirahat, juga agar kita tak selalu fokus ke satu masalah. Sebab, ada waktu yang juga kita alokasikan untuk istirahat, berhubungan dengan orang banyak dari berbagai kalangan. Ssst.. kalo gila belanja gimana? Wah, itu berdampak tidak baik bagi diri kita, meskipun ada manfaat bagi para penjual produk karena produknya pasti laku kalo di dunia ini banyak orang yang gila belanja.

Ngomong-ngomong soal kecanduan, ternyata nggak cuma narkoba yang bisa bikin orang kecanduan. Seks bisa bikin orang kecanduan juga lho. Kalo itu dilakukan suami-istri sih nggak masalah. Yang jadi masalah adalah ketika dilakukan oleh mereka yang bukan mahrom. Kita prihatin dengan seks bebas yang kian marak dilakukan remaja dan orang dewasa yang lemah iman tapi kuat nafsunya (setidaknya kalo itu diukur dan dilihat dari PNDK alias Penulusuran Nafsu Dan Kekuatan, hehehe). Obat-obatan tertentu pun bisa bikin orang ketagihan untuk terus mengkonsumsi.

Ada ketagihan yang lain nggak? Hehehe.. ada. Ya, salah satunya ketagihan untuk online. Sebelum ada situs jejaring sosial bernama Facebook, orang sudah banyak menghabiskan waktu di depan komputer untuk chatting, untuk kumpul-kumpul di komunitas grup diskusi. Apalagi kalo udah berselancar nyari data. Bisa data yang bermanfaat, maupun data yang tidak bermanfaat. Situs porno pun jadi tempat mangkal netter yang ketagihan cerita dan gambar erotis. Belum lagi game online. Halah makin tekun deh tuh di depan komputer!

Maniak-online juga bisa membahayakan lho, meskipun ada manfaatnya. Ya, kalo seharian online, apa nggak bosen tuh? Facebook-an seharian apa nggak pegel? Kalo sampe kamu ngerasa kehilangan facebook sehari aja, itu tandanya kamu sudah kecanduan. Uring-uringan kayak orang kebakaran kumis (bagi yang punya kumis tentunya), kalo yang nggak punya kumis, ya ibarat orang kebekaran bulu keteknya. Hihihi..

Bro en Sis, kalo sampe tiap hari kamu merasa kudu online terus di facebook,  waspadalah! Sebab, bisa jadi kamu mulai terkena gejala “Facebook Addict” alias kecanduan facebook. Bawaannya liat hape pengennya langsung browsing dan yang terbayang di pikirannya logonya facebook plus teman-teman dunia maya tempat ngumpul bareng secara virtual. Pengen tahu “status” terbaru teman-teman yang ada dalam list kita. Penasaran dengan apa yang dikerjakan mereka saat ini. Geregetan pengen nyapa, pengen cari informasi, pengen komentar, pengen ngasih “jempol” tanda suka dengan statusnya. Bener lho.

Saya, pada awal-awal kenal facebook, meski nggak sampe ‘gila’, tapi sering nongkrong di situs jejaring sosial. Cuma kalo saya tertantangnya pengen mengeksplorasi apa aja fitur dan fungsinya. Diulik (bukan diulek lho!) semua fitur yang ada. Satu per satu saya cobain dan praktikkan. Setelah merasa puas, barulah jarang buka-buka lagi. Toh, cuma “gitu-gitu” aja. Saya lebih memilih memfungsikan semaksimal mungkin fitur yang cocok untuk berbagi manfaat dengan teman lainnya. Untuk update status juga perlu dipilih isinya lho. Jangan sampe cuma nyampah aja. Tapi pastikan yang bermanfaat bagi teman kita yang baca. Misalnya tentang motivasi, kutipan hadis atau ayat al-Quran, bisa juga info kegiatan positif dan sejenisnya yang memang bermanfat.

Waktu yang terbuang

Yuk, kita kalkulasikan waktu yang kita korbankan untuk ngenet dan mangkal di facebook dengan waktu kita di tempat lain yang lebih bermanfaat. Misalnya, dalam sehari kita nongkrong di facebook minimal 5 jam, itu udah parah lho. Berarti dalam sebulan waktu yang habis untuk ‘bermesraan’ dengan situs jejaring sosial ini adalah (150 jam, yakni 30 hari dikali 5 jam). Silakan hitung sendiri jika dikonversi dengan duit yang kudu dikeluarkan untuk beli pulsa telepon. Juga yang terpenting, soal memanfaatkan waktunya itu lho. Waktu 5 jam itu kalo dibagi-bagi buat istirahat, belajar, dan bekerja bisa sangat berharga.

Oya, waktu yang dipake 5 jam sehari untuk facebook-an itu, baik waktu 5 jam itu secara berturut-turut atau memanfaatkan waktu di sela-sela aktivitas lain, tetap aja ada waktu yang secara khusus dialokasikan untuk main-main di facebook. Saya kok nggak merasa yakin kalo remaja yang mangkal di facebook itu memanfaatkannya dengan kebaikan. Masih ragu gitu lho. Soalnya, yang saya tahu lebih banyak dipake sekadar “hiburan” dan “main-main” saja. Mungkin ada juga yang memanfaatkan untuk dakwah misalnya, tapi jumlahnya tak sebanyak yang dipake untuk main-main. Sori ya, bukan nuduh tapi emang ada faktanya. Kalo kamu baca artikel ini nggak ngerasa sampe facebook addict, ya jangan tersinggung. Namanya juga nggak ngelakuin ya jangan ngaku. Heheh.. anggap aja dalam contoh ini adalah teman kamu. Ok?

So, waktu 5 jam sehari main facebook aja udah kebanyakan, apalagi yang lebih dari 5 jam sehari online terus, bisa-bisa jadi manusia online deh. Itu namanya udah sampe taraf kecanduan lho. Ati-ati jangan sampe kamu terkena “Facebook Addict”. Pikirin lagi sebelum berbuat, dan yang pasti, kamu tinggal lebih banyak di dunia nyata. Bukan di dunia maya dan bukan cuma di facebook. Ok? Dunia tak seluas “update status, news feed, atau note” di facebook. Manfaatkan waktumu dengan cara yang benar dan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupmu dan bekal di akhirat kelak. Akur ya? Harus! (ciee… saya kok jadi ngatur-ngatur gini?). Ngatur-ngatur? Kalo untuk kebaikan, kenapa nggak? Yes!

Manfaatkan waktu

Waktu yang kita miliki bisa jadi amat luang dan lapang, namun adakalanya kita nggak bisa memanfaatkan untuk hal-hal yang benar dan baik. Jasiem M. Badr dalam buku Efisiensi Waktu dalam Islam memberikan alternatif cara mengefisienkan waktu: Pertama, pergerakan (kegiatan) terarah. Untuk mencapainya, seseorang kudu memprogram dan menggariskan tujuan geraknya. Dan pastikan bahwa tujuan dari setiap gerak itu nggak boleh lepas dari haluan Allah. Misalnya untuk dakwah, untuk beramal shalih lainnya, untuk ibdah, bekerja dan semua yang bermanfaat dan bernilai ibadah.

Kedua, bergaul dengan masyarakat. Ini juga penting, sebab waktu kita jadi lebih bermanfaat, apalagi kalo kita adalah pengemban dakwah, tanpa bergaul dengan masyarakat, alamat aktivitas kita nggak ada apa-apanya. Jadikan masyarakat itu sebagai lahan dakwah kita. Jadi gaul dong. Jangan hanya gaul dalam urusan yang nggak bener doang. Meskipun di faceboo kita juga dakwah, tapi jangan sampe dakwahnya hanya di dunia maya aja. Ok?

Ketiga, suka membantu orang lain. Keberadaan orang lain di sekitar kita jangan dianggap sebagai bilangan doang, tapi juga kudu diperhitungkan. Kalo mereka membutuhkan uluran kita, ya kita kudu peduli. Sabda Rasulullah saw.: “Barangsiapa yang melapangkan suatu kesulitan di dunia bagi seorang mukmin, maka Allah pasti akan melapangkan baginya suatu kesulitan di hari Kiamat.” (HR Muslim)

Keempat, menjalani lima perkara yang disukai para sahabat, yakni selalu bergabung dengan orang-orang shaleh yang aktif, mengikuti sunnah Rasul saw., memakmurkan masjid, baca al-Quran, dan jihad fii sabilillah.

Kelima, membaca. Kata Imam Ahmad: “Kebutuhan manusia terhadap ilmu penge­tahuan itu porsinya lebih besar daripada kebutuhan makan dan minum. Kebutuhan makan dan minum dalam sehari bisa dihitung, tapi mencari ilmu adalah sebanyak tarikan napas kita. Ilmu akan menerangi jalan hidup kita.”

Jadi jangan sampe kita nyesel seumur-umur akibat kita menzalimi diri sendiri. Sebab, kita nggak bakalan diberi kesempatan ulang untuk berbuat baik atau bertobat, bila kita udah meninggalkan dunia ini. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertaubat lagi.” (QS ar-Rûm [30]: 57)

So, jangan sampe hidup kita hanya diisi dengan kegiatan yang nggak ada manfaatnya. Apalagi karena kehidupan akhirat kita hanya membutuhkan bekal sebanyak mungkin amal shalih. Bukan amal salah. Yuk, mulai sekarang tinggalkan segala aktivitas yang merugikan kita. Meski mungkin tampaknya aktivitas itu bakalan nguntungin menurut penilaian kita; popularitas, harta, kesenangan dan sebagainya. Tapi kalo itu maksiat kepada Allah, nggak ada artinya kan? Kalo aktif di facebook gimana? Manfaatkan seperlunya saja (khususnya untuk dakwah). Jangan berlebihan dan jangan sampe kecanduan mengaktifkan facebook untuk hal-hal yang miskin manfaat, apalagi maksiat. Setuju kan? [solihin: osolihin@gaulislam.com]

2 thoughts on ““Mangan ora Mangan”, Facebook!

  1. setuju dgn kang solihin,tetap “solih” membawa kebenaran…hei..para kawan2ku yuk..kita bawa bangsa ini benar2 bangsa yg “besar”…he..he..

Comments are closed.