gaulislam edisi 687/tahun ke-14 (6 Jumadil Awwal 1442 H/ 21 Desember 2020)
Sebentar, kok gaulislam bahas tema gini, sih? Eh, emang nggak boleh? Remaja perlu tahu juga lho soal beginian. Gimana pun juga korupsi itu perbuatan asuberdiri, eh, asusila. Ini ada di semua level. Dari yang ecek-ecek bin receh sampai yang jumlah duitnya bikin tenggorokan nelen ludah. Malah ada juga korupsi di lembaga yang seharusnya melayani masyarakat terdampak pandemi atau bencana. Dilakukan seorang menteri pula. Korupsi bahkan sudah jadi tradisi turun temurun sejak lama.
Masih ingat, kan? Kasus korupsi Bansos (Bantuan Sosial) yang membuat Menteri Sosial (sekarang sih udah jadi mantan) Juliari Peter Batubara menjadi tersangka? Kasusnya adalah penyelewengan terhadap penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat yang terkena dampak Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Majalah TEMPO edisi 19 Desember menuliskan laporan panjang kasus ini. Pada 5 Desember 2020, Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan Juliari menjadi tersangka penerima suap bantuan sosial. Sebelumnya, KPK mencokok pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso, dan sopirnya; Sanjaya, Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja; broker Harry van Sidabukke; serta beberapa orang lain di Jakarta dan Bandung. “Penyerahan uang dilakukan pada Sabtu pukul 02.00 di salah satu tempat di Jakarta,” kata Firli.
KPK menyita duit Rp 14,5 miliar dalam penangkapan tersebut. Pemberian fulus itu diduga bertujuan agar Juliari dan anak buahnya memilih perusahaan Ardian dan Harry sebagai vendor penyedia bansos di kawasan Jabodetabek. Ardian dan Harry menjadi tersangka pemberi suap, sedangkan Juliari dan dua anak buahnya, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, menjadi tersangka penerima suap.
Dari pengusaha ini, Juliari diduga telah menerima suap senilai Rp 17 miliar. Duit ini dipungut dari pemotongan dana bantuan sosial sebesar Rp 10 ribu dari paket bahan pokok seharga Rp 300 ribu. Selama delapan bulan ini, sudah 23,708 juta paket atau total senilai Rp 6,464 triliun yang disalurkan. “Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko,” ujar Firli.
Pada Ahad dinihari, 6 Desember lalu, setelah anak buahnya ditangkap KPK, Juliari menyerahkan diri kepada komisi antikorupsi. Setelah diperiksa KPK, dia menyatakan akan mengikuti proses hukum.
Tim khusus Menteri Sosial Juliari Batubara diduga menampung fee dari perusahaan yang ditunjuk untuk mengadakan bantuan sosial bahan kebutuhan pokok. Mereka menunjuk perusahaan yang belum lama berdiri sebagai pemenang. Paket bantuan itu disebut-sebut dikuasai sejumlah politikus dan pejabat negara. Duit suap disinyalir mengalir kepada calon kepala daerah dari PDI Perjuangan.
Tak hanya menunjuk perusahaan pengadaan paket, Juliari Batubara dan tim khususnya juga menunjuk rekanan untuk memproduksi goodie bag. Dua anggota staf Kementerian Sosial bercerita, Juliari meminta mereka menghentikan pencarian vendor penyedia tas kain itu. Penyebabnya, tas yang digunakan sebagai wadah oleh Integra Padma Mandiri itu akan diproduksi oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Padahal, semula, pengadaan tas itu akan diprioritaskan kepada usaha kecil-menengah.
Menurut dua anggota staf tersebut, masuknya nama Sritex merupakan rekomendasi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka. “Itu bagian anak Pak Lurah,” tutur seorang di antaranya. Sebutan “Pak Lurah” mengacu pada Jokowi.
Oya, dari kisah ini, eh kok kisah? Ya, maksudnya dari berita ini, fakta ini, kita juga bisa paham, bahwa korupsi juga erat kaitannya dengan suap alias uang sogok. Mengapa? Ya, untuk memuluskan sebuah bisnis atau kepentingan tertentu agar bisa diloloskan atau diterima. Ibaratnya perlu uang pelicin untuk orang yang memiliki kewenangan memutuskan kebijakan. Hati-hati lho, nanti jadi terpeleset masuk bui gara-gara uang pelicin. Bukti sudah banyak, kok.
Sebelumnya, kalo kamu mengikuti berita ‘bergenre’ beginian, ada juga lho menteri yang ditangkap KPK terkait korupsi dan suap. Siapa? Eh, pinter kamu. Ya, betul. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Menurut laporan di Majalah TEMPO edisi 28 November 2020, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan sejumlah kader Gerindra menggunakan ekspor benur untuk mendulang untung. Dari memainkan perizinan hingga mengutip ongkos pengiriman bayi lobster itu jauh di atas biaya pengirimannya. Duit suap diduga mengalir hingga ke perusahaan jasa keamanan milik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Waduh!
Orang-orang Edhy Prabowo juga yang mengatur besaran ongkos kargo tersebut. Dua anggota staf khusus Edhy yang lain di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Andreau Misanta Pribadi dan Safri Muis, serta kader Gerindra yang juga anggota staf pribadi Edhy, Amiril Mukminin, meminta para pengusaha membayar ongkos angkut Rp 1.800 per ekor benur, jauh di atas biaya kargo perusahaan lain yang hanya Rp 200-300. Selisihnya, Rp 1.500, menjadi jatah Edhy melalui Amri dan Bahtiar—setelah dikurangi jatah Siswadhi. “Awalnya mereka minta Rp 2.300 per ekor, tapi pengusaha keberatan,” kata seorang anggota DPR yang juga pengusaha. Ia mengetahui persis bagaimana orang-orang Edhy menjajakan pengangkutan benur untuk diekspor. Mumet, dah!
Jangan salah, lho. Kasus korupsi dan suap di negeri ini sudah ada sejak lama. Bahkan di antaranya sekadar jadi berita besar tapi tak tahu ujungnya gimana. Penyelesaiannya nggak jelas, bahkan nggak ada. Parah bener.
Sekadar tahu aja, ada beberapa kasus korupsi terbesar di negeri kita. Pernah dengar kasus Jiwasraya? Ya, Jiwasraya sebelumnya mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp 12,4 triliun. Produk tersebut adalah asuransi jiwa berbalut investasi hasil kerja sama dengan sejumlah bank sebagai agen penjual. Akibatnya, negara mengalami kerugian lebih dari Rp 13,7 triliun. (Kompas.com, 17/01/2020)
Selain Jiwasraya, juga Asabri. Ya, kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri mendengung sejak 3 Februari 2017, ketika hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan keluar. Hitungan awal auditor negara menaksir potensi kerugian investasi Asabri, yang mengalihkan investasinya dari deposito ke penempatan saham langsung dan reksa dana sejak 2013, bisa mencapai Rp 16 triliun. (Tempo.co, 19/01/2020).
Belum lagi kasus korupsi di Bank Century di akhir tahun 2008 lalu, yang merugikan negara Rp 6.7 triliun. Kasus korupsi di PT Pelindo II juga menyebabkan kerugian negara Rp 6 triliun. Oya, kamu pernah dengar juga kasus BLBI di tahun 2004? Ya, berdasarkan audit yang dilakukan BPK, nilai kerugian keuangan negara mencapai 4,58 triliun. Termasuk kasus korupsi E-KTP di tahun 2013 lalu, negara dirugikan Rp 2,3 triliun (Kompas.com, 17/01/2020).
Duh, itu duit triliunan rupiah kalo digunakan untuk kesejahteraan rakyat, pastinya bermanfaat. Ini malah lari ke penjahat dan pejabat jahat. Memang para koruptur dan ahlul suap itu terlaknat!
Cari harta halal, dong!
Sobat gaulislam, sebagai seorang muslim, kita wajib ngikutin aturan yang dibuat oleh Islam. Termasuk dalam mencari harta. Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan datang bagi manusia suatu zaman dimana orang tidak peduli apakah harta yang diperolehnya halal atau haram.” (HR Bukhari)
Hadis ini seolah ‘menyindir’ kita-kita nih, karena banyak juga saat ini orang mencari harta dengan cara yang sesuka hatinya. Nggak peduli lagi halal-haram. Kamu bisa lihat, gimana kini marak perampokan, penjambretan, pencopetan, penipuan, penodongan, korupsi, suap-menyuap dan sejenisnya. Semua itu termasuk mencari harta dengan jalan yang haram.
Padahal, Allah Ta’ala udah mewanti-wanti kita semua bahwa apa yang kita lakukan pasti dicatet. Amal apa pun pasti Allah nggak salah dalam mengkalkulasinya. Baik yang ringan maupun yang berat. Allah Ta’ala menjelaskan dalam frimanNya (yang artinya): “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS al-Zalzalah [99]: 7-8)
Terus nih, Allah Ta’ala juga akan meminta kita mempertanggung-jawabkan apa yang udah kita lakukan. Firman-Nya (yang artinya): “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Israa [17]: 36)
Kalo kita nekat nyari harta dengan jalan yang haram, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam udah memperingatkan kita dengan sabdanya (yang artinya): “Orang yang paling dirundung penyesalan pada hari kiamat ialah orang yang memperoleh harta dari sumber yang tidak halal lalu menyebabkannya masuk neraka.” (HR Bukhari)
Dalam hadis lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan (yang artinya): “Janganlah kamu mengagumi orang yang terbentang kedua lengannya menumpahkan darah. Di sisi Allah dia adalah pembunuh yang tidak mati. Jangan pula kamu mengagumi orang yang memperoleh harta dari (jalan) yang haram. Sesungguhnya bila dia menafkahkannya atau bersedekah, maka tidak akan diterima oleh Allah, dan bila disimpan hartanya tidak akan berkah. Bila tersisa pun hartanya akan menjadi bekalnya di neraka.” (HR Abu Dawud)
Ini aturan yang udah ditetapkan Islam, Bro. Jadi kita emang udah dikasih rambu-rambu dalam Islam untuk mencari harta dari jalan yang halal. Nggak bebas sesuka hawa nafsu kita.
Sobat gaulislam, Islam membolehkan kita untuk memiliki barang-barang, uang, rumah, kendaraan, ponsel, dan lain sebagainya. Kita boleh untuk hidup berkecukupan. Nggak dilarang kok dalam Islam. Namun, ya itu tadi, wajib dicari dengan cara halal. Korupsi dan suap? Duh, itu curang, terlaknat, dan jelas dosa.
Sebagai sebuah ideologi, Islam nggak cuma ngasih bimbingan dan arahan dalam masalah harta (mencari dan memanfaatkannya), tapi sekaligus melengkapinya dengan sanksi bagi siapa aja yang melanggar dalam urusan harta ini. Melanggar dalam pengertian membelanjakannya di jalan yang haram, juga menghukum siapa saja yang ketahuan mencuri atau merampok harta orang lain, termasuk korupsi.
Nah, untuk memelihara harta yang kita miliki, Allah Ta’ala udah ngasih aturan yang jelas dalam al-Quran berupa hukuman bagi siapa saja yang mencuri harta orang lain: “Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah tangan keduanya.” (QS al-Maaidah [5]: 38)
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa mencuri itu ada hukumannya dalam Islam. Dipotong lho tangannya. Waduh, kayaknya pada ngeper deh kalo sampe diterapkan aturan ini. Mereka yang mau nyuri juga mikir seribu kali untuk melakukannya. Tul nggak, sih?
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha: “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memotong tangan seorang wanita. Aisyah berkata, setelah itu perempuan tadi menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu perempuan itu bertaubat, dan taubat perempuan itu diterima.” (Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, hlm. 89)
Bro en Sis rahimakumullah, dari semua pembahasan tentang harta ini; mencari, memiliki, mengeluarkannya serta menghukum bagi para pelanggar dalam urusan harta adalah ketetapan Islam yang diperuntukkan bagi semua warga negaranya, termasuk yang nonmuslim. Itu sebabnya, siapapun orang yang hidup dalam naungan syariat Islam terpelihara hartanya dan terjamin haknya untuk menjalankan usaha.
Coba deh bandingkan dengan sistem demokrasi yang memberikan kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari HAM yang membuat orang menghalalkan segala cara demi uang. Penipuan, penyuapan, korupsi, sabotase, perampokan, pencurian, penjebolan bank melalui internet, apa yang terkenal dengan white colar crime hingga perebutan harta di pengadilan adalah hal biasa.
Hukuman penjara bukanlah penyelesaian. Bahkan, nggak jarang tuh, penjara malah jadi “ajang training dan penambahan wawasan” bagi para pelaku tindak kriminal. Bahaya!
Saya pernah bertanya kepada guru ngaji saya, apa hukuman yang pantas bagi koruptor, apalagi yang manggasak duit miliran bahkan triliunan rupiah? Jawaban beliau, tidak cukup hukuman potong tangan. Namun, qadhi (hakim) dalam pemerintahan Islam bisa memutuskan untuk mengeksekusi pelaku korupsi dengan hukuman mati.
Ngeri! Tetapi itulah hukuman yang semestinya dilakukan. Apalagi korupsinya merugikan negara dan duit tersebut seharusnya untuk kesejahteraan rakyat.
Oya, sekarang pun sebenarnya negara bisa melakukan hukuman mati bagi para koruptor itu. Cuma masalahnya, mau nggak menerapkannya? Maklum, di negeri ini keadilan tak ditegakkan. Pisau hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Dalam beberapa kasus, terutama terkait dengan umat Islam, hanya galak kepada mereka yang berseberangan dengan rezim, tetapi berlemah lembut kepada pendukungnya, apalagi mereka yang gemar membenci umat Islam malah diundang ke istana untuk dijadikan buzzerRp. Parah!
So, korupsi itu perbuatan yang dampaknya merugikan banyak pihak. Apalagi jika korupsinya dilakukan secara berjamaah di berbagai tempat dan terus menerus berlangsung karena dibiarkan sehingga jadi tradisi. Penangkapan terhadap pelaku dalam beberapa kasus hanya sekadar formalitas. Sejatinya dibiarkan tak diteruskan.
Kok bisa? Ya, biasanya yang demikian itu jika pelakunya pejabat, orang terpandang, pengusaha besar yang bahkan bisa menyuap oknum institusi penegak keadilan, termasuk jika dia “Anak Pak Lurah”. [O. Solihin | IG @osolihin]