Demi kemuliaan, nyawa bukanlah hitungan. Para pemuda muslim Palestina pun berlomba-lomba menjadi martir perjuangan. Melumat imperialis Israel. Inilah sebagian profil para syuhada yang mengharumkan tanah Palestina dan menyongsong surga. Mulai insinyur hingga tuna netra sampai gadis remaja.
Asy Syahid Muhannad Thaheir
“Insinyur Keempat”, Ahli Bom al-Qassam
Muhannad Thaheir, termasuk pejuang yang menonjol dan insinyur? Palestina yang mahir dalam bidang bom dan amunisi. Untuk itu ia mendapat julukan “insinyur keempat” (al muhanndis al rabi’). Di kalangan pejuang Brigade Izzudin Al Qassam, Muhannad dikenal sebagai seorang pemimpin yang kalem, cerdas, intelek dan memiliki semangat juang tinggi. Di waktu luangnya bujangan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersama Al Quran di sela-sela aktivitasnya. Sehingga tidak mengherankan kalau jebolan Fakultas Syariah dari Universitas Negeri el Najah ini hafal hampir seluruh Al Quran.
Bersama rekannya, Amar el Zubn, Muhannad melakukan sejumlah aksi berani mati. Pemasangan ranjau, bom hingga serangan bersenjata ke jantung-jantung pertahanan imperialis Israel. Termasuk ikut serta dalam merancang berbagai rencana aksi istisyhadiyah (aksi bom syahid) yang terjadi di Jerusalem pada tahun 1997 di pasar Mehani Yahuda dan jalan Ben Yahuda yang menewaskan 23 orang Yahudi dan ratusan lainnya luka-luka.
Ditangkap Pemerintah Otoritas Palestina
Muhannad sempat ditangkap pihak Pemerintah Otoritas Palestina pada bulan Januari 1998 setelah terbongkarnya gudang besar berisi bahan peledak di Nablus. Ketika meletus Intifadhah Al Aqsha, pada September 2002 yang lalu, sebagian besar tahanan di dalam penjara Junaid di Nablus dilepaskan, termasuk Muhannad Thaheir. Namun, pakar bom ini tidak lama menghirup udara luar penjara karena kemudian ia kembali ditangkap Dinas Keamanan Pemerintah Otoritas Palestina. Baru setelah peristiwa syahidnya seorang aktivis al Qassam, Ibrahim Bani Audah (Abu Hudzaifah), Muhannad kembali dapat meloloskan diri dan menjadi buron.
Berbagai upaya penangkapan atas beliau telah digelar, namun selalu gagal. Allah Azza wa Jalla juga telah menyelamatkan beliau dari dua aksi upaya pembunuhan yang dirancang oleh pihak militer imperialis Israel.
Muhannad termasuk buruan utama militer imperialis Israel dan Dinas Keamanan Palestina. Di mata Israel, Muhannad adalah orang yang bertanggung jawab atas tewasnya 117 orang Yahudi dan ratusan korban lainya yang terluka, seperti dalam aksi khusus “Dolvinaryum” di Tel Aviv, Haifa, Hotel Barak dan yang terakhir aksi syahid di Gilo.
Perjuangan Muhannad Thaheir akhirnya mendapatkan syahadah pada hari Ahad 30 Juni 2002 selepas Ashar. Bersama pengawalnya, Imad Derwazah atau Abu Yunus (32), Muhannad syahid dalam sebuah pertempuran sengit yang terjadi di wilayah pemukiman penduduk miskin sebelah timur kota Nablus. Bentrokan bersenjata meletus setelah kota Nablus dikepung secara militer oleh militer imperialis Israel dan diberlakukan blackout total (pelarangan beraktivitas bagi penduduknya) terhadap kota tersebut.
Sebuah pasukan besar dari Kesatuan Khusus Militer Imperialis Israel yang didukung lima tank, sejumlah kendaraan militer dan buldoser, dua pesawat helikopter Apache, serta ratusan serdadu mengepung kota Nablus dan memblackout secara total selama 12 hari. Pada pertempuran tersebut Muhannad syahid di antara reruntuhan gedung-gedung di Nablus.
Begitu blackout atas kota Nablus dicabut dan aksi pengepungan ditarik oleh imperialis Israel, seluruh warga kota Nablus berhamburan keluar untuk mengantarkan kepergian dua orang syuhada’ Palestina tersebut. Jenazahnya disimpan dalam keranda yang diusung orang-orang bercadar dari Gerakan Perlawanan Islam Hamas diiringi gemuruh doa yang kadang di jeda dengan yel yel semangat kepahlawanan.
ASYSYAHID? AMJAD AL FAYED
Jenius otomotif,? arsitek? bom dan granat tangan perang Jenin 2002
Kepandaian tidak mesti ditempuh lewat bangku kuliah. Itulah yang dibuktikan Amjad Al Fayed, pemuda kelahiran desa Zar’in yang terletak di sebelah utara kota Jenin, pada tahun 1971. Kehidupan yang penuh tekanan dari pemerintah zionis Israel membuat banyak warga Palestina menjadi miskin, sehingg memaksa para pemuda dan pemudi Palestina harus meninggalkan bangku sekolah dan kuliah. Amjad pun memutuskan keluar dari pendidikan karena tak tega melihat kedua orang tuanya harus membiayai pendidikan ia dan 14 orang saudaranya. Ia memilih untuk membantu biaya pendidikan saudara-saudaranya, meskipun sebenarnya ia termasuk pelajar yang brilian.
Pergaulannya yang luas dengan berbagai insinyur di Palestina justru makin mengasah kecerdasan pemuda ini. Berbagai mesin mampu dibuat Amjad semisal molen semen dan mesin (listrik) katrol dengan menggunakan bahan-bahan lokal serta desain tangan. Bersama insinyur dari universitas Beirzeit Palestina berhasil menciptakan alat pengubah kecepatan mobil. Melesatkan kecepatan mobil dari nol ke 100 km perjam, hal ini menambah popularitas pemuda Palestina ini di tingkat kota. Dan sebuah perusahaan mobil Jerman, Mecedes membeli hasil inovasi ini dan hak patennya.
Pada saat intifadhah pertama, Amjad terlibat langsung dalam kecamuknya perlawanan, dia ditangkap dan ditahan dalam penjara imperialis Israel. Atas aksi yang dilakukan, dia harus mendekam di penjara imperialis Israel di Namblus selama 6 bulan. Salah satu kakinya tertembak dalam sebuah aksi dan memaksanya istirahat selama beberapa bulan sebelum kemudian kembali ke medan jihad lagi.
Kejeniusan Amjad sangat bermanfaat bagi Brigade (Brigade) Izzuddin Al Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam Hamas. Ia menjadi arsitek utama pembuatan bom dan geranat tangan yang banyak menimbulkan korban di pihak Israel, terutama dalam perang Jenin, setelah menanam bom di jalan-jalan dan gang-gang kamp pengungsi Jenin untuk menahan masuknya tank-tank militer Israel dan pasukan artileri imperialis Israel memasuki kamp Jenin. Bersama para kader Brigade Al Qassam, beliau sulap rumahnya menjadi pabrik senjata. Dalam kerjanya ia dibantu adiknya, Muhammad El Fayed, yang menyusul syahid kemudian.
Pada bulan April 2002, militer Israel yang geram dengan operasi militer Brigade Izzuddin Al Qasam melancarkan serangan brutal dengan senjata-senjata berat. Mereka menggunakan tank-tank, pesawat tempur, konvoi pasukan terlatih, dan melakukan kejahatan dan pembantaian biadab dengan meluluhlantakkan rumah-rumah di atas kepala warga dan para mujahidin yang berlindung di bawahnya dengan membombardir rumah-rumah tersebut dari udara. Termasuk menghantam bunker yang menjadi tempat perlindungan Amjad Al Fayed. Jasad pahlawan ini ditemukan pada hari Sabtu, 20 April 2002 oleh keluarganya dengan wajah menengadah ke atas di antara puing-puing bangunan sebagai syahid; seorang insinyur Brigade Al Qassam yang menyusul para syuhada’ yang telah mendahuluinya.
Akram Al Athrasy
Buta Mata, Bukan Buta Hati
?
Karamah dari Allah, mujahid tuna netra dari Brigade Izzuddin Al Qassam yang hafidz (hafal) Alquran, ini syahid dalam tugas jaga, tegap menantang musuh-musuhnya tanpa melepaskan bendera dari tangan kanannya.
Orang-orang di sekitar Akram mengenalnya sebagai pria yang ramah, lembut dan hangat. Bila berjumpa dengan siapapun Akram dipastikan akan menanyakan keadaan orang tersebut, keluarganya dan bertanya tentang kesulitan yang ia hadapi sambil menawarkan bantuan padanya.
Akram Shidqi ‘Athiyah Al Athrasy, lahir di kampung Lembah El Hiriyah di Al Khalil pada 19 Maret 1973 M. Dia anak keenam dari tujuh bersaudara, enam laki-laki dan satu perempuan. Mereka adalah Yunus, Muhammad, Athiyah, Abdur Razaq, Abdul Wahab dan Akram. Menyelesaikan pendidikan sarjana di fakultas syariah Universitas Hebron, selepas sarjana melanjutkan studinya di tingkat magister. Beliau syahid saat mempersiapkan tesis masternya di bidang peradilan (qadha’).
Masuk penjara imperialis Israel tiga kali; pertama dihukum tiga tahun penjara, kedua satu setengah tahun dan yang ketiga dihukum 6 bulan penjara. Selama dua tahun terakhir, militer imperialis Israel memburu dan mencarinya bahkan sudah beberapa kali terjadi percobaan pembunuhan atas dirinya, namun Israel selalu dikejutkan oleh ketiadaan Akram di tempat dimana pesawat-pesawat Israel melakukan pengintaian dari atasnya.
Kecintaannya pada perjuangan jugalah yang membuatnya belum jua menikah. Kepada ibunya Akram berkata, “Cukuplah kebahagiaan saudara-saudaraku buat Ummi. Sedangkan saya, doakan agar dapat menggapai syahadah. Karena saya ingin menikah dengan bidadari surga…”
Pada tanggal 9 Oktober 2001, penjajah Israel menyerbu dan menduduki kota Dura dan menguasai secara total seluruh kota. Setelah melakukan pengrusakan dan penghancuran, malamnya mereka meninggalkan Dura kemudian kembali lagi dan mulai menggempur sejumlah rumah. Salah seorang saksi mata yang melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri mengatakan bahwa kesatuan khusus militer Israel membawa Akram ke rumah salah seorang mujahid di kota Dura, Fawaz Amr yang ditangkap Israel atas tuduhan berafiliasi dengan Gerakan Perlawanan Islam Hamas. Selanjutnya Asy Syahid Akram dibawa ke depan rumah dan dieksekusi dengan meriam tank.
Berikutnya para serdadu Israel meminta salah seorang warga Palestina menjauhkan sedikit mayat Asy Syahid dari rumah kemudian mereka meledakkan rumah mujahid Fawas Amr yang sedang tidak ada di rumah saat terjadi penghancuran rumahnya. Pada saat yang sama, warga yang lain menyaksikan bahwa intelijen Israel – yang berada di kota Dura – datang di seputar Asy Syahid. Selanjutnya mereka melepaskan tembakan meriam ke sebuah flat di mana Asy Syahid berada dan terbakarlah seluruh tubuh Asy Syahid Akram.
Segera setelah kesyahidan Akram, pihak Brigade Izzuddin al Qassam pada 10 April 2002 mengumumkan bahwa beliau salah seorang petinggi Brigade Izzuddin al Qassam di Tepi Barat.
Perjuangan Akram mendapat dukungan penuh keluarganya. Ayah Akram, Shidqi Al Athrasy, selalu memuji, mengagungkan dan bersyukur pada Allah atas terpilihnya Akram, putranya, sebagai syahid sebagaimana yang dia harapkan. “Kami persembahkan anak-anak kami demi Allah dan agama-Nya, inilah tujuan termulia yang harus dijalani setiap muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir,” tegasnya mantap.
Ayat Al-Akhrasy
Gadis Suci Pembawa Bom
“Jihad itu kewajiban setiap muslim.Termasuk wanita. Mengapa kita harus membiarkan nyawa kita terenggut sia-sia oleh kebiadaban zionis Israel?� itulah kalimat yang selalu dikeluarkan Ayat Al-Akhrasy kepada teman-temannya setiap mereka membahas jihad. Gadis yang baru berusia 17 tahun itu tidak main-main, karena pada tanggal 22 Maret 2002 sekitar pukul 10 waktu setempat, Radio Israel memberitakan terjadinya ledakan di supermarket Natayna, dekat Yerusalem. Ledakan bom syahid itu menyebabkan tiga orang tewas dan lebih dari 40 orang luka-luka. Pelakunya; Ayat Al Akhrasy.
Gadis ini berasal dari kamp Dheishes, putra ke-4 dari sebelas bersaudara. Lahir pada tanggal 20 Februari 1985. Di kalangan teman-temannya, Ayat dikenal sebagai gadis yang terbilang cerdas dan rajin belajar. Sampai saat menjelang syahidnya ia sering menasihati teman-temannya untuk terus belajar dan belajar. “Penguasaan ilmu dan teknologi amat penting dan diperlukan untuk mendukung perjuangan kita, apapun bentuknya.�
Hayfa, teman baiknya berkata,�Dia selalu menasihati kami bahwa belajar harus tetap berjalan, meski rintangan dan bahaya mengancam di sekeliling kita.�
Hayfa tak menyangka sahabatnya akan pergi secepat itu. Dalam hari-hari terakhirnya dia rajin mengumpulkan foto-foto mujahid Palestina. Di meja belajarnya berjejer slogan-slogan jihad dan kepahlawanan. “Dia pergi untuk bergabung dengan barisan syuhada lainnya.
Sebelum berpulang ke pangkuan Allah, hari itu Ayat bangun lebih pagi dari biasanya. Padahal malam itu ia nyaris tak tidur. Sampai tengah malam ia masih membaca Al Qur’an. “Tatkala saya terjaga, dia sedang asyik shalat malam. Dia baca ayat-ayat Al Qur’an sambil menangis,� kenang ibunya. Usai shubuh, Ayat Al Akhras kembali membaca Al Qur’an. Ayat-ayat jihad dibacanya berulang-ulang dengan nada bergetar. Sesekali ia terhenti, menahan isak tangis. Menjelang pukul 06.00 waktu setempat, dia menulis sesuatu di meja belajar yang ternyata adalah surat perpisahan bagi calon suaminya, Shaadi Abu Lan (20).
Kepada ibunya ia mengatakan, “Ada pelajaran dan tugas tambahan. Hari ini boleh jadi merupakan saat terpenting dalam hidup ini. Saya mohon doa restu Ibu,� ucapnya dengan mata berbinar-binar. Ny. Akhras tercekat. Dia bingung, kaget dan heran. “Semoga Allah selalu melindungimu dan merahmatimu, Anakku, tapi bukankah Jum’at hari libur?�
“Doa itulah yang nanda harap, Bu.� Jawab Ayat. Gadis itupun pergi ke sekolah bersama-sama dengan adiknya. Di tengah jalan ternyata ia meninggalkan adiknya setelah terlebih dahulu memberinya sebatang coklat dan sepucuk surat buat tambatan hatinya, Shaadi bin Abu Lan. “Shalat dan doakan agar kakak sukses melaksanakan tugas suci ini,� katanya kepada Samaah, adiknya.
Tunangan Ayat, Shaadi hanya termangu mendengar kabar ini. Ia nyaris tak percaya kalau Ayat pergi mendahuluinya. Padahal bulan Juli mereka sudah merencanakan untuk menikah. Mereka bertekad untuk melahirkan dan mendidik anak-anak mereka agar menjadi mujahid-mujahid yang akan membebaskan Palestina dari cengkraman zionis Israel. “Allah ternyata punya rencana lain,� tutur Shaadi.
“Kami pernah bercita-cita untuk syahid bersama-sama. Ternyata Allah telah memilih dia duluan. Kalau ada kesempatan, saya akan menyusulnya segera. Semoga Allah mengabulkannya,� ucap pemuda yang baru saja meraih gelar sarjana muda hukum ini, mengikhlaskan kepergian calon pengantin wanitanya.
? ?…???†?? ?§?„?’?…???¤?’?…???†?????†?? ?±???¬???§?„?Œ ?µ???¯???‚???ˆ?§ ?…???§ ?¹???§?‡???¯???ˆ?§ ?§?„?„?‘???‡?? ?¹???„?????’?‡?? ?????…???†?’?‡???…?’ ?…???†?’ ?‚???¶???‰ ?†????’?¨???‡?? ?ˆ???…???†?’?‡???…?’ ?…???†?’ ?????†?’?????¸???±?? ?ˆ???…???§ ?¨???¯?‘???„???ˆ?§ ?????¨?’?¯?????„?‹?§
“Di antara orang-orang mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya),â€?(TQS. Al Ahzab [33]:23).
[Iwan Januar, dari info-palestine-melayu.com, Republika]