Sunday, 24 November 2024, 19:38

Sejarah mencatat, Granada sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan di masa kejayaan Islam. Granada menjadi tempat paling diburu oleh para pelajar di seluruh dunia. Islam, memang rahmat bagi seluruh alam.

Granada terletak di selatan kota Madrid ibukota Spanyol sekarang. Granada memiliki keindahan yang amat mengagumkan. Itu sebabnya, nama Granada diambil dari nama keindahan ini. Dengan kata lain, Granada artinya kecantikan dan keindahan. Kawasan ini terbentang di sekitar Laut Mediterranian dari selatan dan berada di sekitar sungai Syanil. Tempat yang enak dipandang mata karena berada di ketinggian 669 meter dari atas laut. Konon kabarnya, inilah �rahasia’ keindahan dan kecantikan Granada yang cukup menarik.

Setelah Islam memasuki Spanyol lewat Andalusia, tempat ini kemudian menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan Islam yang agung dan tergolong dalam kawasan lainnya yang tak kalah menarik dan bersejarah setelah Andalusia, Cordova, Balansiah, Bahrit, Ichiliah, Tolaitalah dan yang lainnya. Granada juga masyhur sebagai kiblat yang menjadi tumpuan harapan para pelajar yang datang dari segenap kawasan yang berada di sekitar Granada, baik kaum muslimin maupun non-Muslim. Pusat pengkajian yang masyhur di Granada adalah al-Yusufiah dan an-Nashriyyah.

Di sini, juga telah melahirkan banyak ilmuwan muslim yang terkenal. Di antaranya Abu al-Qasim al-Majrithi sebagai pencetus kebangkitan ilmu astronomi Andalusia pada tahun 398 Hijriah atau sekitar tahun 1008 Masehi. Beliau telah memberikan dasar bagi salah satu pusat pengkajian ilmu matematika yang masyhur. Selain beliau, Granada juga masih memiliki sejumlah ilmuwan dan ulama terkenal, di antaranya adalah al-Imam as-Syatibi, Lisanuddin al-Khatib, as-Sarqasti, Ibnu Zamrak, Muhammad Ibnu ar-Riqah, Abu Yahya Ibnu Ridwan, Abu Abdullah al-Fahham, Ibnu as-Sarah, Yahya Ibnu al-Huzail at-Tajiibi, as-Shaqurmi dan Ibnu Zuhri. Di kalangan perempuan tercatat nama-nama seperti Hafsah binti al-Haj, Hamdunah binti Ziad dan saudaranya, Zainab.

Setelah kekuasaan keturunan al-Ahmar menetap di Granada dan sekitarnya di Timur Laut dekat dengan kedudukan al-Hamra pada tempat yang begitu strategis, mereka membangun salah satu istana yang terkenal dengan nama Istana al-Hamra. Al-Hamra merupakan salah satu kota yang sederhana saat berada dalam kekuasaan Badis bin Habus penguasa Granada, lalu dia menjadikan kota al-Hamra sebagai pusat pemerintahannya. Kemudian beliau membangun sebuah benteng yang besar di sekitar bukit yang tinggi, yang kemudian terkenal dengan nama Benteng Granada. Dalam waktu yang cukup lama, Granada menjadi sebuah kota yang tidak dapat dikalahkan. Karena dimakan umur, bangunan benteng kemudian berubah warna menjadi merah dan di kawasan inilah Istana al-Hamra dibangun dan diberi nama al-Hamra yang artinya Istana Merah.

Di antara peninggalan sejarah yang terdapat di Granada ialah Masjid Granada. Di mana masjid ini disebut-sebut sebagai salah satu masjid yang paling unik arsitekturnya dan paling menarik dipandang, malah ia masyhur dengan seni ukiran batu marmernya.

Namun, Granada tinggal kenangan, sejak berkecamuknya Perang Salib. Tepat pada 2 Januari 1492, Sultan Islam di Granada, Abu Abdullah, untuk terakhir kalinya terlihat di Istana al-Hamra. Granada jatuh ke tangan kaum kafir Eropa. Semua merasa kehilangan. Seorang ilmuwan Jerman bernama Emmanuel Deutch berkomentar tentang Granada, “Semua ini memberi kesempatan bagi kami (bangsa Barat) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Oleh karena itu, sewajarnyalah jika kami selalu mencucurkan airmata manakala kami teringat saat-saat terakhir jatuhnya Granada.� Ya, Granada adalah benteng terakhir kaum muslimin di Spanyol yang jatuh ke tangan Pasukan Salib Eropa. [O. Solihin]

2 thoughts on “Benteng Terakhir itu Bernama Granada

  1. saya rasa penybutan kafir untuk orang yang tidak seiman dengan anda adalah suatu tindakan yang tidak terpuji dan kurang terpelajar,saya berpandangan bahawa kita haruslah saling menghargai tiap-tiap kepercayaan.

    Wasalam

  2. Saudara Al Said, justru Islam secara tegas menyebutkan orang tidak seakidah dengan kita itu memang adalah orang-orang kafir. Dan ini adalah perintah Allah SWT. Kalau pondasi ini mau diubah, maka kontekstual ayat suci Al-Qur’an itu harus dirubah juga, dan ini tidak boleh kan? Sesuatu yang sudah menjadi prinsip akidah, tidak akan bisa diganggu gugat lagi, meski pun dengan pertimbangan tidak terpuji atau tidak di mata manusia. Dan ini sekaligus menjadi tantangan keimanan seorang muslim.
    Dan ini dalam semua agama hampir ada. Jangankan Islam, dalam agama samawi seperi Nasrani dan Yahudi sekalipun terdapat sebutan kafir bagi orang2 yang tidak seakidah dengan mereka.

Comments are closed.