Friday, 22 November 2024, 08:18

Perang bukan cuma melahirkan korban dan penderitaan, tapi juga keuntungan dan peluang bisnis. Benarkah AS dan sekutunya yang paling menangguk untung dari setiap peperangan? Simak tulisan berikut ini!

Bukan bohong kalau perang itu memang butuh biaya besar. Coba aja hitung berapa harga mesin perang berikut amunisinya dalam setiap peperangan. Sebagai contoh satu biji rudal canggih Storm Shadow milik tentara Kerajaan Inggris seharga 1, 2 juta US$, belum lagi roket hydra yang perbijinya seharga 10 ribu US$. Hitung juga kebutuhan pangan pasukan, obat-obatan, bahan bakar kendaraan tempur, ongkos angkut pasukan dari AS dan Inggris ke kawasan Teluk, pastinya besar.

Anehnya, meski sudah tahu betapa besarnya biaya perang, dan menderitanya menjadi korban peperangan, perang terus saja berkobar. Untuk orang kebanyakan orang pikiran macam itu mungkin sering terlintas, tapi nggak buat negara-negara adidaya yang kapitalis macam AS dan sekutunya.

Para pakar dari Universitas Milan pernah menghitung-hitung biaya perang Irak pada tahun 1991. Menurut para peneliti dari universitas itu biaya perang tahun 1991 lalu mencapai 40 miliar dolar Amerika Serikat atau setara dengan 38 Miliyar euro. Kalau dikonversikan ke rupiah (dengan asumsi 1 dolar = 8 ribu rupiah) maka sama dengan 40 miliar kali 8 ribu hasilnya adalah Rp 32 triliun rupiah!

Lalu siapa yang mengongkosi perang tersebut? Bukan negara kapitalis kalau berbuat tanpa pamrih. Sumber di Universitas Milan menyebutkan kalau perang Irak tahun ’91 lalu itu 75 % ditanggung oleh negara-negara Arab khususnya pemerintah Arab Saudi dan Kuwait. Sisanya barulah oleh pemerintah AS.

Dari sini saja sudah ketahuan untuk siapa sebenarnya perang terjadi? AS dan sekutunya, bukan negara-negara Arab. Akibat mengongkosi perang yang mahal itu perekonomian Arab Saudi terpuruk, mereka mengurangi sejumlah subsidi buat rakyatnya. So, pada setiap peperangan pasukan multinasional khususnya AS tidak pernah merasa rugi – kecuali tentaranya yang mati –, karena mereka selalu mendapat akomodasi yang memuaskan dari orang lain. Selain itu perang dalam kacamata kapitalis juga bermakna bisnis dan of course keuntungan. Inilah salah satu alasan kuat kenapa AS gemar membombardir negeri orang

Perang Untuk Minyak
Pada Perang Teluk I, pemerintah AS menangguk banyak keuntungan ekonomi selain politik dan ideologi. Masih dari Universitas Milan, menurut hitungan mereka harga minyak, sebelum Perang Teluk I adalah US$ 15 per barrel. Namun dengan adanya perang teluk harga naik menjadi US$ 42 per barrel, menghasilkan keuntungan ekstra sebesar US$ 60 miliar. Di negara Arab dikenal sebuah aturan “fifty-fifty law�: 50% pemerintah lokal, 50% koalisi multinasional yang mengontrol ladang-ladang minyak. Kemudian keuntungan bersih dari kenaikan harga 60 miliar $ terbagi sebagai berikut; 30 miliar dolar untuk perusahaan minyak dan 30 miliar dolar lagi untuk Pemerintah Arab (Kuwait +Saudi Arabia). Padahal di Timur Tengah, pengeboran dan perdagangan minyak dikuasai oleh “the 7 Sisters� (Shell, Tamoil, Esso…), semuanya orang Amerika, 5 diantaranya dimiliki langsung oleh pemerintah AS.

Perhitungan yang rinci dari keuntungan Perang Teluk I itu adalah sebagai berikut:

Negara-negara Arab
Biaya Perang: $30 Miliyar
Keuntungan dari kenaikan harga minyak: $30 Miliyar

Pemerintah AS
Biaya Perang: $10 Miliyar
Keuntungan dari kenaikan harga minyak: $21 Miliyar

Swasta AS
Biaya Perang: $0
Keuntungan dari kenaikan harga minyak: $9 Miliyar? 

Dengan demikian pemerintah AS mendapatkan keuntungan 11 miliar dolar langsung dari melumat Irak dan 49 Miliyar $ dari efeknya. Lalu kemana larinya biaya perang sebesar 40 miliar dolar? Jawabnya adalah ke perusahaan-perusahaan senjata Amerika.

Itu perhitungan kasar dari Perang Teluk I, sementara itu pada kasus Afghanistan, perang telah memenuhi target, yakni membentuk pemerintahan boneka, yang membiarkan pembangunan pipa-pipa minyak (yang dimiliki oleh AS) sejauh 2,500 km, melewati batas teritorinya. Jalur pipa yang memiliki kepentingan strategis ini, memiliki alternatif unik: membangun jalur pipa lain sejauh 5500 km sangat mahal untuk membangun dan pemeliharaannya, disisi lain pajak yang tinggi dikenakan untuk menyeberangi perbatasan ke AS. Canggih nian perhitungan ekonomi AS.

Bagaimana dengan invasi ke Irak kali ini?
Yang jelas Irak memang menjadi salah satu negeri primadona minyak yang diperebutkan negara-negara besar Rusia, Inggris dan AS. Menurut data resmi dari OPEC sampai tahun 2001 tanah Irak menyimpan kandungan minyak mentah sejumlah 112,5 miliar barel. Di kawasan Timur Tengah volume ini hanya bisa dikalahkan oleh Arab Saudi yang menyimpan 262,697 miliar barel. Wajar kalau Irak jadi rebutan banyak negara asing.

Majalah Moscow Times edisi 13 Desember 2002 misalkan menurunkan tulisan soal konflik kepentingan Rusia, Inggris dan AS. Sejumlah perusahaan minyak asal Rusia yang beroperasi di Irak mengkhawatirkan rencana invasi AS dan Inggris ke negeri Saddam Husein tersebut. Salah satu perusahaan perminyakan milik pemerintah Rusia menyebutkan bahwa AS telah memaksa mereka untuk membantu secara finansial kaum oposisi di Irak sebagai garansi atas keberlangsungan usaha mereka di Irak jika rejim Saddam tumbang. Menurut sumber resmi Irak perusahaan-perusahaan Rusia memiliki nilai ekspor sebesar 35-40 persen di bawah pengawasan program ‘oil for food’ PBB.

Nikolai Tokarev pimpinan Zarubezhneft, salah satu perusahaan perminyakan Rusia, menyebutkan bahwa sejumlah perusahaan perminyakan Rusia akhirnya terlibat dalam ‘permainan kotor’ AS dengan membiayai kelompok oposisi Irak karena khawatir jika khawatir rejim Saddam berakhir saat pasukan AS dan Inggris menginvasi Irak, pemerintahan yang baru akan menguntungkan pihak Barat dan menolak Rusia. “Untuk pemerintah Amerika, meskipun usaha ini ditutupi dengan seluruh retorika politik, memiliki tujuan untuk mengambil alih kontrol atas perdagangan minyak,” katanya menambahkan.

Tidak salah, invasi AS dan sekutunya ke Irak selain bertujuan mengokohkan hegemoni mereka di kawasan Timteng, juga untuk memperkosa minyak bumi Irak. Sampai tulisan ini dibuat belum ada tanda-tanda Saddam Husein lengser dari kursi kepresidenan. Perang masih berkecamuk.

Tender Pasca Perang
AS bukan hanya menginginkan minyak, tapi juga bagian yang lain; proyek renovasi total Irak pasca perang. Baru-baru ini pemerintah AS telah mengundang lima perusahaan besar dari negerinya sendiri untuk ikut tender rekonstruksi setelah perang usai. Perusahaan yang menang akan mendapat pekerjaan membangun fasilitas kesehatan, bandara, pelabuhan, sekolah, dan lembaga pendidikan lain di Irak.

Koran bisnis The Wall Street Journal mengatakan peserta tender di antaranya ke Parsons Corp, Louis Berger Group, dan Kellogg Brown & Root. Bahkan Kellogg sudah memegang kontrak operasi pemadaman jika sumur minyak di Irak dibakar. Kellogg merupakan anak perusahaan Halliburton Co yang pada periode 1995-2000 dipimpin oleh Dick Cheney, wakil presiden Amerika Serikat saat ini.

USAID alias United States Agency for International Development sadar tender ini dianggap rahasia. Tapi juru bicara yang enggan disebut namanya itu mengatakan perusahaan tersebut “bukan anak baru untuk urusan seperti itu.� Seperti Parsons, misalnya, menurut juru bicaranya, mereka telah melakukan pekerjaan rekonstruksi di Balkan. “Kami sudah lima tahun di Bosnia dan dua tahun di Kosovo,� kata juru bicaranya.

Selain itu dari hasil minyak, Washington Post menulis perusahaan itu bersaing keras karena memiliki kesempatan bagus, yakni mendapat kontrak pertambangan wilayah yang cadangan minyaknya hanya kalah dari dari Saudi Arabia.

Demikian rakusnya AS, sampai urusan pemasangan triplek pun mereka garap. Adalah perusahaan Army Corps of Engineers milik AS yang dijagokan bakal memenangkan tender pengadaan dan pemasangan tripleks itu di seantero Irak.

Proyek triplekisasi Irak itu memang sudah ditenderkan. Juga proyek-proyek lain yang akan diumumkan pemenangnya pekan ini. Semua proyek ini akan dilakukan untuk rekonstruksi atau membangun kembali Irak. Itu pun, sekali lagi, kalau AS sukses menjalankan invasinya.

Bush dan gerombolannya menaksir proyek rekonstruksi Irak butuh dana antara 80 – 100 miliar dolar. Jumlah itu luar biasa besar. Lebih besar dari yang dulu dipakai untuk Marshall Plan: rekonstruksi Eropa pasca PD II.

Yang memakan dana besar dan mesti segera dilaksanakan adalah proyek pemulihan Pelabuhan Umm Qasr. Tujuannya tak lain untuk menyiapkan arena bongkar muat bagi palet dan kontainer yang memuat aneka barang keperluan rekonstruksi Irak.

Berapa biaya buat proyek itu, New York Times tak menyebut dengan jelas. Yang pasti, pendanaannya dibagi dua. Separoh oleh kas AS, separoh lagi pakai duit minyak Irak. Pola pendanaan serupa juga dilakukan untuk membiaya proyek cepat lainnya, yakni perlucutan dan netralisasi senjata kimia dan nuklir.

Beres dengan kedua proyek awal itu, barulah si tukang kredit AS USAID ambil bagian. USAID bakal mengucurkan dana untuk membangun kembali dua bandara internasional dan tiga bandara regional. Juga untuk pengadaa air minum, pembangkit listrik, jalan raya, jalur kereta, sekolah, rumah sakit, dan irigasi. Irak pun bakal terjerat utang luar negeri baru.

Salah satu orang yang bakal kecipratan proyek ini adalah Dick Cheney, mantan menhan yang sekarang ini jadi orang tertinggi nomor dua di AS: Wapres. Uniknya, meski perusahaannya Halliburton bakal menang tender, Dick Cheney tergolong orang yang menentang invasi ke Irak. Karenanya tak usah heran kalau sang wapres ini jarang tampil bersama Bush dalam perkara invasi ke Irak.

Kalau karena ketakcocokan ini Halliburton kalah, sudah ada perusahaan lain yang bakal menggantikannya: Louis Berger Group. Group yang satu ini sekarang tengah sibuk melakukan rekonstruksi di Afghanistan. Antara lain membangun kembali jalan raya sepanjang 600 km dari Kabul ke Herat. Nilai proyek ini mencapai 300 juta dolar. Selain Haliburton, perusahan lain yang bakal menang adalah Bechtel Group. Siapa orang di belakangnya? Mantan menlu George P Schultz dan mantan menhan Casper W Weinberger. Keduanya sekarang duduk di kursi komisaris.

Perusahaan lainnya adalah Flour Group. April tahun silam, group ini merekrut Kenneth J. Oscar, yang ketika itu baru saja melepas jabatannya sebagai asisten KSAD, setelah ia menggolkan anggaran prokuremen Pentagon senilai 35 miliar dolar.

Alhasil sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Greenpeace, menuduh motivasi George Walker Bush menyerang Irak adalah urusan minyak. Karena Bush, dan Wakil Presiden Cheney, sangat dibantu perusahaan-perusahaan minyak raksasa Amerika Serikat dalam karier politiknya. Selain itu, invasi yang sangat sarat muatan ekonomi ini jelas mengundang kecemburuan dan kekhawatiran negeri-negeri pesaing AS. Mereka yang ingin kecipratan proyek menggiurkan ini memilih bergabung dengan AS menginvasi Irak, seperti Inggris, Australia, Jepang dan Korea Selatan. Mereka yang tengsin dan muak dengan arogansi AS, memilih berseberangan.

Khatimah
Tepatlah sabda Rasulullah saw. bahwa umat Islam akan disantap oleh berbagai umat seperti hidangan di atas meja makan. Ironinya para pemimpin umat ini justru sebagian mendukung para penjajah tersebut. Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Bahrain adalah contoh nyata muslim yang bersekongkol dalam pembunuhan atas ribuan umat muslim di Irak. Sementara sebagian lainnya berpuas diri menjadi pengecut dengan bersikap netral seperti Iran, Yordania, Suriah dan Mesir. Semoga Allah membalas kejahatan mereka dan memenangkan kaum muslimin dengan tegaknya khilafah rasyidah ‘ala minhajin nubuwwah. Amin! [Iwan Januar, dari berbagai sumber]

4 thoughts on “Ada Uang Dibalik Perang

  1. Sebaiknya kita melakukan pemeriksaan ulang dengan teliti dan adil jika mengutip berita dari orang2 kafir. Jangan hanya karena isinya kelihatan masuk akal dan cocok menurut kita, kemudian kita dengan serta merta menyetujuinya.

    Sesungguhnya ummat islam akan menang jika mereka menjauhi dosa-dosa besar dan menegakkan dakwah para nabi. Itulah janji dari Allah kepada kita.

  2. subhanallah mas, jika ingin mendapatkan berita yg benar dan faktual, silakan menghubungi saudara2 kita di palestina yg pernah ikut berjuang di irak. Insya allah mereka benar2 tahu negara mana yg ternyata berpura2 menentang amerika tapi ternyata secara diam2 bersekutu dgn orang2 kafir untuk menghabisi orang2 ahlusunnah.

  3. Kang Abdullah,

    Kalo antum mempunyai data yang lebih akurat silahkan kontak kami menggunakan kontak form, data antum nanti kami akan verifikasi ulang dan kami akan revisi postingan ini dengan data-data terbaru dari antum.

    Terima Kasih,

  4. Secara logika data ini memang benar. Menurut saya bisa dijadikan referensi. Karena sejatinya berita itu bisa dikroscek kebenarannya. Untuk kasus ini saya merasa memang benar. Terima kasih.

    Lisa Mardiyah

Comments are closed.