Friday, 22 November 2024, 07:15

gaulislam edisi 696/tahun ke-14 (10 Rajab 1442 H/ 22 Februari 2021)

Gimana Bro en Sis, kalo kamu baca judul seperti ini? Apa yang ada di pikiranmu? Mau berpendapat apa? Atau langsung kepikiran, ke arah mana tulisan ini akan mengalir? Ya, jawabannya nggak usah ditulis, ya. Cukup dalam hati aja.

Oya, udah pada tahu belum istilah bebal dan sebal? Yuk, cari di kamus. Kita punya KBBI alias Kamus Besar Bahasa Indonesia. Arti kata bebal dalam KBBI adalah sukar mengerti; tidak cepat menanggapi sesuatu (tidak tajam pikiran); bodoh. Kalo sebal mestinya kamu tahu, ya? Ok, masih menurut KBBI, sebal adalah kesal (hati); mendongkol (karena kecewa, tidak senang, dan sebagainya), kadang diartikan juga dengan sial atau tidak mujur.

Jadi, udah tahu kan arahnya ke mana tulisan ini? Ya, kita akan membahas tentang orang yang sukar mengerti alias tidak cepat menanggapi sesuatu yang tentu saja hal itu berdampak bikin kesal hati alias dongkol. Gimana nggak, udah dikasih tahu berkali-kali, nggak ngerti juga. Udah berbusa-busa ngasih tahu kalo pacaran itu diharamkan dalam Islam, eh, banyak aja tuh remaja yang mengamalkan pacaran. Memperbanyak dosa aja, ya. Apa mereka nggak tahu kalo pacaran itu haram? Mungkin ada yang belum tahu, tetapi dalam kondisi dakwah gencar seperti sekarang, rasa-rasanya yang belum tahu sepertinya hanya sedikit, selebihnya (dalam jumlah banyak) adalah mereka yang sudah tahu tapi tidak mau tahu alias mengabaikan alias nggak peduli, dan hatinya bebal karena sukar mendapat nasihat. Bahaya kuadrat itu, mah!

Sori ya, ini bukan misuh-misuh nggak jelas atau mengeluh nggak karuan. Ini sekadar berbagi. Bahwa ada kondisi dimana orang susah dinasihati. Susah dikasih tahu meski berkali-kali diingatkan dan dipahamkan. Apa hal itu disebabkan karena mereka nggak niat untuk berubah jadi baik? Nggak tahu juga, sih. Kita lihat aja faktanya sehari-hari. Banyak sudah nasihat berseliweran di youtube, twitter, facebook, instagram, dan media lainnya. Lisan maupun tulisan. Namun, selalu ada orang yang ogah ngambil manfaat dan inspirasi dari nasihat-nasihat tersebut. Jangankan ogah ambil manfaat dari nasihat itu, bisa jadi malah ada pula yang nggak sudi dengerin atau malas baca. Intinya, nggak mau tahu. Waduh, gawat bener, itu.

Kenapa bisa begitu, ya? Bisa saja karena memang setan juga bergerak, sebagaimana bergeraknya para pengemban dakwah. Bedanya, pengemban dakwah mengajak manusia agar berbuat baik, setan dan para pengikutnya berusaha keras agar manusia membenci kebaikan.

Kok bisa membenci kebaikan? Bukankah secara fitrah manusia menyukai kebaikan? Benar. Namun itu berlaku bagi manusia yang waras. Orang-orang beriman atau yang imannya kuat pasti menyukai kebaikan. Namun, orang yang kafir, atau orang Islam tetapi imannya lemah, justru membenci kebaikan. Sebab, kebaikan itu sejatinya bertentangan dengan hawa nafsunya. Apalagi jika manut total kepada maunya setan, bisa bablas tuh. Bencinya bisa menggunung.

Ada bukti nggak sih? Banyak. Kalo kamu sering interaksi di media sosial, mestinya bisa menemukan tuh fenomena orang yang membenci kebaikan. Ada yang memang orangnya kafir, dia tunjukkan kebenciannya kepada Islam dan kaum muslimin. Namun, banyak pula orang yang ngakunya muslim, tetapi kebenciannya kepada orang yang berseberangan dengan dia dan kelompoknya, dianggap sebagai musuh. Jadinya, muslim dengan muslim jadi musuhan.

Namun, ada pula lho yang ngakunya muslim, tetapi membenci Islam. Dia dan kelompoknya mengada-adakan sesuatu yang bukan berasal dari Islam. Bikin komunitas Islam Liberal, atau Islam Nusantara, atau apa saja yang menunjukkan keberbedaan dengan Islam yang sebenarnya. Akibatnya, bagi muslim yang awam ya bingung. Kok ada ya orang Islam yang kayak gitu. Ya, ada. Bisa jadi yang mereka lakukan itu level tertentu dari sifat munafiq. Ih, ngeri!

Sebenarnya mereka sudah didakwahi, lho. Nggak dibiarkan sama muslim yang ngerti dan paham. Namun, emang dasarnya bebal, ya susah juga. Dikasih nasihat malah melawan. Udah gitu, lebih galak mereka pula. Aneh ya, yang salah malah lebih galak ketimbang yang benar. Dikasih tahu berkali-kali nggak mau tahu juga. Bebal, sudah. Dan, itu menyebalkan. Sebab, mending kalo cuma dia doang yang rusak dan ogah diajak bener. Masalahnya, mereka juga ngajak orang lain untuk rusak sama seperti mereka. Ini namanya, sesat dan menyesatkan. Itu sebabnya, nggak boleh dibiarkan. Harus disadarkan. Kalo nggak sadar juga ya itu urusan mereka. Kita bina juga kaum muslimin yang masih awam agar taat syariat dan menguatkan akidahnya serta jangan sampe ikut-ikutan liberal seperti mereka. Bahaya!

Penyakit lama

Sobat gaulislam, mereka yang bebal bukan cuma ada di masa sekarang. Sejak lama udah ada. Betapa banyak kaum yang didakwahi oleh para nabi dan rasul, tetapi bebal dan bahkan menentang. Silakan baca kisah para nabi. Ada kok bukunya. Karya Imam Ibnu Katsir rahimahullah, salah satunya. Saya alhamdulillah ada bukunya di perpustakaan di rumah. Baca aja, bagus kok.

Para nabi dan rasul itu diutus oleh Allah Ta’ala tentu dengan misi menyelamatkan manusia. Mengajak kepada kebaikan. Meninggalkan maksiat, menjauhi kesyirikan.

Oya, para rasul juga dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai perantara antara Allah Ta’ala dengan hamba-Nya. Apa tujuannya? Ya, untuk memperkenalkan Allah Ta’ala (keberadaan dan sifat-sifatnya) dan juga mengajarkan kepada mereka apa yang bermanfaat dan apa yang membahayakan mereka. Sebab, Islam adalah syariat yang membawa kemaslahatan.

Nah, dinukil dari laman muslim.or.id, termasuk dalam tugas ini adalah misi para Rasul untuk mengenalkan Allah Ta’ala dengan menetapkan sifat-sifat kesempurnaan untuk Allah Ta’ala, mengajarkan tauhid, dan takdir. Juga mengajarkan dan menceritakan tanda-tanda kekuasaan Allah Ta’ala berkaitan dengan wali-Nya dan musuh-Nya, misalnya kisah-kisah yang Allah Ta’ala ceritakan kepada hamba-Nya dan juga permisalan-permisalan yang Allah Ta’ala buat untuk mereka.

Tercakup dalam tugas ini adalah mengajarkan iman terhadap hari akhir, surga, neraka, pahala, dan hukuman.

Jadi intinya, ada tiga tugas pokok para rasul. Pertama, mengenalkan dan mengajarkan ilmu. Kedua, mengenalkan jalan menuju Allah Ta’ala, yaitu dengan mengajarkan syariat-Nya. Ketiga, mengenalkan kepada hamba tentang kondisi mereka ketika bertemu dengan Allah Ta’ala.

Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Di atas tiga pokok tersebut, berputarlah poros penciptaan dan perintah (syariat). Kebahagiaan dan keberuntungan tergantung kepadanya. Tidak ada jalan untuk mengetahuinya kecuali melalui perantaraan para Rasul. Karena akal manusia tidak akan bisa memberikan petunjuk secara rinci dan juga menunjukkan hakikat senyatanya dari perkara-perkara tersebut. Meskipun akal bisa jadi memberikan petunjuk secara global (umum) saja. Sebagaimana orang sakit mengetahui adanya sisi kebutuhan untuk mendatangi dokter dan siapa saja yang bisa mengobatinya. Akan tetapi, dia sendiri tidak mengetahui secara pasti dia sakit apa dan obat spesifik apa yang dia butuhkan.

Kebutuhan seorang hamba kepada risalah itu jauh lebih besar daripada kebutuhan orang sakit kepada dokter. Karena takdir maksimal dengan tidak adanya dokter bagi orang sakit adalah kematian. Adapun jika seorang hamba tidak mendapatkan cahaya risalah, hatinya akan mati. Tidak akan bisa diharapkan kehidupan sama sekali bersama hati yang mati tersebut, atau dia akan celaka dan tidak mendapatkan kebahagiaan sama sekali.” (Majmu’ al-Fataawa, 19: 97)

Meski yang diutus langsung adalah para rasul, tetapi banyak manusia di zamannya yang menolak apa yang disampaikan oleh rasul-rasul dari kalangan mereka. Misalnya, Nabi Nuh ‘alaihi sallam berdakwah ratusan tahun, bahkan dalam sebuah riwayat dinyatakan usia beliau 950 tahun, dan beliau berdakwah sekira 500 tahun, tetapi orang yang menjadi pengikutnya tak lebih dari 80 orang. Sisanya menolak dan membangkang, termasuk anaknya yang bernama Kan’an. Ya, kaum Nabi Nuh ‘alaihi sallam umumnya tetap saja menyembah patung-patung berhala bernama Wadd, Suwa’, Ya’uq, Yagust, dan Nasr.

Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam juga melawan Raja Namrud, yang zalim dan penyembah berhala. Nabi Musa ‘alaihi sallam berhadapan dengan Fir’aun laknatullah ‘alaihi. Kaum Nabi Luth ‘alaihi sallam juga membangkang kepada nabinya sendiri. Termasuk di dalamnya istri beliau. Akhirnya kaum pelaku liwath (hubungan sejenis) itu diazab oleh Allah Ta’ala.

Kisah para nabi lainnya silakan dieksplor aja, ya. Termasuk nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai nabi terakhir yang diutus oleh Allah Ta’ala. Perjuangan beliau sangat berat. Kita kayaknya udah tahu karena udah sering dibahas, bahkan bisa dibaca dalam Sirah Nabawiyah. Luar biasa. Keimanan, keikhlasan, kesabaran, kecintaan dan kesungguhannya dalam mendakwahkan Islam sangat istimewa. Alhamdulillah, kita termasuk umat beliau yang semoga tetap menjadikan Islam sebagai keyakinan kita sampai akhir hayat. Insya Allah.

Jadi, yang bebal itu sejak dulu udah ada. Kalo sekarang tetap ada, hanya orangnya saja yang berbeda. Karakternya sama: susah dinasihati, sulit diajak kepada kebaikan dan tak mudah dibawa kepada kebenaran. Malah sebaliknya pula, ada yang agresif membenci kebaikan, melawan kebenaran, dan membangkan perintah Allah Ta’ala. Naudzubillahi min dzalik. Padahal, banyak di antara mereka adalah orang yang mengenyam pendidikan tinggi dan punya jabatan menterang.

Sobat gaulislam, ada baiknya kita menyimak apa yang disampaikan Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah agar mewaspadai dua hal yang membahayakan, “Waspadailah dua perkara ini! Keduanya mengantarkan kepada kejelekan. Pertama, menolak kebenaran karena menyelisihi hawa nafsumu. Engkau terancam hukuman berupa dibaliknya hatimu dan menolak kebenaran yang datang padamu. Engkau hanya menerima kebenaran jika selaras dengan hawa nafsumu.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami palingkan hati dan penglihatan mereka sebagaimana mereka tidak beriman dengannya (al-Quran) di awal kali.” (QS al-An’am [6]: 110)

Allah menghukum mereka karena menolak kebenaran ketika pertama kali datang, dalam bentuk dipalingkannya hati dan pandangan mereka setelah itu.

Kedua, menggampangkan kewajiban ketika tiba waktunya. Jika engkau melalaikannya, Allah akan menghalangimu dari ridha-Nya. Allah pun membuatmu malas melaksanakan perintah-Nya sebagai hukuman untukmu.

Allah berfirman (yang artinya), “Maka jika Allah mengembalikanmu kepada salah satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), katakanlah, ‘Kalian tidak boleh keluar bersamaku selamanya. Dan kalian tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sungguh kalian telah rela tidak ikut berperang pada kali pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (QS at-Taubah [9]: 83)

Menurut beliau, siapa yang terbebas dari dua penyakit dan musibah besar ini, maka dia selamat (dalam Badai’ul Fawa’id, jilid 3, hlm. 1128)

Bebal itu memang menyebalkan. Bebal bikin sebal. Jangan sampe kita sedemikian rupa. Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah Ta’ala yang taat syariat, hatinya lembut ketika menerima kebenaran dan langsung mengamalkan. Mudah pula untuk menyebarkannya lagi kepada kaum muslimin lainnya yang belum tahu. Insya Allah. [O. Solihin | IG @osolihin]