Friday, 22 November 2024, 01:29

gaulislam edisi 699/tahun ke-14 (1 Sya’ban 1442 H/ 15 Maret 2021)

Kalo diperhatiiin sih, iri bin dengki alias hasad selalu ada ya, di sepanjang zaman. Di kehidupan sehari-hari kita pun bisa jadi (atau emang begitu) sering dijumpai. Bisa kita rasakan juga kalo ada orang yang hasad. Termasuk, jangan-jangan nih, kita juga malah pernah hasad. Naudzubillahi min dzalik. Sadar dan taubat, yuk!

Beneran ini gawat, sebab hasad bisa membakar habis amalan kita. Amalan yang kita kumpulkan dengan susah payah dan berdarah-darah. Rugi banget. Namun, kenapa masih ada orang yang hasad ya padahal kerugian yang bakal didapat udah jelas? Eh, itu namanya urusan nafsu, Bro en Sis. Iya, hawa nafsu. Itu sebabnya, kudu dikendalikan.

Pernah nggak sih kepikiran kalo di zaman sekarang ini orang bisa berebut harta dan kekayaan serta jabatan itu disebabkan karena hasad? Kalo saya sih kepikiran begitu. Jadi begini. Si fulan udah punya jabatan mentereng menurut ukuran manusia, tetapi kok masih juga nggak suka sama orang lain lalu berusaha dengan berbagai macam cara untuk merebut jabatan itu dari orang tersebut dan disematkan ke dirinya. Ini sih, emang sakit sih secara kejiwaan. Bukan berarti yang jabatannya direbut lebih baik, ya. Belum tentu juga. Sebab, pada kasus lain adem-adem bae. Begitu dirinya merasa dizalimi baru khotbah soal moral dan keadilan. Padahal, saat banyak ulama dizalimi, nggak keluar sedikit pun suara dari mulutnya berupa pembelaan. Betul apa bener?

Di antara para remaja juga banyak tuh yang mempraktekkan hasad. Ih, ngeri banget! Iya, misalnya aja ada si fulanah dapat kebahagiaan, misalnya punya smartphone anyar. Eh, si fulanah yang lain ngiri, bahkan sampe berusaha untuk menghilangkan kenikmatan si fulanah yang sedang berbahagia punya smartphone baru itu. Ujungnya, bisa dengan cara mencuri smartphone-nya, bisa pula menghancurkan smartphone-nya. Intinya, si fulanah yang hasad ini kagak suka kalo si fulanah lainnya berbahagia. Jadi, berusaha merecoki dan menghilangkan kenikmatan tersebut. Duh, jangan punya sifat dengki bin hasad, ya. Pasti hidupnya nggak nyaman. Beneran. Udah gitu, dosa pula. Dan, amalan baik bertahun-tahun yang dikumpulkan bisa terbakar habis tak bersisa. Naudzubillahi min dzalik.

Jangan cemburu pada rezeki orang

Bro en Si rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Syukuri alphard adanya, eh, maksudnya apa adanya. Jangan merasa kurang karena membandingkan dengan apa yang dimiliki orang lain. Jangan pula merasa cemburu pada rezeki orang. Capek! Orang lain yang dingin kenapa kamu yang panas? Semua udah ada bagiannya masing-masing. Rezeki itu Allah Ta’ala yang mengatur. Nggak usah cemburu pada rezeki yang diberikan kepada orang lain. Jangan sampe nanti kita dicap sebagai orang yang nggak rela kalo Allah Ta’ala ngasih rezeki banyak kepada orang lain, sementara kepada kita seret melulu. Duh, ini persoalan akidah. Jangan sampe cemburu pada rezeki orang lain, ya.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS az-Zukhruf [43]: 32)

Bro en Sis, Allah Ta’ala itu Maha Adil, termasuk dalam memberikan rezeki. Nggak mungkin menzalimi hamba-Nya. Kalo manusia masih bisa untuk berlaku zalim atau nggak adil. Pilih kasih. Tapi Allah Maha Adil. So, jangan cemburu terhadap rezeki orang lain yang telah Allah tetapkan bagi mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Janganlah kalian saling hasad (iri), janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi (saling mendiamkan/ menghajr). Jadilah kalian bersaudara, wahai hamba Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya hasad adalah di antara penyakit hati. Inilah penyakit keumuman manusia. Tidak ada yang bisa lepas darinya kecuali sedikit sekali. Oleh karena itu ada yang mengatakan, “Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad (iri). Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia (hatinya) akan menyembunyikannya.”

Ada yang bertanya pada al-Hasan al-Bashri, “Apakah orang beriman itu bisa hasad (iri)?” “Tidakkah engkau perhatikan bagaimana kisah Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya?”, jawab beliau. Jadi selama hasad itu tidak ditampakkan pada tangan dan lisan, maka itu tidak membahayakanmu.

Barang siapa yang mendapati pada dirinya penyakit ini (yaitu hasad), maka hiasilah dirinya dengan takwa dan sabar, serta hendaklah ia membenci sifat hasad tersebut pada dirinya. (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 10/124-125)

Imam Ghazali rahimahullah menyebutkan fawaid dari nasihat Hatim al-Asham: “Aku melihat manusia saling mencela dan saling membicarakan jelek (ghibah) satu dan lainnya. Aku dapati bahwa itu termasuk hasad (cemburu atau iri) dalam harta, kedudukan dan pengetahuan.”

Beliau melanjutkan, “Aku kemudian renungkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (QS az-Zukhruf: 32)”

“Aku sadari bahwa pembagian tersebut sudah ditentukan oleh Allah sejak takdir yang dahulu ada. Kenapa aku mesti hasad (cemburu) pada rezeki orang lain? Itulah yang membuatku tetap ridha pada pembagian Allah.” (kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali, hlm. 57, dinukil dari laman rumaysho.com)

Sobat gaulislam, selain jangan cemburu pada rezeki orang lain, Allah sangat melarang hamba-Nya untuk berbuat hasad, sebab hasad dapat membakar pahala-pahala kebaikan yang telah diperbuat. Seperti disebutkan di dalam hadits, “Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah)

Bener banget, Bro. Jangan sampe amal baik kita yang diupayakan bertahun-tahun habis dibakar dalam semalam atau terbakar terus menerus karena kita doyan memelihara hasad. Api hasad itu merugikan. Jangan dekat-dekat. Jaga diri jaga hati. Jangan sampai terbakar.

Tingkatan hasad

Oya, saya ringkaskan dari laman rumaysho.com, sebagai berikut:

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad.” (Majmu’ Al Fatawa, 10: 111)

Ada beberapa tingkatan hasad. Pertama, berkeinginan nikmat yang ada pada orang lain hilang meski tidak berpindah padanya. Orang yang hasad lebih punya keinginan besar nikmat orang lain itu hilang, bukan bermaksud nikmat tersebut berpindah padanya.

Seharusnya setiap orang memperhatikan bahwa setiap nikmat sudah pas diberikan oleh Allah pada setiap makhluk-Nya sehingga tak perlu iri dan hasad. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS an-Nisa’ [4]: 32)

Kedua, berkeinginan nikmat yang ada pada orang lain hilang lalu berkeinginan nikmat tersebut berpindah padanya. Misalnya, ada wanita cantik yang sudah menjadi istri orang lain, ia punya hasad seandainya suaminya mati atau ia ditalak, lalu ingin menikahinya. Atau bisa jadi pula ada yang punya kekuasaan atau pemerintahan yang besar, ia sangat berharap seandainya raja atau penguasa tersebut mati saja biar kekuasaan tersebut berpindah padanya.

Ketiga, tidak punya maksud pada nikmat orang lain, namun ia ingin orang lain tetap dalam keadaannya yang miskin dan bodoh. Hasad seperti ini membuat seseorang akan mudah merendahkan dan meremehkan orang lain.

Keempat, tidak menginginkan nikmat orang lain hilang, namun ia ingin orang lain tetap sama dengannya. Jika keadaan orang lain lebih dari dirinya, barulah ia hasad dengan menginginkan nikmat orang lain hilang sehingga tetap sama dengannya. Yang tercela adalah keadaan kedua ketika menginginkan nikmat saudaranya itu hilang.

Kelima, menginginkan sama dengan orang lain tanpa menginginkan nikmat orang lain hilang. Inilah yang disebut dengan ghibthah sebagaimana terdapat dalam hadits berikut.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tidak boleh hasad (ghibtah) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (al-Quran dan as-Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)

Inilah maksud berlomba-lomba dalam kebaikan dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS al-Muthaffifin [83]: 26)

Ok deh Bro en Sis. Intinya, jangan memelihara sifat hasad. Itu penyakit hati. Bahaya, merugikan, dan membinasakan. Amalmu bisa terbakar tak bersisa jika terus memelihara hasad alias dengki di hatimu.

Ada baiknya kita merenungkan dan mengamalkan beberapa hadis sebagai penutup tulisan di buletin kesayangan kita ini. Tetaplah rendah hati. Jangan mudah iri apalagi dengki bin hasad. Syukuri apa yang sudah diberikan Allah Ta’ala kepada kita. Itulah nikmat yang pantas kita syukuri.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR Ahmad, 4/278)

Kalem aja Bro en Sis dalam urusan dunia mah. Jangan melulu lihat ke atas, bisa stres. Lihatlah ke bawah. Mestinya kamu bisa bersyukur karena ternyata kita nggak sendiri atau bahkan ada yang lebih menderita ketimbang diri kita.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Jika salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan harta dan fisik (atau kenikmatan dunia lainnya), maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR Bukhari no. 6490 dan Muslim no. 2963)

Dalam hadits lain disebutkan (yang artinya), “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR Muslim no. 2963)

Akhirul keyboard, kalo setiap orang peduli dan sadar diri, nggak ngoyo pengen dapetin banyak dan menguasai, insya Allah nggak akan memiliki sifat hasad. Namun, pada faktanya nggak demikian. Bahkan orang beriman saja bisa memiliki rasa iri. Bedanya, ada yang bisa mengendalikan, tetapi banyak pula yang bablas kayak rem truk yang blong. Bahaya.

Inilah ujian bagi kita. Semoga kita bisa terhindar dari sifat hasad. Ini jenis penyakit hati yang membinasakan. Jangan dideketin, apalagi dipelihara. Bisa celaka! [O. Solihin | IG @osolihin]