gaulislam edisi 200/tahun ke-4 (22 Ramadhan 1432 H/ 22 Agustus 2011)
Bro en Sis, saya sengaja menulis repost alias menerbitkan ulang tulisan saya di jaman dulu (tahun 2001), waktu saya jadi editor Buletin Remaja STUDIA, sebelum buletin itu dibubarkan karena alasan tertentu. Tujuannya, kebetulan momennya aja pas. Namun saya ubah sedikit judulnya dan menambah atau menghilangkan beberapa informasi di dalamnya. Itu sebabnya, kamu yang kini udah bangkotan (sori rada sadis nyebutnya), yang pernah baca STUDIA pada masa SMA dulu, kini bakal baca lagi di buletin gaulislam. So, jangan heran bin kaget ya. Sebab, yang nulisnya tetap aja saya sendiri hehehe… (oya, hal ini juga sekaligus menjawab banyak pertanyaan kamu semua yang menyebutkan: “Kok, rasa bahasa gaulislam sama dengan STUDIA?” Ya iyalah, wong editornya adalah orang yang sama hehehe…)
Ngomongin soal Ramadhan, rasanya udah berpuluh bahkan beratus atau malah beribu tulisan menyebut Ramadhan bulan mulia. Yup, Ramadhan memang membawa berkah bagi kaum mukminin. Meski secara fisik kita diwajibkan untuk menahan rasa lapar dan haus, plus menghindari segala perbuatan maksiat, namun bukan berarti kita kudu puasa juga dari berbagai aktivitas amal shaleh. Justru di bulan Ramadhan inilah, semangat kaum mukminin sedang puncak-puncaknya.
Bro en Sis, mulut boleh istirahat seharian dari mengunyah makanan, tenggorokan boleh terasa kering tak dialiri air, perut boleh keroncongan nahan lapar, tapi semangat untuk beraktivitas mulia kudu tetap menyala. Kenyataan ini telah dibuktikan oleh para generasi terdahulu kita. Justru di bulan Ramadhan berbagai kemenangan dapat diraih dengan gemilang. Bahkan sebagian di antaranya ikut menciptakan arah sejarah kehidupan Islam dan kaum muslimin. Ya, Ramadhan memang bulan perjuangan dan kemenangan bagi kaum mukminin.
Boys and gals, seharusnya kita pun nggak kalah dong dengan semangat para pendahulu kita. Sekarang pun kita bisa berbuat hal yang sama, atau paling nggak mirip-mirip perjuangannya dengan mereka. Kondisi memang berbeda, situasi juga sangat jauh berbeda. Tapi bukan berarti kemudian kita menyerah kepada keadaan. Insya Allah kita mampu kok, paling nggak semangat perjuangannya bisa kita teladani. Sebab mereka seolah ingin menunjukkan kepada generasi setelahnya, bahwa Ramadhan bukan halangan untuk tetap melakukan amal shaleh, bahwa Ramadhan pun bukan halangan untuk istirahat dari jihad, dan bahwa Ramadhan pun bukan saatnya untuk bersantai-santai dengan alasan menyelamatkan puasa kita.
Ketika puasa bukan berarti penampilan kita harus loyo. Tampang kita harus dibuat selemes mungkin, biar dikatakan lagi puasa. Ya, nggak begitu dong, Bro. Meski puasa, kondisi tubuh kita kudu tetap fit. Itu sebabnya, jangan pernah berhenti dari aktivitas amal shaleh. Diulangi; jangan pernah berhenti dari aktivitas amal shaleh. Catet itu! (halah, sok ngatur-ngatur gini ya? Ehm…)
Ngomong-ngomong soal prestasi mulia yang telah ditorehkan generasi pendahulu kita, kayaknya kita pantas untuk bercermin dari beliau-beliau deh. Bener. Maka nggak salah emang, bila generasi Islam di masa lalu patut jadi teladan kita. Khususnya semangat dan aktivitas mereka saat bulan Ramadhan. Di bulan Ramadhan justru tercatat sederet kemenangan kaum muslimin dalam memporak-porandakan dan mempecundangi musuh-musuhnya di setiap pertempuran. Begitu panjang dan gemilangnya sepak terjang kaum muslimin, sehingga terpatrilah sebuah lembaran emas sejarah yang tak mungkin terhapuskan dan terlupakan. Berikut ini adalah beberapa peristiwa besar di bulan Ramadhan, di mana kaum muslimin terjun berjuang dan juga ikut menghantarkan kaum muslimin menuju kemenangan:
17 Ramadhan 2 H: Perang Badar al-Kubra
Boleh dibilang, ini adalah perang “hidup-mati” antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir Quraisy. Kisahnya, Rasulullah saw dan pasukannya berangkat dari Madinah pada tanggal 8 Ramadhan. Menurut Ibnu Hisyam, perang ini merupakan kemenangan perdana yang menentukan posisi kekuatan kaum muslimin dalam menghadapi kekuatan kaum musyrikin. Allah Swt. telah memimpin langsung peperangan tersebut. Firman Allah Swt.: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS al-Anfâl [8]: 17)
Allah Swt. mengutus sepasukan malaikat untuk meneguhkan kaum muslimin dan menghancur-leburkan pasukan kaum kafir. Sebelumnya Allah telah meruntuhkan mental orang-orang kafir hingga timbul rasa takut yang amat sangat di antara mereka. Itu tergambar dalam Firman Allah Swt.: (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan potonglah tiap-tiap ujung jari mereka. (QS al-Anfâl [8]: 12)
Tiga hari menjelang perang Badar, kaum muslimin tidak menyadari bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Swt: “Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjiNya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS ar-Rûm [30]: 5-6)
Sebenarnya yang dimaksud dengan “pertolongan” itu tertuju pada mereka. Bahkan dikisahkan Rasulullah pernah merasa takut, kalau pertempuran itu akan memusnahkan kaum mukminin Madinah di muka bumi ini. Beliau berdoa kepada Allah: “Ya, Allah, jika kelompok ini sekarang binasa tidak ada lagi yang menyembahMu di atas muka bumi ini.”
Ya, ‘taruhan’ Perang Badar ini memang besar sekali, sebagaimana sesumbar Abu Jahal: “Demi Tuhan, kita tidak akan pulang sebelum sampai ke Badar. Kita akan tinggal tiga malam di tempat itu. Kita memotong ternak, kita pesta makan dan minum khamr, kita minta para sinden menyanyi. Biar orang-orang Arab itu mendengar dan mengetahui perjalanan dan persiapan kita. Biar mereka tidak lagi mau menakut-nakuti kita.”
Namun apa lacur, justru kenyataannya pasukan pimpinan Abu Jahal ini kewalahan dan binasa. Pada pertempuran di bulan Ramadhan ini, 313 tentara kaum muslimin berhasil menghajar telak dan melibas 1000 pasukan kaum kafir Quraisy. Tragisnya, Abu Jahal bin Hisyam al-Makhzumi dan Abu Lahab al-al-Hasyimi tewas dengan sukses. Sedang Abu Sofyan selamat dan belakangan masuk Islam saat peristiwa Futuh Makkah enam tahun kemudian.
Menurut al-Maqrizi dalam kitabnya yang berjudul Imta’al Asma’, menghitung bahwa jumlah gembong alias petinggi kaum kafir Quraisy yang binasa dalam pertempuran tersebut sebanyak 27 orang, dan yang tewas setelah perang sekitar 20 orang.
Tuh kan, coba, bayangin aja. Dalam keadaan berpuasa, ditambah harus menahan panasnya terik matahari, udah gitu berada di di tengah samudera pasir, dan satu lagi… harus perang! Wah, nggak kebayang deh gimana beratnya. Namun, karena kaum muslimin berjuang dilandasi dengan keimanan kepada Allah Swt., maka rintangan dan hambatan sekuat dan sebesar apapun bukan alasan untuk mundur dan kabur. Justru mereka malah tambah semangat, karena yakin dengan pertolongan Allah. Buktinya, memang benar-benar sukses. Laahaula walaa quwwata illa billahi!
21 Ramadhan 8 H: Futuh Makkah (Penaklukan Makkah)
Rasulullah saw. keluar dari Madinah tanggal 10 Ramadhan bersama 10.000 pasukan kaum muslimin dan dalam keadaan berpuasa. Jumlah ini memang jauh lebih besar ketimbang saat Perang Badar. Rasulullah saw. dan pasukannya berbuka di suatu tempat yang disebut Mukadid (antara daerah Asfan dan Amjad). Setelah penaklukan Makkah secara damai, Rasulullah saw. tinggal di kota itu selama 15 malam dengan melakukan shalat qashar. Penaklukan dan penguasaan ini tidak disertai dengan pembantaian atau bentuk balas dendam lainnya. Padahal, dulu ketika Rasulullah dan kaum muslimin hijrah karena nggak tahan dengan siksaan serta perlakukan keji dan kejam lainnya dari pihak kafir Quraisy, rasanya cukup pantas bila itu dilakukan menurut kaca mata hawa nafsu manusia. Namun ternyata Rasulullah dan pasukannya tidak berbuat demikian. Justru inilah penaklukan yang benar-benar penuh damai.
Dalam pidatonya, bahkan Rasulullah saw. memberikan semacam amnesti massal untuk mantan musuh-musuh kaum muslimin. Menurut Ibnu Ishaq, penaklukan kota Makkah terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah mengutus Khalid bin al-Walid untuk menghancurkan berhala ‘Uzza, Amru bin ‘Ash merobohkan Suwa’, dan giliran Sa’ad bin al-Arsyhali untuk menumbangkan Manath. Setelah itu, digantikan dengan kalimat tauhid yang berkumandang di angkasa Makkah al-Mukarramah. Makkah pun masuk dalam pangkuan Islam. Fantastis bukan? Lebih dari sekadar fantastis, Bro!
Ramadhan 10 H: Ekspedisi Dakwah ke Yaman
Rasulullah saw. mengutus sepasukan tentara di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib ke Yaman dengan membawa surat Nabi. Satu suku yang berpengaruh di sana dengan tanpa paksaan langsung menerima dan masuk Islam pada saat itu juga dan mereka shalat berjamaah bersama Ali bin Abi Thalib. Allahu Akbar!
Ramadhan 92 H: Penaklukan Spanyol
Panglima Thariq bin Ziyad bersama armada tempurnya yang berjumlah 7000 pasukan, menyeberangi selat Giblartar (Jabal Thariq) demi misi mulia melakukan penaklukan di Andalusia, Spanyol.
Setelah armada tempur lautnya merapat di pantai, beliau berdiri di atas bukit karang dan berpidato. Dalam pidatonya yang berapi-api itu, beliau memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah membawa seluruh awak pasukannya dari Mesir pada 711 M, kecuali beberapa pasukan kecil yang diminta pulang untuk meminta bantuan kepada Khalifah.
Pidato “kontroversial” itu karuan aja membuat pasukannya keheranan. Namun beliau mengatakan, “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini serta mengembangkan Islam, atau kita semua binasa (syahid)” Allahu Akbar! Panglima perang hebat yang pernah dimiliki kaum muslimin.
Tak ayal lagi, itu membuat pasukannya bangkit dan segera menyusun kekuatan untuk menggempur pasukan Spanyol yang terkenal kuat. Ar-Roya (bendera Islam; yang ditulisi lafadz syahadat berwarna putih di atas kain hitam) berkibar-kibar menyertai pertempuran itu. Atas pertolongan Allah Swt. pasukan Raja Rhoderick yang berkekuatan 100.000 pasukan tumbang di tangan pasukan kaum muslimin yang hanya berjumlah 7000 pasukan ditambah 5000 pasukan susulan. Allahu Akbar!
Ramadhan 129 H: Keberhasilan dakwah di Khurasan
Keberhasilan dan kemenangan dakwah Bani Abbas di Khurasan di bawah kepemimpinan Abu Muslim al-Khurasany.
Ramadhan 584 H: Menaklukan Pasukan Salib
Shalahuddin al-Ayubi memperoleh kemenangan besar atas pasukan Salib Eropa. Tentara Islam menguasai daerah-daerah yang sebelumnya diduduki orang-orang Kristen. Setelah sebelumnya memporak-porandakan kekuatan pasukan Salib di bawah komando Raja Richard III dari Inggris. Raja Richard ini terkenal ganas dan buas, itu sebabnya ia sering dijuluki Richard The Lion Heart—Richard yang berhati Singa. Namun, nyatanya ia bertekuk lutut di hadapan Shalahuddin al-Ayubi yang gagah dan beriman. Kemenangan itu mengakhiri cengkeraman kekuasaan pasukan Salib atas bumi Palestina. Sejak saat itu, Palestina kembali ke pangkuan Islam. Allahu Akbar!
Cermin bagi kita
Bagi kaum mukminin, rasa lapar dan haus bukanlah halangan untuk meninggikan kalimah tauhid dan menghancurkan kekufuran. Ramadhan telah memberikan kemenangan yang besar bagi kaum muslimin generasi terdahulu. Bagaimana dengan kita saat ini?
Rasanya kita memang kudu bercermin dengan semangat para pendahulu kita. Mereka tetap setia menjaga Islam, meninggikan Islam, membela Islam, memajukan Islam, meski harus nyawa taruhannya. Uniknya lagi, perjuangan yang mereka lakukan justru di saat fisik mereka manahan rasa lapar dan haus karena sedang melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan.
Kini juga kita berada di bulan Ramadhan, pada sepuluh hari terakhir. Semoga saudara kita di Afghanistan, di Irak, di Palestina, dan di negeri lainnya yang tengah dijajah oleh musuh-musuh Islam juga akan mendapatkan kemenangan di bulan Ramadhan ini, dan semoga saja kemenangan kaum muslimin Irak dan Afghanistan atas pasukan Amerika Serikat dan sekutunya menandai kebangkitan Islam. Semoga pula saudara kita di Palestina berhasil mengalahkan tentara Yahudi Israel. Amin. Nggak lupa, semoga remaja muslim dan seluruh kaum muslimin di Indonesia dan negeri muslim lainnya juga berhasil menundukkan hawa nafsunya agar mau memperjuangkan syariat Islam sebagai ideologi negara, berani mencampakkan ideologi kapitalisme-sekularisme beserta instrumen politiknya yang bernama demokrasi. Setelah itu, kebangkitan Islam akan segera hadir bersama tegaknya Islam sebagai ideologi negara dalam bingkai Khilafah Islamiyyah untuk memimpin dunia ini. Insya Allah. Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil! [solihin: www.osolihin.wordpress.com]