Thursday, 21 November 2024, 23:56

 gaulislam edisi 228/tahun ke-5 (12 Rabiul Akhir 1433 H/ 5 Maret 2012)

What is a Muhasabah? Halah, nih nanyanya pake bahasa campur-campur segala. Inggris dan Arab. Hehehe.. nggak apa-apa, selama kamu semua ngerti. Ya, apa sih yang dimaksud dengan muhasabah? Ikuti tulisan di gaulislam edisi 228/tahun ke-5 ini ampe tuntas ya.

Bro en Sis, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Hasyr [59]: 18)

Ayat ini merupakan isyarat untuk melakukan muhasabah setelah amal berlalu. Karena itu Umar bin Khaththab ra berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab” (Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin (terj.), hlm. 478)

Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, muhasabah di sini artinya senantiasa memeriksa diri kita sendiri. Sudah sejauh mana sih yang kita raih dalam beramal baik. Sudah banyak nggak pahala yang kita perbuat, atau jangan-jangan malah sebaliknya kedurhakaan yang mengisi penuh pundi-pundi amal yang bakalan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah? Aduh, naudzubillahi min dzalik!

Jangan sampe suatu saat kita hanya bisa menyalahkan orang lain yang kita tuduh nggak mengingatkan kita dari berbuat maksiat, padahal kita yang nggak mau diingatkan dan malah menyalahkan yang mengingatkan kita. Kalo itu yang kita lakukan berarti kita udah ngelakuin argumentum ad hominem, lho. Buruk muka cermin dibelah tuh.

Padahal nih, kalo kita mau berpikir lebih dalem lagi tentang diri kita, tentunya kita bisa merasakan betapa lemahnya kita. Betapa ringkihnya kita sebagai manusia. Kalo ingin membayangkan gimana lemahnya kita, bisa kita mengkaji diri bahwa seteliti-telitinya kita, selalu aja ada celah kosong yang bisa membuat kita teledor. Sepandai-pandainya kita, selalu saja ada peluang untuk berlaku bodoh dan salah. Betul ndak?

Tapi jangan khawatir, di balik kelemahan itu manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia. Potensi ini bahkan harusnya membuat kita lebih memahami dengan kondisi kita. Coba, dari jaman Nabi Adam diciptakan sampe sekarang ras manusia telah berhasil menciptakan berbagai kemajuan. Contoh kecil aja, apa pernah kita melihat kucing bisa membuat sepeda motor, terus makan dengan garpu (kecuali si Tom di film Tom and Jerry kali ye?), kemudian ada kucing yang sekolah sampe jenjang yang lebih tinggi. Belum pernah kita melihatnya, bahkan mendengarnya kecuali kalo kita mau mengkhayal dalam sebuah cerita. Tapi manusia, banyak pencapaian yang berhasil diraihnya dari jaman ke jaman. Iya kan? Tentu saja itu juga berkat kemurahan Allah Swt. yang menjadikan manusia lebih mulia dari makhlukNya yang lain. Manusia diberi akal, sobat. Maka, berbahagialah memilikinya. Sure!

Allah Swt. menjelaskan dalam al-Quran (yang artinya): “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS al-Israa’ [17]: 70)

Subhanallah, betapa besar cinta Allah kepada kita. Allah memberikan segalanya buat kita. Itu sebabnya, sangat wajar jika kita kudu pandai mengelola segala potensi hidup yang telah diberikan Allah Swt. Aneh bin ajaib kalo masih ada manusia yang nggak bisa memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Sangat heran pula jika pun pandai memanfaatkan potensi yang dimilikinya tapi salah dalam mengamalkannya. Misal, ia memiliki potensi kreativitas yang tak ada hentinya, tapi kreatif dalam rangka mencuri barang orang lain atau kreatif mengolah kata-kata bernuansa pornografi. Wah, itu namanya memanfaatkan di jalur yang salah dong ya? Hindari deh!

Sobat muda muslim ‘penggila’ gaulislam, jika kita memanfaatkan potensi kita, tentunya tidak lepas dari rasa syukur kita kepada Allah Swt. yang telah memberikan segalanya buat kita. Artinya, amalan kita dalam memanfaatkan potensi pun kudu benar sesuai tuntunan Allah Swt. Nggak bisa asal njeplak berdasarkan hawa nafsu kita. Nggak bebas en liar gitu tentunya.

Sebab, jangan lupa, apa yang kita lakukan nggak bakalan lepas dari pengamatan Allah Swt. Kalo di sekolah kita bisa ngibulin teman atau guru dengan berbohong, maka Allah nggak bakalan bisa dibohongi. Kalo di dunia ini para pembunuh bisa nyantai, bebas berkeliaran belum dihukum oleh negara, maka di akhirat ia pasti nggak bakalan lolos dari hukuman yang diberikan Allah Swt. Bahkan Allah Swt. tak akan pernah salah dalam mengkalkulasi amalan kita. Nggak bakalan ketuker masukin data. Allah Swt. pasti jeli, amalan kita yang baik akan ditaro di “folder” amalan baik. Begitu pun amalan buruk kita. Terus, terminal akhir di akhirat pun sudah jelas buat tiap-tiap manusia sesuai amalannya. Surga buat yang amal baiknya banyak, sementara neraka khusus untuk yang berbuat maksiat waktu di dunia dan nggak sempat bertobat hingga akhir hayatnya.

Watau, ini kok ngomongnya pahala-dosa dan surga-neraka aja sih? Ya, biar kita takut. Biar kita benar-benar taat kepada Allah Swt. Karena sejatinya yang menciptakan surga dan neraka juga Allah Swt. Tempat itu pun sudah disiapkan oleh Allah untuk kita sesuai amalan kita. Semoga surga yang kita dapatkan.
Hmm…jadi inget lagunya Chrisye, “Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau sujud kepadaNya? Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau, menyebut namaNya?” **kamu inget lagu ini?

Sayangnya, meski surga dan neraka sudah jelas diterangkan keberadaannya di al-Quran oleh Allah Swt. banyak manusia yang tetap berbuat maksiat. Banyak mausia yang nggak ngikutin perintah Allah dan bahkan banyak manusia ogah menyembahNya. Aneh banget kan? Apalagi kalo surga dan neraka nggak ada?

Mulai saat ini juga
Sebaiknya, mulai saat ini juga memang kita kudu sadar diri. Yuk, kita mengkaji al-Quran, mengkaji Islam lebih dalam. Memahami siapa diri kita, siapa pencipta kita. Karena apa? Karena kita manusia, yang memang banyak kekurangannya dibanding kelebihannya. Sebagai wujud rasa syukur kita, pantes banget deh kalo kita beribadah hanya Allah Swt. Bukan kepada yang lain. Catet ya, hanya kepada Allah Swt.

Dan, kayaknya perlu diingatkan lagi, bahwa dalam hidup ini selalu saja ada godaan. Dunia itu terlalu gemerlap. Maka, jika kemudian kita berbuat salah dan maksiat kepada Allah, lalu diingatkan oleh orang lain, sikap yang terpuji adalah berani mengakui kesalahan, mendengar dan menuruti nasihat teman kita itu serta nggak mau mengulangi perbuatan maksiat. Jangan sebaliknya, malah marah dan menyalahkan orang lain. Padahal, orang lain atau teman kita hanya mengingatkan kita. Ibarat cermin, teman kita tahu apa yang kita lakukan, sementara kita yang sedang lupa bin khilaf jelas nggak bakalan ngeh kalo ternyata kita berbuat salah. Kalo sampe kita nggak mau mengakui kesalahan kita atau kelemahan kita setelah diingatkan, bisa digolongkan sebagai orang yang ditulis dalam peribahasa: buruk muka cermin dibelah. Iya kan?

Yuk, kita bareng-bareng meningkatkan kualitas amalan kita dan memperbanyak amal shaleh. Senantiasa ikhlas, bersabar, dan bersyukur kepada Allah Swt. Nggak jamannya lagi mengingkari kelemahan kalo sejatinya kita emang lemah dan nggak mampu. Juga nggak perlu malu mengakui kesalahan jika memang kita salah. Jangan menyerang orang lain yang kita tuding sebagai biang kesalahan kita, tapi kita seharunya melakukan interospeksi diri. Sebab, kita hidup bersama orang lain. Dan kita memang saling membutuhkan satu sama lain. Kita juga pasti butuh kepedulian dari orang lain (termasuk kita sendiri harus peduli dengan orang lain).

Itu sebabnya, sungguh sebuah tragedi kalo kita merasa benar sendiri, merasa nggak perlu saran dan masukan dari orang lain, nggak mau diingatkan ketika salah, nggak mau mengakui kelemahan dan kesalahan yang dilakukan, dan lebih celakanya lagi kalo kita menuding orang lain dan menimpakan kekesalan kita kepada mereka ketika kita salah atau gagal. Jika terus demikian, di mana keikhlasan kita?

Semoga kita menjadi hamba Allah yang beriman, bertakwa dan senantiasa lapang dada dan ikhlas menerima saran dan kritikan dari orang lain. Karena semua itu demi kebaikan kita dan kemajuan kita bersama. Apalagi jika kita hidup dalam sebuah organisasi atau komunitas (termasuk organisasi dakwah). Selain muhasabah diri untuk lebih baik bagi akhirat kita kelak, juga muhasabah untuk kebersamaan kita sebagai gologan kaum muslimin yang akan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik untuk kehidupan di dunia dan di akhirat kelak demi tercapainya tujuan bersama yang dicita-citakan.

Semoga tulisan singkat tentang muhasabah diri di buletin kesayangan kamu ini mampu mengingatkan kepada kita semua tentang pentingnya ikhlas, keutamaan dan sangat bermanfaatnya keikhlasan dalam kehidupan kita. Ikhlas akan senantiasa memberikan ketenangan. Hidup tidak gelisah tidak penuh kebencian kepada sesama, tak ada buruk sangka, tak ada rasa khawatir menjadi miskin atau kehilangan kedudukan, dan jabatan. Ikhlas membuat kita tak perlu gelisah melihat orang lain lebih baik dari kita atau berhasil mengalahkan kita dalam kehidupan. Justru jika kita merasa terancam atau ingin merebut kebahagiaan orang lain, ikhlas kita akan rusak digerus rasa hasad atau dengki kita.

Nikmati dunia ini dengan cara yang benar dan tuntunan yang sesuai ketetapan Allah Swt. dan RasulNya. Tak perlu khawatir, karena semua yang diberikan oleh Allah Swt. kepada kita adalah demi kebaikan kita. Tetaplah kita bersama Allah Swt. dan RasulNya. Jalani hidup dengan ikhlas, insya Allah nikmat, bahagia, tanpa perlu merasa was-was. Ikhlas menjadikan kita lebih terhormat di hadapan Allah Swt., juga menjadikan orang lain berusaha mencontoh pribadi kita yang baik. Semoga, kita semua bisa menjadi hamba-hamba Allah Swt. yang senantiasa ikhlas menghadapi berbagai kenyataan hidup sembari berdoa memohon ampun dan pertolongan kepada Allah Swt. Kita muhasabah diri: seberapa ikhlaskah kita? Hanya kita yang mampu menjawabnya. Interospeksi yuk! [solihin |Twitter @osolihin]