Monday, 25 November 2024, 03:14

gaulislam edisi 748/tahun ke-15 (20 Rajab 1443 H/ 21 Februari 2022)

Ada pepatah yang cukup masyhur ketika menghadapi orang yang bodoh tapi sok tahu en ngotot pula, “yang waras ngalah”. Intinya, kalo menghadapi orang yang bodoh, seperti ngadepin orang nggak waras. Jadi, supaya nggak jadi ribut, ya udah yang waras ngalah alias mengalah. Nggak apa-apa, kan kalah dari orang yang model gitu bukan hina.

Namun, dipikir-pikir lagi, kalo zaman sekarang sepertinya yang waras kudu bangkit memperjuangkan kebenaran. Jangan mau terus membiarkan orang yang nggak waras wara-wiri mencaci maki siapa saja yang nggak sejalan dengan kegilaannya. Jangan biarkan orang gila terus berbusa-busa menyerang siapa saja yang nggak sejalan dengan ketidakwarasannya.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Tentu saja ini bukan dalam arti gila beneran atau nggak waras dalam pengertian hilang akal. Maksudnya, orang yang nggak waras karena kebodohannya. Ya, mirip Abu Jahal, deh. Doi kan konon katanya orang terpandang di kaumnya, cuma ya tetap digelari bapak kebodohan karena nggak mau nerima kebenaran Islam. Jadi, yang dimaksud nggak waras bin gila dalam pembahasan ini adalah orang yang nggak mau menerima kebenaran padahal sudah jelas dan nyata kebenaran di depan hidungnya. Dia sombong, lalu menolak kebenaran itu dan tetap mempertahankan kegilaannya. So, wajar banget kalo disebut bodoh.

Gimana contohnya di zaman sekarang? Kebaikan memang akan selalu berhadapan dengan keburukan. Pembela kebenaran akan berjibaku melawan penyokong kesalahan. Ahli taat akan berseberangan dengan ahli maksiat. Anak rohis pasti nggak bisa gabung dong dengan gaya anak geng motor atau pengguna narkoba. Ibarat air dengan minyak. Kagak klop dah.

Itu sebabnya, mereka yang membela Islam dan umatnya, akan berhadapan dengan mereka yang membenci Islam dan kaum muslimin. Sudah sunatullah. Nggak bisa dihindari. Maka, kita harus siap dan mempersiapkan diri melawannya. Nggak boleh diam, apalagi bengong bin planga plongo.

Isu sensitif yang memancing kemarahan atau menyibukkan masyarakat dari perhatiannya kepada masalah utama problem kehidupan, sengaja dibuat. Kayak baru-baru ini ceramah UKB (Ustaz Khalid Basalamah) ada yang sengaja mengedit lalu diberikan narasi seolah membenturkan keyakinan masyarakat kita soal kebudayaan wayang. Padahal itu video beberapa tahun lalu. Akhirnya apa? Pro kontra lah. Anehnya yang diadu ya sesama muslim, bedanya hanya karena pilihan politik selama ini. Sungguh energi yang sia-sia. Namun, celakanya banyak yang ngaku muslim tetapi membenci Islam dan kaum muslimin yang pilihan politiknya berseberangan dengan mereka. Tentu saja yang bersorak gembira, ya orang kafir dan munafik.

Terakhir viral di media sosial pagelaran wayang kulit yang dinarasikan dan ditampilkan wayang yang dibuat mirip sosok UKB. Kan, ngawur itu. Kamu silakan pantengin berita lengkap di media massa dan juga di media sosial (kalo pengen lengkap dengan komentar pro dan kontranya). Ini salah satu contoh debat yang nggak produktif, malah nggak jelas dan memalingkan dari persoalan yang penting dan genting.

Namun, rupanya masyarakat memang sengaja dibuat ribut dengan hal-hal remeh. Belum lama muncul berita tentang seorang seleb yang katanya pindah agama ke Kristen dengan narasi, udah khatam al-Quran dan rajin shalat lima waktu. Eh, itu berita puluhan tahun lalu kenapa ‘dioreng’ lagi sekarang? Bukankah seleb tersebut memang sejak baligh udah pindah agama, dan sekarang udah nenek-nenek? Begitulah, akhirnya masyarakat sibuk dengan urusan yang nggak semestinya diurusin dan dipikirkan secara mendalam.

Masyarakat dibuat lupa bahwa masalah utama saat ini, dan itu masalah yag sejatinya langsung menyangkut hajat hidup orang banyak adalah kelangkaan minyak goreng, isu di balik rencana pindahnya ibu kota negara, teroris OPM, persekusi terhadap para ulama, bahkan ngawur dan noraknya pemerintah yang menetapkan bahwa BPJS menjadi persyaratan berbagai administrasi, utang negara yang kian menumpuk, pemberlakuan aturan JHT (Jaminan Hari Tua) bagi karyawan yang baru bisa cair pada usia 56 tahun. Bener-bener ya, pemerintah di rezim ini memeras dan memalak rakyat dengan segala cara, bahkan cara yang memalukan.

Rakyat dibuat lupa dengan masalah utama, lalu hanya berkutat di masalah-masalah sepele yang nggak terlalu penting, bahkan nggak penting. Orang berbeda pendapat kan biasa, kenapa kudu ngamuk? Lawanlah dengan kata-kata lagi, dengan argumen lagi, jangan main lapor ke pihak berwajib atau memberondongkan caci maki kagak mutu. Itu namanya pecundang. Cemburu tanda tak mampu. Nggak bisa lawan pake otak, akhirnya main otot. Ah, dasar the loser!

Di balik “berita receh”

Sobat gaulislam, menurut Noam Chomsky, seorang filosoper terkemuka di Amerika, aktivis politik, dan profesor kehormatan bidang linguistik pada Massachusetts Institute of Technology (MIT), elemen utama dari kontrol sosial adalah strategi gangguan yang akan mengalihkan perhatian publik dari isu penting yang ditentukan oleh elite politik maupun elite ekonomi dengan cara membanjiri dengan informasi yang membingungkan atau informasi-informasi yang nggak penting.

Strategi gangguan ini juga penting untuk mencegah perhatian publik dari pengetahuan-pengetahuan penting. Saya menilai, bahwa ada upaya tertentu untuk menghalangi publik dari sebuah isu atau fakta yang seharusnya lebih penting ketimbang isu wayang dan seleb pindah agama. Pengelola media massa yang berkolaborasi dengan elite politik dan elite ekonomi—sebagaimana yang dituturkan Noam Chomsky—bisa jadi sudah dipraktekkan saat ini. Intinya, perhatian publik dialihkan dari problem yang sebenarnya, dipikat dengan materi-materi berita yang sebenarnya bukan kepentingan utama. Publik dibuat sibuk, sibuk, sibuk, sibuk, dan sibuk memikirkan hal itu. Tak ada waktu lagi untuk memikirkan yang lain. Padahal, bisa jadi problem utama sedang merayap pelan (atau bahkan cepat) seperti kelangkaan minyak goreng dan isu perpindahan ibu kota negara bersamaan dengan perhatian publik pada urusan wayang dan konflik antar etnis—apalagi yang remeh-temeh macam infotainmen. Ini yang perlu diwaspadai.

Selain itu, isu-isu yang terus diputar saat ini adalah ketegangan antarumat beragama, radikalisme yang selalu dituduhkan kepada umat Islam, konten ceramah seputar KDRT dan sejenisnya. Namun, bisa jadi sebenarnya ada isu yang lebih berbahaya dari itu semua. Mungkin saja. Atau bisa juga sebenarnya dari ketiga kasus yang disebutkan itu ada satu yang berbahaya, namun ditutupi oleh kedua kasus lainnya. Itu sebabnya, kita perlu memahami fakta di balik berita. Sebab, informasi dan opini bisa diproduksi oleh media massa sesuai pesanan pemilik kepentingan untuk tujuan yang lebih besar dari itu. Walaupun ujungnya tetap urusan duit dan jabatan.

Lalu, siapa yang mengail di air keruh melalui ‘proyek’ isu benturan antarumat beragama dan konflik antar etnis? Apakah itu pemerintah? Pengusaha kelas kakap? Pengusaha media massa? Belum bisa dipastikan, meski bisa saja mengarahkan kepada kepentingan oligarki alias pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.

Deretan penyebutan itu baru asumsi saja. Kita tunggu jawabannya ketika semua faktanya sudah terbuka lebar sebagaimana isu terorisme selama ini. Namun demikian, kita tetap waspada dan berhati-hati. Semoga tidak menjadi korban ‘konspirasi’ atas nama “beturan antarumat beragama atau adu domba antarumat Islam”.

Menyiapkan perlawanan

Memang harus dilawan. Udah nggak zamannya ngalah mulu. Wis wayahe yang waras melawan, bukan ngalah. Kebenaran wajib ditegakkan, apa pun risikonya. Tentukan pilihanmu, ada di barisan para pembela Islam atau para pembenci Islam. Semua ada konsekuensinya, semua ada risikonya. Sikap sebagai muslim, tentu aja akan berada di posisi pembela Islam dan kaum muslimin.

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim, no 49)

Harus menjadi pembela kebenaran, dan berusaha terus menegakkan kebenaran. Nggak takut kepada mereka yang mencela, dan nggak gentar kepada mereka yang selalu mencemooh, tetap berani melawan kezaliman, apa pun risikonya.

Ulama besar Ibnu Taimiyah rahimahullah, sebagaimana dituliskan oleh Abul Hasan an-Nadawi, berkata, “Apa yang akan diperbuat musuh-musuh kepadaku? Jika aku dipenjara, maka penjara adalah tempat untuk ber-khalwat (beribadah kepada Allah). Jika diasingkan, maka pengasingan adalah tempat tamasya. Jika aku dibunuh, maka kematian adalah jalanku menuju syahid.

MasyaAllah. Luar biasa. Ini perlu menjadi teladan kita semua. Supaya orang yang nggak waras yang selalu melawan kebenaran jadi mikir. Sebab, orang yang waras senantiasa berani menegakkan kebenaran. Nggak ngalah kepada yang nggak waras.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS an-Nisaa [4]: 135)

Imam al-Ghazaliy rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwa barang siapa menilai kebenaran melalui sosok seseorang, ia akan kebingungan dalam jurang kesesatan. Kenalilah kebenaran niscaya engkau mengenal siapa yang benar jika engkau memang benar ingin menempuh jalan kebenaran. Jika engkau beranggapan bahwa keunggulan seseorang cukup untuk menentukan kebenaran, jangan abaikan para Sahabat dan keunggulan mereka. Karena semua sepakat tentang keunggulan mereka. Dalam urusan agama, mereka tak bisa dikejar dan tak tertandingi. Keunggulan mereka bukan karena kata-kata, tetapi karena ilmu akhirat. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, unggul bukan karena banyak melakukan puasa dan shalat, melainkan karena sesuatu yang ada di dalam dadanya.” (dalam Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin, jili 1, hlm. 23)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya siapa saja yang bertakwa kepada Allah dengan cara melakukan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, dia akan diberi taufik untuk mengetahui kebenaran dan kebatilan.” (dalam Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, hlm. 43)

Tuh, mestinya udah jelas, ya. Kalo datang kebenaran yang udah pasti, jangan malah pura-pura nggak tahu, apalagi menolaknya. Bahaya. Ada baiknya bagi orang yang bergelimang dalam dosa dan hobinya melawan kebenaran Islam, untuk sudi menyimak nasihat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Beliau berkata, “Sebagian manusia adakalanya mengetahui bahwa kebenaran ada pada orang lain. Namun, bersamaan dengan itu ia menentangnya karena kedengkian terhadap orang tersebut, atau karena menginginkan kedudukan yang lebih tinggi atasnya, atau karena hawa nafsunya. Hawa nafsu itu menggiringnya untuk memusuhi orang tersebut. Dia pun membantah orang tersebut dengan segala cara padahal hatinya mengetahui bahwa kebenaran ada pada orang tersebut.” (dalam Majmu’ al-Fatawa, jilid 7, hlm. 191)

Selain itu, sudah saatnya kita yang waras menyiapkan perlawanan dengan menyebarkan dakwah. Bagi yang bagus lisannya, dakwahkan terus tentang Islam dan lawan pendapat-pendapat batil para penentangnya. Bagi yang udah mahir menulis, bikinlah terus tulisan-tulisan yang oke punya untuk membungkam ucapan-ucapat batil para penentang Islam. Bikin pula karya film yang argumentatif dan mencerahkan, bikin juga tuh desain grafis yang mengemas pesan-pesan inspiratif dan menumbuhkan semangat juang dari para ulama untuk membangkitkan kesadaran kaum muslimin, termasuk remaja muslim.

Tujuannya untuk apa? Selain melawan mereka yang membenci Islam dan kaum muslimin, juga untuk mensyiarkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. So, saatnya jangan ngalah. Kita yang waras, kudu siap dan berani tampil membela kebenaran Islam dan menyelamatkan kehormatan kaum muslimin. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]