Friday, 22 November 2024, 07:39

  gaulislam edisi 264/tahun ke-6 (27 Dzulhijjah 1433 H/ 12 November 2012)

 

Wah, ternyata masih banyak ya muslimah muda yang pikirannya masalah mode en duniawi aja dalam kehidupannya. Ya, masalah Islam sebagai ideologi cuma dianggap sekelebatan aja atau diambil setengah-setengah. Mereka anggap masa remaja masa yang ‘suka-suka’, mencari jati diri (tapi nggak ketemu-ketemu). Masalah akil baliq sebagai proses pendewasaan menuju kesiapan menerima amanah yang lebih ‘berat’ malah terabaikan. Begitu dapat masalah, yang jadi rujukan malah media-media remaja yang nggak islami.

Lucunya, dari jaman saya ABG sampe sekarang, konten media remaja nggak jauh-jauh amat solusi yang dikasih. Contoh aja nih: fashion ‘before-after’. Before: wajah kusam nggak bermake up, rambut nggak berhijab, baju model tahun jebot; After: wajah kinclong bermake up, rambut di-stylish gaya artis terkini dan begitu pula baju yang dipake kekurangan bahan. Ya gitu-gitu aja. Udah gitu yang dijadiin panutan gayanya para seleb Barat, Korea, Jepang yang up to date. Bukan pakaian yang menutup aurat secara sempurna. Ironis, tragis dan mengenaskan.  Woi, nggak layak muslimah model begitu.

 

Jati diri muslimah

Yup, talking seriously Gals. Eyes to eyes, heart to heart. Mungkin saking terbiasa dengan kenyamanan alias stuck in comfortable zone plus nggak mau turun gengsi, nggak sedikit muslimah yang masih betah dalam sekulerisme (memisahkan antara aturan agama dan kehidupan) dan menjadi liberal plus berpaham kapitalis yang akhirnya jadi matre dan konsumtif.

“Kan, masih muda terus hidup cuma satu kali. Jadi nikmatin aja. Lagian, nggak minta juga diciptain ke dunia ini. Kalo mati ya mati aja. Terserah Tuhan mau ngapain gue.  Emang masalah buat elo?” — nganga deh kalo ketemu ‘muslimah’ yang ditegur en dinasehati tapi jawabannya kayak gitu.  Huuft..

Bro en Sis rahimakumullah pembaca setia gaulislam, memang akan bermunculan beraneka ragam jawaban yang isinya ‘pembenaran-pembenaran’ (bukan kebenaran). Contoh aja, berpakaian. Kalo ada acara-acara religius, pakaiannya pada nutup dengan sopan tapi tetep keliatan lekuk tubuh, kalo pun nggak pake kerudung ya pake pashmina atau selendang yang cuma diselempangin begitu aja di kepala dan kalo kena angin atau kebanyakan gerak ya kelepas deh, kemudian rambutnya pun keliatan.

Makanan? Kadang suka sok-sok’an ngikutin makanan ala Barat, Korea, Jepang tanpa ngertiin dulu yang dimakan halal atau nggak. Kadang martabat udah jadi tinggi banget cuma karena bisa makan ala mancanegara. Gaya hidup pun mudah keikut arus. Apalagi kalo udah keikut gaya hidup konsumtif. Kalo nggak pake barang-barang bermerk dan original, rasanya nggak ok.

Bagaimana dengan pandangan hidup? Halah, ternyata nggak fokus menjadikan Islam sebagai standar. Padahal, kalo dalam Islam cukup memahami, bahwa kita diciptakan oleh al-Khalik yakni Allah Ta’ala, begitu diciptakan dan menjalani fase-fase kehidupan kita sudah diberi petunjuk melalui al-Quran dan as-Sunnah untuk menjalankannya dalam kehidupan. Next, begitu ajal tiba, kita kembali kepada Allah dan kemudian menuju akhirat, dikumpulkan di padang Mashyar, dihisab segala perbuatan di dunia lalu menanti hasilnya, surga atau neraka.

Jadi, jati dirinya seorang muslim ya keislamannya itu. Mengamalkan seluruh aturan Allah Ta’ala dalam kehidupan. Susah? Berat? Memang. Tapi pasti bisa. Kalo mau belajar, berusaha dan membiasakannya dalam kehidupan. Contoh: Belajar berhijab, berusaha untuk selalu mengenakannya dan membiasakan disiplin untuk berhijab (jilbab dan kerudung) tanpa pilah-pilih momen. Mau mantenan, perpisahan, ke pasar, sekolah tetep berhijab.  Titik. Dilarang? Sama ortu? Sama pihak sekolah? Kampus? Tempat kerja? Itulah ujiannya. Allah Swt. menguji keimanan para muslimah. Pengorbanannya untuk bisa berhijab insya Allah imbalannya adalah surga.

Allah Swt.befirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS al-Ankabut [29]: 2-3)

Dan, begitu kita bebas berhijab sesuai syariah apakah kemudian tenang? Sebenarnya masih ada PR.  Yakni, mengajak muslimah lainnya yang belum berhijab untuk memakainya selain itu juga memperjuangkan kembali kehidupan Islam agar seluruh aspek kehidupan murni bertumpu pada Islam.

Kapitalisme bikin rugi lahir batin

Apa sih ukuran cantiknya seorang wanita?  Ternyata kini kapitalisme telah mengubahnya menjadi, cantik itu putih, langsing, wajah cerah tanpa noda.  Berlomba-lomba deh pada beli krim pemutih badan dan wajah, terus beli produk pelangsing tubuh. Pengen merawat tubuh dan wajah sih ok aja, tapi liat dulu prioritasnya, penting banget berkulit kinclong? Kalo penting, ok, kan merawat anugerah ilahi. Tapi liat dulu, produk yang dipake, halal nggak? Terus, nggak harus ber-make-up kan? Selain itu, walau pun produknya halal tapi dipake di saat yang nggak pas, ya bisa jadi maksiat. Contoh: kosmetiknya terbuat dari bahan halal, tapi makenya buat tebar pesona dengan lawan jenis atau ber-make up menjadi kewajiban karyawati di kantor misalnya.  Ditambah lagi dengan kontes-kontes kecantikan ‘Miss ini Miss itu’ yang standar penilaiannya ya tetep: fisik.

Kadang saya suka kasihan melihat SPG-SPG yang dengan pakaian kekurangan bahan plus bodi berlekuk dan wajah kinclong nawarin barang-barang dagangan dengan kemolekan tubuh mereka di tempat-tempat umum. Pengen nangis rasanya. Apa nggak malu? Bahkan, ada yang kasusnya ‘bunglon’, jadi sehari-hari kerudungan dan berwajah innocent eh begitu on duty berhubung tuntutan kerja (nah, kenapa jadi mau kerja yang begitu. Terdesak butuh duit?), bablas deh pamerin auratnya. Na’udzubillah min dzalik.

Kalo yang nggak ngeh en su’udzon bagaimana cara Islam memuliakan wanita, ya bilangnya ribeut, fanatik, terkekang. Waduh, bukannya udah kewajiban tuh melaksanakan perintah Allah Ta’ala? Allah Swt udah melindungi dan memuliakan muslimah dengan aturanNya.

Jadi, berjuanglah, Gals! Bebaskan dirimu dari belenggu kapitalisme. Insya Allah, bisa! Kalo nggak berusaha, bisa terus-terusan bodi, wajah, tenaga bahkan keimananmu dieksploitasi ama yang namanya kapitalisme.

 

Remaja muslimah idaman umat

Nah, Gals. Sebenernya, kalo udah berusaha membebaskan diri dari belenggu kapitalisme nan sekuler dan matre itu, justru sebenarnya akan menjadi remaja muslimah idaman umat. Mungkin, bagi yang nggak ngerti akan pentingnya aplikasi Islam dalam kehidupan ya akan mencemooh.  Tapi seperti yang saya bilang, ya itulah ujiannya. Ujian keimanan, juga mempertahankan kebenaran.

Jangankan orang sekeliling, ortu pun yang nggak ngeh akan pentingnya aplikasi Islam dalam kehidupan bakal ngelarang anak-anaknya untuk mengkaji Islam, berhijab, dan berdakwah. Sebaliknya malah nyuruh anaknya pacaran. Larangan tersebut berdasarkan alasan bahwa anaknya jadi nggak gaul, dan terbawa aliran sesat. Waduh! Yah, bersabarlah. Padahal dengan kembalinya kita kepada Islam dan menjadi anak shalihah justru menjadi aset terbesar untuk ortu kita begitu di akhirat kelak. Mudah-mudahan ortu kita ngerti ya. Amiin. Rasulullah saw bersabda, “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakan untuknya.” (HR Muslim)

Untuk saat ini apalagi ditambah isu-isu teroris yang bener-bener bikin stigmatisasi terhadap Islam, segala upaya dan langkah kita untuk taat kepada syariah hingga memperjuangkan khilafah dianggap anomali. Tapi, percaya deh.  Masa’ kita mundur, padahal Allah udah menjamin surga untuk umatNya yang bener-bener berjuang di dalam Islam, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS at-Taubah [9]: 111)

 

Move On!

Yup, teruslah berjuang untuk menjadi remaja muslimah idaman umat, yang mampu menjadi penerang bagi umat yang kini tengah dicengkeram kapitalisme global.  Bersiaplah untuk selalu bertahan dalam menghadapi segala cobaan yang datang. Tenang, you’re not alone. Bersama kita bisa! So, aktiflah di Rohis, syukur-syukur bisa bergabung dengan komunitas-komunitas Islam yang memperjuangkan tegaknya kembali syariah Islam di muka bumi ini. Islam yang dijadikan sebagai ideologi negara dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Nah, kalo udah gabung untuk dibina dalam mengkaji Islam kita kudu bersikap sungguh-sungguh. Coz, kita dibina bukan sekadar untuk ‘penyegaran jiwa’, tapi digembleng supaya bisa jadi pribadi tangguh yang nggak keder ngorbanin mental, materi/harta, waktu sampe jiwa. Ehhh.. kok serem gini? Yang serem mah film horor. Yaa.. emang dikira aplikasi Islam main-main gitu? Ya nggak lah. Kan katanya mau jadi muslimah shalihah, ya kudu tahan banting. Makanya kita bakal dibina bener-bener baik itu dalam masalah ilmu Islam juga dibina untuk aplikasinya dalam kehidupan. Jadi, nggak sekadar ta’lim. Belajar, pulang, bebas. No! Tapi: belajar dan diskusi, resapi, pikirkan, amalkan, sebarkan (dakwahkan) dan pertahankan kebenaran. Gitu, Non!

Gimana, Gals? Siap jadi muslimah idaman umat? Mau nggak mau kudu siap karena memang kewajiban yang harus kita taati. Oke deh, selamat berbenah diri, mengubah diri menjadi lebih baik dan bersungguh-sungguh mengamalkan Islam dalam kehidupan. Mulailah dengan cintai Islam dan ikuti kajian-kajian keislaman. Hamasah! [Anindita | e-mail: thefaith_78@yahoo.com]

1 thought on “Remaja Muslimah, Move On!

  1. mengomentari kata2 terakhir wacana ini, “Mau nggak mau kudu siap karena memang kewajiban yang harus kita taati” seharusnya kata “mau nggak mau” itu harus dihilangkan. Jika di tinjau dalam ilmu filsafat, salah satu kata saja, mempunyai dampak yang sangat besar. Jadi yang seharusnya adalah “dalam kondisi apa pu, kita harus siap menjadi seorang muslimah yang taat akan peraturan Allah”. Terima kasih …

    Wah, bagus sarannya. Sip. Meski secara kebiasaan berbahasa di masyarakat, istilah ‘mau nggak mau” sama artinya dalam kondisi apa pun. Tapi, terima kasih atas sarannya.
    Redaksi gaulislam

Comments are closed.