gaulislam edisi 271/tahun ke-6 (18 Safar 1434 H/ 31 Desember 2012)
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, kalo merhatiin tanggalan masehi sih buletin gaulislam edisi 271 ini terbit di penghujung tahun lho, yakni tanggal 31 Desember 2012. Itu berarti besok sudah tanggal 1 Januari tahun 2013. Tetapi bagi kaum muslimin sebenarnya tahunnya sudah berubah sejak sebulan silam. Tepatnya, sekarang udah tanggal 18 Safar 1434 H. Wuih, udah lama juga ya. Betul! Sebab, gaulislam aja sudah terbit sejak 29 Oktober 2007 atau bertepatan dengan 18 Syawal 1428 H. Tuh kan, berarti udah enam tahun berlalu (hitungan hijriah). Kalo manusia mah udah lewat masa balita. Udah masuk taman kanak-kanak. Hehehe.. ngelantur nih!
Oya, kenapa judulnya adalah “Modal yang Terus Berkurang” ya? Kamu mungkin ada yang nanya kayak gitu. Penasaran karena kok judulnya setengah abstrak dan bikin penasaran (semoga, hehehe). Iya, “modal” di sini sebagai istilah pengganti untuk umur atau usia. Sebab, kita tahu bahwa umur manusia sejatinya terus berkurang dalam jatah hidupnya di dunia. Nah, sementara usia alias umur itu adalah modal manusia untuk beribadah, beramal shalih, berjuang dan masih banyak lagi aktivitas lainnya. Melalui umur yang jadi modalnya, manusia bisa melakukan banyak hal. Semoga semuanya adalah kebaikan ya. Meski kita tidak menutup mata bahwa banyak manusia yang malah menggunakan sisa umurnya untuk terus bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Naudzubillah min dzalik!
Imam ar-Razi dalam tafsirnya mengenai keterkaitan antara waktu dan kerugian menyatakan: “Ketika rugi dipahami sebagai hilangnya modal, sementara modal manusia adalah umur yang dimilikinya, maka manusia senantiasa mengalami kerugian. Sebab, setiap saat dari waktu ke waktu umur yang menjadi modalnya terus berkurang.” Nah, ini menjadi bukti bahwa kita sebenarnya memiliki modal yang terus berkurang. Kalo sekarang usia kamu 15 tahun, maka tahun depan adalah 16 tahun. Berdasarkan bilangan, umurmu bertambah. Namun, jika dilihat dari jatah hidupmu di dunia ini, pastilah berkurang. Betul nggak? Ya, sebab kalo seandainya kamu diberi ‘jatah’ oleh Allah Swt, bahwa umurmu di dunia ini adalah 60 tahun, maka sisa waktu kehidupanmu di dunia adalah 44 tahun (60 dikurangi 16). Tul nggak? Ini seandainya lho, sebab kita nggak pernah tahu jatah usia kita berapa lama hidup di dunia. So, waspadalah!
Tahun baru, dosa baru?
Bro en Sis rahimakumullah, ‘penggila’ gaulislam, gejala yang umum ditampakkan oleh masyarakat kita menjelang berakhirnya tahun masehi adalah maraknya pesta penyambutan tahun baru. Seolah mau nunjukkin bahwa tahun baru masehi itu layak disambut dengan suka-cita dan meriah bin cetar membahana badai hujan angin puting beliung awan panas halilintar bersabung (hadeuuh.. nih yang nulis kayak mau nyaingin Syahrini yang bikin cetar itu). Semua kalangan merayakannya dengan pesta pora semalam suntuk. Adik-adik kita, ponakan, paman-bibi, ayah-ibu, kakek-nenek, menantu-mertua, tetangga jauh tetangga dekat, pak RT dan pak RW sampe pejabat di atasnya ikutan latah menyambut momen pergantian tahun. Pokoknye semua merasa kudu merayakan tahun baru. Heboh banget tuh! Jangan-jangan langsung pada bilang “Wow”, sambil koprol lalu push-up dilanjut dengan renang dan lari. Halah super lebay nulisnya!
Bener lho. Acara ‘wajib’ di malam tahun baru seperti arak-arakkan di jalan raya; baik jalan kaki maupun ngesot dan loncat-loncat, eh maksudnya pake kendaraan bermotor, tiup terompet, dan pesta kembang api udah biasa digelar. Di malam itu, yang ada adalah kita dan kesenangan. Semua larut dalam gempitanya perayaan tahun baru. Seolah lupa utang di warung Mpok Ijah yang catetannya sampe ditulis di tembok warung, janji mau ngaji di Ustadz Badrudin langsung dibatalin karena udah kebelet pengen nyundut petasan dan kembang api. Hadeueuh…
Para biduan dangdut ibukota, penyanyi pop dan rock (diduga kuat juga penyanyi lainnya) panen dengan menuai untung di malam itu. Ikut merayakan bergantinya tahun dengan menghibur masyarakat lewat tarikan suara dan aksi jogetnya para penari dangdut koplo yang bikin jantung kaum Adam deg-deg ser plas blas (copot!). Ah, pokoke dunia ini kayak bergetar hebat di malam tahun baru itu.
Selain aksi ‘gila-gilaan’ di malam tahun baru, ada juga yang menyambut tahun baru dengan segudang agenda. Mulai agenda yang baik, agak baik, sampe yang miskin manfaat, bahkan menyesatkan. Misalnya aja ada teman kamu yang nyiapin anggaran dan kegiatan untuk beli terompet (tentu saja buat ditiup pas jarum jam menunjukkan pergantian tahun, bukan untuk didudukin apalagi dikentutin), ada yang bela-belain kemping ke puncak gunung sambil berharap mengukir kenangan tahun baru bersama teman-temannya di ketinggian yang menakjubkan sambil menatap kerlip bintang (itu pun kalo nggak diguyur hujan). Selain itu, ada juga yang entah siapa yang memulai—tapi sepertinya tukang dagang—yang mengopinikan bahwa pas tahun baru kudu ada yang dibakar, maka pilihannya jatuh ke jagung (kenapa nggak buah yang lain ya?). Sebab, kalo bakar rumah orang, si pelaku bisa digebukkin warga sekampung.
Para desainer udah gembar-gembor dua bulan sebelum berakhirnya tahun ini. Mereka membuat model pakaian yang bakalan tren di tahun depan, juga mereka-reka kira-kira model rambut yang kayak gimana yang bisa jadi tren di tahun depan. Para produsen kosmetika juga gencar memamerkan seni tatarias wajah yang oke punya, tentu dengan dukungan kosmetik yang dibuatnya. Oya, buat kamu semua pembaca gaulislam, jangan mudah ketipu dengan iklan ya. Sebab, yang tampil di iklan komestik pastilah orang dengan wajah yang menarik dan cantik. Ada casting bintang iklannya, nggak sembarang nemu di kuburan atau ngambil di kebun bambu langsung disuruh jadi bintang iklan. Nggak lah ya. So, jangan kepedean kalo pake kosmetik merek tertentu wajahmu jadi langsung bersinar (emangnya petromak?), itu trik kamera ditambah editing komputer. Tapi tentu agar editing lebih mudah, maka dipilih orang dengan wajah yang camera face alias enak dipandang mata.
Selain para desainer dan produsen kosmetika, yang ikutan heboh kalo menyambut tahun baru begini adalah para dukun dan tukang ramal. Jampi dan mantera mereka dipercaya sebagian besar masyarakat ampuh untuk bekal di tahun depan. Ramalan via kartu tarot, teropong lewat bola kristal, atau cuma dengan melihat garis-garis di telapak tangan langsung kebaca sama para normal perjalanan nasib pasiennya itu. Lengkap dengan trik en tips kalo terjadi sesuatu di kemudian hari. Jangan percaya!
Para dukun juga sigap mengawal pasien mereka yang meminta tolong kepadanya. Dikerahkanlah seluruh lelembut dari bangsa jin untuk menjadi bodyguard-nya. Harapannya, tahun depan keberuntungan selalu menyertainya atas bantuan sang dukun. Duilee.. pede banget minta tolong ama dukun? Kagak salah tuh? Ati-ati yee..! Sebab, dukun juga nggak bisa nolongin dirinya sendiri. Buktinya, kalo dia kena diare akut datangnya ke puskesmas kok. Hehehe…
Belum lagi paranormal yang sok tahu bikin pernyataan tentang masa depan negeri ini dan juga kondisi beberapa negara. Wah, ada-ada aja ya? Aneh bin ajaib emang. Celakanya, banyak yang percaya sama bualannya sang para-normal. Ckckckck.. pada sadar ngapa? Jangan sampe deh tahun baru justru bikin dosa baru. Kagak nyaket tuh di otak! Sumpeh!
Hey, ada juga lho yang cuek bebek ama perayaan tahun baru. Mereka anggap biasa aja dan biarkan jalan sendiri. Sayangnya, mereka emang udah kebiasaannya kagak punya planning: dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dan dari bulan ke bulan nggak ada peningkatan. Prinsip hidupnya “gimana nanti aja” Wah, kacau banget kan? Ini sih golongan orang yang nggak punya harapan dan cita-cita. Jangan sampe kamu kayak gini juga dong. Amit-amit.
Bro en Sis, kalo pun mau kan harusnya pada mulai mikirin gimana masa depan kita. Ini malah kebalik, masa depan mah gimana nanti aja. Hih, amit-amit, pantesan jalan di tempat aja. Kita kan nggak tahu nasib kita di masa depan ya? Itu sebabnya, melakukan yang terbaik itu musti digeber abis-abisan sebisa mungkin dan secepat mungkin. Biar kagak nyesel di kemudian hari. Jangan sampe baru nyadar kalo ajal udah menjemput kita. Lagian, kita nggak tahu kan kalo ajal bakalan datang cepat atau lambat. Tul nggak?
Oya, selain itu, kamu perlu tahu asal-usul atau sejarah perayaan tahun baru berbagai bangsa di dunia agar kamu nggak terjerumus melakukan atau merayakan sesuatu yang sebenarnya dilarang dalam syariat Islam. Pengen tahu lebih detil? Silakan baca di sini deh. Insya Allah kamu bisa tercerahkan dan tambah wawasan. Semangat!
Jangan sia-siakan waktu
Sobat muda muslim, sebagai manusia kita emang terbatas dan nggak sempurna. Itu sebabnya, kita jangan sampe melupakan siapa kita dan misi keberadaan kita di dunia ini. Ini wajib kita pahami betul, sobat. Kalau nggak? Wah, bisa kacau-beliau tuh. Coba aja perhatiin orang yang nggak sadar siapa dirinya dan misi adanya dia dunia ini, hidupnya suka semau gue. Seakan hidup nggak kenal waktu. Bahkan bagi orang yang kehidupannya diberikan kebahagiaan berlebih oleh Allah, suka lupa dan merasa ia akan hidup selamanya di dunia ini. Apalagi bila kita menjalaninya dengan serba mudah dan indah. Nikmat memang. Namun, sebetulnya kita sedang digiring ke arah tipu daya yang bakal menyesatkan kita bila kita tak segera menyadarinya. Rasulullah saw bersabda: “Ada dua nikmat, dimana manusia banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhari)
Benar, bila badan kita sehat, segar, dan bugar, bawaannya seneng dan merasa bahwa kita nggak bakalan sakit. Kalo lagi sehat nih, diajak jalan kemana aja kita antusias. Makan apa aja kita paling duluan ngambil dan mungkin paling gembul. Waktu kita sehat, kita lupa bahwa kita juga bakal sakit. Nggak heran kalo kemudian kita melakukan apa saja sesuka kita, termasuk yang deket-deket dengan dosa. Kesehatan memang nikmat yang bisa menipu kita. Melupakan kita dari aktivitas yang seharusnya kita lakukan.
Begitu pula dengan kesempatan. Kalo lagi ada waktu luang, bawaan kita pengennya nyantai aja. Coba, kalo tiba musim liburan, serta merta kita bersorak kegirangan. Bukan karena kita bisa mengerjakan aktivitas yang nggak bisa dilakukan saat kita sekolah, tapi karena itu adalah semata-mata waktu luang. Kita menganggap bahwa itulah saatnya bersantai dan melepaskan beban penderitaan selama belajar di sekolah.
Ya, kesempatan juga bisa menipu kita. Padahal, waktu luang itu bisa kita gunakan utuk kegiatan yang bermanfaat dan berpahala. Namun nyatanya sedikit banget yang ngeh. Udah kepepet, baru nyesel. Ketika masih jauh dengan waktu ujian, kita nyantai banget. Eh, begitu hari “H”-nya, kita langsung kelabakan nyari bahan belajar untuk ujian. Soalnya selama itu nggak pernah nyatet pelajaran. Kalo begitu, buat sekolah ya? Dan yang pasti, banyak waktu terbuang percuma. Jadi, sayangi dirimu, kawan.
Orang yang nggak merasa bahwa waktu itu begitu berharga dan bernilai, maka doi biasanya malas untuk belajar. Kalo udah malas belajar, alamat akal kita kekurangan pasokan ilmu. Ujungnya kita bisa jadi nggak mampu memfungsikan akal kita untuk mengetahui Rabb kita, untuk mengetahui siapa kita, keberadaan kita dan mau ngapain kita di dunia. Kalo begitu, kita nggak ada bedanya sama “teman-teman” di Ragunan. Ih, amit-amit ya? Jangan sampe deh. Firman Allah Swt.: “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.” (QS al-Anfâl [8]: 22)
Begitu pentingnya akal ini, hingga Umar bin Khattab ra pernah mengatakan, “Pokok dasar seseorang adalah akalnya, keluhurannya adalah agamanya, dan harga dirinya adalah akhlaknya.” Tuh, catet ya!
Ali bin Abi Thalib ra juga pernah berwasiat kepada putranya, Hasan dan Husein, sesaat sebelum meninggal dunia: “Sesungguhnya kekayaan yang paling tinggi nilainya adalah akal pikiran. Kemelaratan yang paling parah adalah kebodohan.”
Selain akal, juga ada hati. Kata Imam al-Ghazaliy, hati itu ibarat cermin. Kalo nggak pernah dibersihkan, maka akan berkarat oleh debu. Itu sebabnya, bila kita tidak memanfaatkan waktu untuk mengingat Allah, untuk hadir di majelis-majelis dzikir, hati kita akan kosong. Ujungnya, kita mudah resah, putus asa, galau, frustrasi dan sejenisnya.
Menyia-nyiakan waktu juga bisa berakibat kosongnya jiwa kita. Sayyid Qutb memberi gambaran: “Itulah jiwa yang kosong, yang tidak pernah mengenal makna serius. Ia bersikap santai meski menghadapi bahaya yang mengintai. Ia bercanda-ria di saat membutuhkan keseriusan dan senantiasa meremehkan permasalahan yang suci dan sakral. Jiwa yang kosong dari sikap yang serius dan penuh kesucian, akan meremehkan setiap persoalan yang menyelimutinya, mengalami kegersangan jiwa dan dekadensi moral.”
Sobat gaulislam, kalo kamu mulai menyia-nyiakan waktumu, maka itu artinya kamu sudah mengarahkan langkah kamu ke dalam jurang kehancuran. Kosong akal, kosong hati, dan kosong jiwa. Kalo udah begitu, alamat kehidupan ini terasa garing dan nggak bermakna. Padahal, kehidupan di dunia ini cuma sesaat dan amat semu plus sekali pula.
Jangan sampe hidup kita hanya diisi dengan kegiatan yang nggak ada manfaatnya untuk kehidupan abadi kita di akhirat nanti. Mulai sekarang, tinggalkan segala aktivitas yang merugikan kita. Meski mungkin tampaknya aktivitas itu bakalan nguntungin menurut penilaian kita; popularitas, harta, kesenangan dan sebagainya. Tapi kalo itu maksiat kepada Allah, nggak ada artinya kan?
Jadi jangan sampe kita nyesel seumur-umur akibat kita menzalimi diri sendiri. Sebab, kita nggak bakalan diberi kesempatan ulang untuk berbuat baik atau bertobat, bila kita udah meninggalkan dunia ini. Firman Allah Swt.: “Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertaubat lagi.” (QS ar-Rûm [30]: 57)
Jadi, nggak usah deh kita ikutan heboh merayakan tahun baru masehi. Kita evaluasi diri, dan itu dilakukan setiap hari biar lebih seru dan terasa maknanya. Yuk kita tingkatin terus amal baik kita, jangan cuma menumpuk dosa. Yup, mulai sekarang, jangan sia-siakan waktumu. Sebab, umur kita pun terus berkurang setiap detiknya. Jangan-jangan pas momen pergantian tahun ajalmu datang sementara kamu sedang maksiat. Naudzubillahi min dzalik. Renungkanlah! [solihin | Twitter: @osolihin. Catatan: tulisan ini merupakan penambahan dan perluasan yang disertai modifikasi dari tulisan saya di buletin STUDIA beberapa tahun lalu]
Kalo kita lihat buku2 sejarah tentang asal mu asal penanggalan masehi, sebenernya masehi itu salah kaprah. Dulu, masehi itu hanya ada 10 Bulan. Dan december itu adalah bulan yang ke-10. December artinya 10. Jadi buad apa ngrayakan bulan ke-10. 🙂 Hehehe. Salam sobat gaul Islam.