Saturday, 23 November 2024, 16:51

gaulislamedisi 272/tahun ke-6 (25 Safar 1434 H/ 7 Januari 2013)

 

Saya pernah bikin puisi. Tetapi kalo dilihat-lihat lagi, sepertinya bukan kategori puisi. Tepatnya sih coret-coretan aja. Untungnya bukan di dinding. Waktu itu abis ngisi acara di Surabaya. Daripada bengong nunggu di bandara karena pesawatnya delay, saya nulis puisi. Hehehe.. sebenarnya saya nggak terlalu bisa bikin puisi, meski waktu SMP sering nulis puisi saat ingin menumpahkan perasaan. Nah, ini dia puisi saya tersebut:

 

perjuangan belum berakhir

 

kita sudah ada di sini

di jalan terjal pilihan kita

memang bukan hal terbaik untuk saat ini

ketika gemerlap dunia senantiasa menggoda

sahabat, aku tak sudi dirimu berhenti

di saat perjuangan baru saja dimulai

 

kita sudah ada di sini

di jalan licin pilihan kita

memang bukan hal terbaik untuk saat ini

ketika keindahan dunia senantiasa merayu

sahabat, aku tak suka dirimu mengeluh

di saat perjuangan mulai terasa berat

 

kita sudah di sini

di jalan mendaki pilihan kita

memang bukan hal terbaik untuk saat ini

ketika kilauan dunia senantiasa mempesona

sahabat, aku tak mau semangatmu redup

di saat perjuangan tengah bergolak panas

 

kita sudah di sini

dan akan lanjutkan perjalanan

: terjal, licin, dan mendaki

demi kehidupan yang lebih baik

kita siap tinggalkan kesenangan diri

: seperti yang pernah kita ikrarkan

 

kita sudah di sini

satu langkah telah kita ayunkan

jangan pernah mundur sejengkal pun

ini jalan yang kita pilih

jalan dakwah

: merevolusi kekufuran, tegakkan kebenaran

 

jangan berhenti di sini

karena revolusi selalu butuh martir

dan memang perjuangan belum berakhir

yakinlah

kibar kemenangan Islam pasti datang

mari berjuang

jangan pernah berhenti

 

Ruang Tunggu Bandara Internasional Juanda, Surabaya.

29 April 2007

 

Hehehe.. gimana Bro en Sis rahimakumullah? Keren nggak tulisan yang menyerupai puisi ini? Idih, gue kok jadi narsis gini sih? Ehm, itu lagi ada ‘godaan’ dikit, Bro en Sis. Kadang saya harus melakukan sesuatu untuk meyakinkan jalan yang telah dan akan saya pilih. Saya pikir semua orang pasti punya masalah. Tentu saja berbagai macam masalah. Tak semuanya sama. Kalaupun ada yang sama, mestinya ‘angle-nya’ berbeda. Selain itu, (seharusnya) mereka pun punya cara tersendiri untuk mengatasinya. Tul nggak? Hah? Nggak? Betul aja deh! *maksa banget.

 

Kuat fisik, kuat mental

Bro en Sis pembaca setia gaulislam, jadi aktivis dakwah itu konon katanya adalah pilihan di tengah mainstream alias arus utama yang memang bertentangan dengan jalan dakwah. Arus utama kehidupan saat ini adalah gaya hidup yang hedonis, permisif, sekuler. Sementara jalan dakwah adalah jalan penuh kemuliaan, kebaikan, dan tentunya kebenaran sesuai tuntunan Allah Swt. dan RasulNya. Meski jalan menuju kemuliaan itu terasa berat. Terasa terjal, berliku, berlubang, dan membahayakan. Tapi yakinlah bahwa itu sekadar ujian. Semoga kita jadi tahan banting.

Ngomongin tentang beratnya kehidupan, Aa Gym, dalam narasi awal di salah satu lagu The Fikr bertutur: “jalan berliku, terjalnya tebing, curamnya jurang, bukanlah sesuatu yang mengerikan. Yang paling mengerikan adalah kehilangan keberanian untuk mengarungi kehidupan. Siapapun yang berani mengarungi kehidupan, dia harus menikmati hiruk-pikuk kesulitan, terjalnya masalah, dalamnya kepiluan, karena di balik semua itu tersimpan hikmah yang dalam. Bagi pencari kebenaran, kenikmatan adalah untuk terus mencari, mengarungi samudera kehidupan.”

Sobat muda muslim, untuk menjadi ahli kung-fu, Jacky Chan dan Jet Li kalo di film-filmnya mereka yang versi jadul (tahun 80-an lah) dilatih memikul jerigen berisi air sambil lari-lari, atau ambil air pake mangkok untuk ngisi tempat air besar. Udah gitu, caranya bikin ribet. Kedua kakinya dikaitkan ke sebatang bambu di atas kayak orang main sirkus. Kepala ada di bawah. Nah, lalu tangannya megang mangkok untuk ambil air di jerigen besar di bawah yang akan diisikan ke tempat air di atas yang lebih besar. Halah, latihan yang ribet dan berat. Bahkan tak ada hubungannya dengan jurus-jurus kung-fu. Tapi ternyata itu adalah untuk membiasakan fisik mereka tahan bantingan.

Bagaimana setelah latihan itu? Baru deh, ketika dirasa cukup, biasanya sang guru akan nularin ilmu kung-fu ke muridnya tersebut. Meski itu di film, tapi saya merasa yakin bahwa belajar kung-fu memang tak langsung dilatih jurus-jurus bertarung. Sama seperti main bola. Cristiano Ronaldo dkk nggak melulu latihan menggocek bola. Tapi ada latihan fisiknya. Kalo ini, saya merasa yakin banget karena mereka sering diliatin ke publik saat sesi latihan. BTW, makin yakin lagi karena saya pernah juga main game Soccer Manager (hehehe.. di situ ada simulasi ngelatih fisik pemain juga. Jadi tahu dah). *Ssst.. saya mainnya cuma sebentar kok. (Idih, siapa yang nanya?) Hahahaha…

Lah, terus apa hubungannya ngomongin kung-fu dengan dakwah? Apa korelasinya dengan judul “jalan ini terjal, tapi menyenangkan”? Wadow, untung nggak berlanjut ngelanturnya. Ehm, sebenarnya masih nyambung kok. Nggak ngelantur jauh. Maksudnya, untuk menjadi aktivis dakwah, kita juga harus teruji baik secara fisik maupun mental. Fisik kudu oke. Karena tak jarang dakwah nguras tenaga. Harus ngisi acara pengajian pagi hari, harus ngisi kajian malam hari, atau mengaji di siang hari. Belum lagi tempat atau daerah yang akan dikunjungi untuk berdakwah yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal kita. So, fisik kudu prima, Bro.

Selain kuat fisik, yang nggak kalah penting adalah melatih mental. Pikiran dan perasaan kita kudu siap ngadepin beragam masalah. Meski nggak dituntut agar semau masalah bisa diatasi, tapi setidaknya bisa mencari akar masalahnya dan beberapa masalah bisa diselesaikan dengan baik. Nah, berarti ini memang butuh kesiapan yang bagus. Iya nggak sih?

 

Tak ada kata henti

Sobat gaulislam, tak ada kata henti dalam hidup kita untuk senantiasa melakukan amal baik. Seharusnya memang tak pernah ada pula keluh kesah dalam perjuangan dakwah ini. Semestinya pun tak keluar dari mulut kita kata putus asa karena begitu banyak perjuangan dakwah yang menyedot perhatian kita. Yakinlah, Allah Swt. tak pernah dan tak akan pernah salah dalam mengkalkulasi amalan baik kita. Mungkin kita lupa sudah berapa amal baik yang kita kerjakan, tapi Allah Ta’ala tak akan pernah lalai mencatatnya dan menghitungnya untuk bekal kita di negeri abadi kelak. Begitu pun pasti kita lupa berapa banyak amalan buruk yang pernah kita lakukan, tapi Allah Swt. pasti tak akan pernah lupa dan akan dengan mudah mencatatnya. Tapi kita memohon kepadaNya, agar tetap diberikan kekuatan untuk melakukan amalan baik selama hidup kita. Sebanyak mungkin.

BTW, masih ingatkah kita ketika kita pertama kali belajar Islam? Kita bahkan mengeja nama Allah dengan amat susah. Kita tidak paham tentang isi al-Quran, kita tak mengerti apa arti perjuangan dakwah, kita bahkan buta dan tak pernah tahu dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup di dunia, dan ke mana akan pergi setelah kematian. Saya pernah merasakan demikian, dan saya yakin di antara kita bahkan ada yang pernah melakukan kemaksiatan sebelum akhirnya mendapat hidayahNya. Saya yakin di antara kita bahkan pernah menolak ajakan dakwah dari seseorang. Mencibir pelakunya dan menganggap sia-sia perbuatan mereka. Itu ketika kita tidak tahu.

Semoga memori tentang ini menjadikan kita manusia yang bijak. Pengemban dakwah yang peka dan mampu menangkap segala sisi manusia sebagai objek dakwah kita. Kita tumbuh menjadi pengemban dakwah dan pejuang Islam yang sabar dan penuh kelembutan. Jika kita berhadapan dengan objek dakwah yang menolak, bahkan menyerang kita, anggap saja bahwa mereka seperti kita dulu yang juga membutuhkan sentuhan kuat orang yang tak bosan mengajak kita menjemput hidayahNya. Jangan pernah merasa menilai umat ini telah jumud, jika kita sendiri belum maksimal mengajaknya untuk menjadi lebih baik. Tak perlu mengampuni usaha kita yang gagal dengan alasan umat sudah bosan dengan dakwah. Lalu kita merasa benar sendiri dan menyalahkan mereka.

Sobat muda muslim, ingatlah bahwa kita bisa seperti sekarang ini juga butuh waktu dan proses. Karena sejatinya perubahan tak bisa dicapai seperti makan cabe rawit yang langsung terasa pedasnya. Atau proses produksi mesin dalam industri yang bisa seragam dan mudah dibuat. Tapi kita berhadapan dengan manusia. Berhadapan dengan jiwa yang seringkali tak mudah untuk diajak berpikir sama seperti yang kita inginkan. Proses perubahan sosial memang tak semudah proses produksi mesin industri. Selalu saja ada variabel yang mengharuskan kita banyak bersabar dan mencari cara jitu mengatasinya.

So, kalo jujur saja, jalan dakwah ini memang terjal. Tapi menyenangkan. Allah Swt. sudah ‘menghibur’ kita dalam firmanNya (yang artinya): “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim’” (QS Fushshilat [41]: 33)

Nah sobat gaulislam, mulai sekarang jangan tunjukkan kelemahan kita dalam perjuangan dakwah ini. Usir deh tuh keluh kesah kita, buang jauh-jauh putus asa. Sebaiknya selalu memohon kepada Allah Ta’ala agar kita dimudahkan dalam mengemban dakwah ini, memohon dalam doa kita kepadaNya agar kita sabar ketika menghadapi berbagai macam ujian dakwah dan ujian kehidupan kita. Selain itu, tentu saja senantiasa kita berharap keridhoan Allah Ta’ala dalam setiap niat dan upaya perjuangan dakwah kita. Semangat! [solihin | Twitter @osolihin]

2 thoughts on “Jalan Ini Terjal, Tapi Menyenangkan

  1. Manteb banget nih, Jadi penyemangat hidupku, Sedikit masukan aja untuk pembaca gaul Islam, ‘hidup kita ini sebenernya untuk Allah, buat Allah, karena Allah – Jangan tiru para koruptor2, saatnya yang muda mengambil alih, karena semuanya harus sesuai dengan perkembangan zaman’ Thanks…

Comments are closed.