gaulislam edisi 805/tahun ke-16 (5 Ramadhan 1444 H/ 27 Maret 2023)
Gimana kabarmu di hari ke-5 bulan Ramadhan ini? Semoga hari-harimu senantiasa diberkahi oleh Allah Ta’ala. Semoga dimudahkan untuk senantiasa memanfaatkan momen Ramadhan dengan beragam amal shalih. Sudah jelas sih kalo shaum alias berpuasa memang amalan utama di bulan Ramadhan untuk dikerjakan. Hukumnya wajib. Jangan sampe ada yang nggak puasa, ya. Bahaya. Meninggalkan puasa di bulan Ramadhan hukumnya haram. Berdosa. Insya Allah kalo soal ini kamu udah tahu, ya.
Nah, yang biasanya udah tahu pahalanya juga besar, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal adalah ibadah sunnah semisal shalat tarawih, tilawah al-Quran, dan sedekah. Jangan lagi mengganggap bahwa karena nilainya sunnah, lalu kita gampang aja ninggalin alias nggak ngerjakan keutamaan tersebut. Atau, kalo pun dikerjakan ya seadanya aja. Sesempatnya aja alias nggak berupaya maksimal untuk mengerjakannya. Eh, yang nulis juga bukan berarti udah sempurna lho untuk mengerjakan amalan sunnah, ya. Kita sama-sama saling mengingatkan aja. Sebab, memang berat untuk istiqamah dalam mengerjakannya. Kalo pengen yang ringan, ya istirahat. Namun, apa iya kita istirahat juga dari ibadah sunnah, apalagi di bulan Ramadhan?
Sobat gaulislam, satu hal yang umumnya dilakukan remaja di bulan Ramadhan adalah mencari hiburan. Alasannya sih bermacam-macam, ada yang ingin ngilangin kejenuhan karena seharian nahan lapar dan haus, ada yang memang sehari-harinya di bulan lain juga nyarinya hiburan alias udah nyandu. Ini sebenarnya sebagian besar udah dibahas di edisi kemarin, ya. Belum baca? Wah, sebaiknya baca dulu, deh. Soalnya itu bahas tentang kegabutan alias kebosanan yang biasanya melanda teman-teman remaja saat bulan Ramadhan. Ada tips-tipsnya juga untuk ngilangin kegabutan.
Nah, di edisi kali ini saya ingin bahas tentang hiburan dan ibadah. Maksudnya, berawal dari sebuah pertanyaan sih, mengapa hiburan lebih mudah diupayakan ketimbang ibadah? Nah, jawabannya bisa beragam. Namun, saya akan membatasinya dengan sudut pandang Islam dan sedikit dikaitkan dengan aspek psikologis dan sosiologis. Jadi, ini perlu juga untuk kita bahas.
Hiburan boleh, asal jangan bablas
Sekadar untuk menghilangkan penat, menghilangkan stres, mencari suasana penyegaran dengan hiburan memang boleh-boleh aja, sih. Namun, jangan dijadikan sebagai tujuan utama. Sebab, hiburan adalah kegiatan atau hal yang dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kebosanan, mengurangi stres, dan memberikan kesenangan atau kegembiraan. Dalam kehidupan sehari-hari, hiburan bisa bermacam-macam bentuknya, seperti menonton film atau acara televisi, membaca buku, mendengarkan musik, bermain game, atau melakukan aktivitas fisik seperti olahraga atau perjalanan. Perjalanan? Iya. Itu sebabnya, orang sering bilang kalo gabut atau stres, “kurang piknik”. Sebagian orang bilang kalo jalan-jalan itu bagian dari healing. Pernah dengar soal ini, kan?
Oya, tujuan dari adanya hiburan bisa beragam, tergantung pada individu yang melakukannya. Beberapa tujuan umum dari hiburan adalah:
Pertama, menghilangkan kebosanan. Hiburan bisa menjadi sarana untuk mengisi waktu luang dan menghilangkan rasa bosan atau tidak produktif.
Kedua, mengurangi stres. Kegiatan hiburan juga bisa membantu mengurangi tingkat stres yang dirasakan, terutama setelah melakukan aktivitas yang melelahkan atau berat.
Ketiga, mendapatkan kesenangan dan kegembiraan. Banyak orang bilang kalo tujuan utama dari hiburan adalah untuk memberikan pengalaman yang menyenangkan dan membuat seseorang merasa bahagia atau gembira. Bener, sih. Kalo dengan hiburan malah tambah stres berarti aneh aja, ya.
Keempat, menambah pengetahuan. Beberapa jenis hiburan, seperti membaca buku atau menonton film dokumenter, bisa menjadi sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang suatu hal atau topik tertentu. Saya sendiri suka banget nonton film dokumenter, ketimbang nonton film fiksi. Keduanya saya suka, tetapi film dokumenter lebih suka. Membaca juga bagian dari hiburan yang biasa saya lakukan karena menambah pengetahuan dan itu bisa ngilangin stres.
Kelima, meningkatkan kesehatan mental. Hiburan juga bisa membantu meningkatkan kesehatan mental seseorang dengan memberikan waktu yang cukup untuk beristirahat dan mengembangkan keterampilan sosial. Nah, ini yang sering dibilang, hiburan sebagai healing. Apalagi kalo hiburannya, jalan-jalan. Udah itu gratis pula. Pasti sat set deh untuk dikerjakan.
Oya, dalam konteks sosial, hiburan juga bisa menjadi sarana untuk menghubungkan orang-orang dan memperkuat hubungan sosial, seperti saat melakukan kegiatan bersama-sama atau menonton film bersama keluarga atau teman-teman. Adanya game-game seru bersama teman di sebuah acara juga bisa membantu interaksi sosial. Misalnya di acara class meeting dan family ghatering. Ya, class meeting dan family gathering bisa menjadi alternatif hiburan yang baik. Kegiatan tersebut tidak hanya memberikan kesenangan dan kegembiraan, tetapi juga bisa memperkuat hubungan sosial antar keluarga, teman, atau rekan kerja.
Melalui kegiatan semacam ini, seseorang bisa saling berbagi pengalaman, mengobrol, atau bahkan bermain game atau melakukan aktivitas lain yang menyenangkan bersama-sama. Selain itu, kegiatan semacam ini juga bisa menjadi sarana untuk mengurangi stres dan menghilangkan rasa bosan akibat rutinitas sehari-hari.
Namun, dalam kondisi di bulan Ramadhan, tentu kedua kegiatan tersebut belum bisa optimal dilakukan. Kalo secara virtual mungkin bisa. Kalo langsung kan butuh energi juga, ya. Jangan sampe karena ngejar hiburan tersebut, malah batal puasa. Nggak banget, sih. Ada waktu khusus kapan-kapan.
Jadi, intinya boleh aja hiburan dengan tujuan yang udah dijelasin tadi, tetapi hiburan jangan dijadikan sebagai tujuan utama. Jangan sampe bablas seharian main game. Malah kalo di bulan Ramadhan, hiburan kita dialihkan ke membaca al-Quran, atau membaca buku yang bermanfaat, banyak bertemu orang di acara buka bersama atau tarawih di masjid karena itu adalah bagian dari ngilangin stres atau kebosanan. Bikin kegiatan bersama untuk mengisi kajian keislaman. Dan itu termasuk hiburan sekaligus dapat pahala. Iya, kan?
Ibadah lebih utama
Sobat gaulislam, ibadah dan hiburan adalah dua hal yang memiliki peran dan fungsi yang berbeda dalam kehidupan seseorang. Ibadah adalah kegiatan spiritual yang dilakukan untuk menghormati, mempersembahkan, atau menyembah Allah Ta’ala. Ibadah biasanya dilakukan dengan penuh rasa khusyuk dan mengandung makna spiritual yang mendalam.
Sementara itu, hiburan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan rasa bosan, mengisi waktu luang, atau sekadar mencari kesenangan dan kegembiraan.
Sebagian dari kita, kadang mencari hiburan tetapi masih ada hubungannya dengan hal-hal yang sifatnya keagamaan. Misalnya aja nonton film religi atau dengerin nasyid, ya. Namun, penting untuk diingat bahwa ibadah memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada hiburan. Ibadah harus tetap dilakukan secara teratur dan konsisten, bahkan jika ada kegiatan hiburan yang menarik atau menggiurkan. Hal ini karena ibadah memiliki makna dan dampak yang lebih mendalam dan penting dalam kehidupan seseorang, tidak hanya dalam aspek spiritual, tetapi juga dalam aspek psikologis dan sosial.
Kalo pun mau nyari hiburan tetapi memiliki dampak baik dan kian mendekatkan dirimu kepada kebaikan dan kepada Allah Ta’ala, maka bisa membaca buku yang isinya kisah-kisah nyata orang yang kehidupannya menginspirasi kita. Misalnya ada tuh buku yang judulnya Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata, dan Penuh Hikmah. Penulisnya, Muhammad Amin al-Jundi.
Salah satu kisahnya, sekadar contoh aja, ya. Kisah tentang wara’-nya Imam Abu Hanifah rahimahullah. Kamu tahu wara’? Ya, wara’ adalah meninggalkan atau menghindari segala hal yang mengandung syubhat atau tidak jelas status halal-haramnya.
Di buku tersebut dikisahkan bahwa Yazid bin Harun berkata, “Saya belum pernah mendengar ada seseorang yang lebih wara’ dari pada Imam Abu Hanifah. Saya pernah melihat beliau pada suatu hari sedang duduk di bawah terik matahari di dekat pintu rumah seseorang. Lalu saya bertanya kepadanya, “Wahai Abu Hanifah, apa tidak sebaiknya engkau berpindah ke tempat yang teduh?”
Beliau menjawab, “Pemilik rumah ini mempunyai hutang kepadaku beberapa dirham. Maka, saya tidak suka duduk di bawah naungan halaman rumahnya.”
Sikap seperti apa yang lebih wara’ daripada sikap ini? Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau ditanya mengapa enggan berdiam di tempat teduh, lalu Abu Abu Hanifah berkata kepadaku. “Pemilik rumah ini mempunyai sesuatu. Maka, saya tidak suka berteduh di bawah naungan dindingnya, sehingga hal tersebut menjadi upah suatu manfaat.” Saya tidak berpendapat bahwa hal tersebut wajib bagi semua orang, akan tetapi orang alim wajib menerapkan ilmu untuk dirinya sendiri lebih banyak daripada yang dia ajarkan kepada orang lain.
Sebagaimana pula Imam Abu Hanifah rahimahullah pernah meninggalkan makan daging kambing selama tujuh tahun ketika seekor kambing milik baitul mal di Kufah hilang sehingga beliau yakin kambing tersebut telah mati. Sebab, beliau menanyakan berapa waktu paling lama kambing bisa bertahan hidup? Dikatakan kepadanya, “Tujuh tahun.” Maka beliau meninggalkan makan daging kambing selama 7 tahun karena untuk berhati-hati lantaran ada kemungkinan kambing haram itu masih hidup. Sehingga, bisa jadi kebetulan dia memakan sebagian dari kambing tersebut, yang berarti menzhalimi hatinya. Meskipun sebenarnya tidak berdosa karena tidak mengetahui benda itulah yang haram.
Kisah seperti ini bukan saja menghibur, tetapi bisa menambah ilmu dan wawasan kita tentang kisah para ulama dan orang-orang shalih dalam menjalani kehidupannya, yang bisa kita teladani.
Di Bulan Ramadhan, tentu kita manfaatkan setiap waktu yang untuk hal-hal yang baik. Selain berpuasa di siang hari, juga berikan porsi besar untuk ibadah sunnah semisal tilawah al-Quran. Berlomba dalam kebaikan untuk memperbanyak membaca al-Quran.
Ada seorang ulama di kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Da’amah rahimahullah yang meninggal tahun 60 atau 61 Hijriyah dan salah seorang murid dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau ini sampai dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hambal sebagai ulama pakar tafsir dan paham akan perselisihan ulama dalam masalah tafsir. Sampai-sampai Sufyan ats-Tsaury mengatakan bahwa tidak ada di muka bumi ini yang semisal Qatadah. Salam bin Abu Muthi’ pernah mengatakan tentang semangat Qatadah dalam berinteraksi dengan al-Quran, “Qatadah biasanya mengkhatamkan al-Quran dalam tujuh hari. Namun jika datang bulan Ramadhan ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, ia mengkhatamkan setiap malamnya.” (dalam Siyar A’lam an-Nubala’, jilid 5, hlm. 276)
Masya Allah. Luar biasa. Orang-orang di zaman kita (apalagi kita sendiri), rasanya sulit menyaingi semangat beliau. Namun kita bisa mengupayakan sungguh-sungguh sesuai kemampuan kita. Mumpung di bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi dan banyak pahala di dalamnya. Maka, al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Orang yang berpuasa itu selalu dalam ibadah di waktu siang dan malamnya. Diijabah doanya saat berpuasa dan saat berbukanya. Di waktu siang ia berpuasa, dan bersabar. Dan di waktu malam ia makan, dan bersyukur.” (dalam Lathaiful Ma’arif, hlm. 294)
Semoga kita bisa memanfaatkan momen Ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Berupaya lebih keras untuk lebih baik dalam beribadah dan semoga Allah Ta’ala memudahkan apa yang ingin kita dapatkan. Yuk, saling mendoakan dan saling menginspirasi dalam kebaikan. [O. Solihin | IG @osolihin]