gaulislam edisi 814/tahun ke-16 (9 Dzulqa’idah 1444 H/ 29 Mei 2023)
Masih banyak aja sih remaja yang ngelakuin pacaran. Padahal, udah jelas banget bahayanya. Entah udah berapa korban yang diberitakan media massa (yang nggak diberitakan bisa jadi lebih banyak lagi). Tentu korban pacaran yang dimaksud. Ada yang hamil duluan lalu ditinggal pergi cowoknya. Nggak sedikit yang malah hilang nyawa saat ngaku udah hamil ke cowoknya. Sebab cowoknya nggak mau tanggung jawab, padahal udah dapat enaknya tapi nggak mau anaknya.
But, kok masih banyak remaja yang nggak ngeri, ya? Nggak belajar dari fakta yang terjadi. Bahkan bisa jadi ada yang menganggap sebagai tantangan untuk bisa ngelakuin pacaran. Makin dilarang makin penasaran. Itulah kerjaannya setan. Sesuatu yang buruk, disulap jadi tampak indah dan menyenangkan. Itu di awal. Ujungnya, pasti menderita dan merugikan. Kalo nggak percaya, silakan lihat faktanya. Bukan nakut-nakutin, sih. Sekadar menyadarkan. Semoga masih ada yang bisa diselamatkan.
Banyak remaja awam yang terpedaya hawa nafsu. Atas nama cinta, lalu berbuat nista. Ya, gimana nggak buat nista, cinta yang suci dia nodai dengan pacaran. Dulu, 20 tahun lalu, saya dan sahabat saya pernah nulis buku dan diterbitkan, judulnya Jangan Nodai Cinta. Udah lawas banget sih, tahun 2003. Di zaman itu aja udah banyak remaja yang ngelakuin pacaran. Padahal, teknologi komunikasi dan informasi masih belum secanggih sekarang. Belum ada Facebook, belum ada WhatsApp. Instagram dan Tiktok? Ya, kamu tahu juga kapan keduanya muncul. Sarana komunikasi masih pake SMS dan telepon. Udah kebayang banget, gimana lebih bahayanya pacaran di zaman sekarang. Makin canggih teknologi, ada sisi buruk yang muncul. Itu sebabnya, punya smartphone belum jaminan yang punyanya jadi smart. Malah bisa jadi bodoh. Sebagaimana kata Forrest Gump di novel karya Winston Groom, “Stupid is as stupid does.”
Iya, bisa jadi di zaman sekarang banyak orang yang bodoh karena nggak melihat fakta. Nggak mengambil pelajaran. Sudah jelas membahayakan masih coba-coba mau melakukan. Udah jelas efeknya merugikan, masih banyak yang menempuh jalur pacaran. Gimana nggak disebut bodoh, iya kan? Sebagaimana dikatakan Forrest Gump tadi, “Bodoh adalah apa yang dilakukan orang bodoh.”
Kendalikan nafsumu
Sobat gaulislam, udah jelas banget sih kalo hawa nafsu dibiarkan liar maka dia akan menjajah pemiliknya. Kebaikan jadi terlihat buruk. Sebaliknya keburukan, membuatnya terpesona, sehingga ingin meraihnya karena dilihatnya sebagai sebuah keindahan. Begitulah. Pacaran yang sudah jelas merugikan masih dikejar dan diharapkan. Larangan pacaran, malah diabaikan dan dianggap sebagai pengekangan. Tak punya pacar dianggap penderitaan. Begitulah hawa nafsu kalo diikuti. Bikin rugi.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS al-Kahfi [18]: 28)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sudah mengingatkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan membawa kehancuran. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan. Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan seseorang yang membanggakan diri sendiri. Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah takut kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil di waktu marah dan ridha.” (Hadits ini diriwayatkan dari Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhum. Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahihah, no. 1802 karena banyak jalur periwayatannya, penjelasan di almanhaj.or.id).
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Seorang hamba apabila dia mengikuti hawa nafsunya, maka menjadi rusak penglihatannya dan pandanganya. Sehingga dia lihat dirinya yang sudah baik dalam bentuk yang jelek, dan yang jelek dalam bentuk yang baik. Maka jadilah terkaburkan atasnya antara yang haq dengan yang bathil.” (dalam Madarij as-Salikin, jilid 1, hlm. 483)
Pesan menarik dari gurunya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Beliau berkata, “Hawa nafsu seringnya menjadikan pemiliknya seakan-akan tidak mengetahui kebenaran sama sekali. Karena, sesungguhnya kecintaanmu terhadap sesuatu membuat buta dan tuli.” (dalam Majmu’ul Fatawa, jilid 27, hlm. 91)
Cinta sering dijadikan alasan untuk melakukan pacaran. Merasa sudah mengamalkan kebaikan. Padahal, bila jatuh cinta tak harus diwujudkan dengan melakukan pacaran. Sesat pikir itu adalah ketika mengatakan bahwa yang ngelakuin pacaran itu udah banyak, bahkan tak sedikit selebritis yang pacaran, jadi pacaran adalah jalan mewujudkan cinta. Hadeuuh… ngelakuin keburukan pake bawa-bawa orang untuk mendukung keburukannya. Atau ikut-ikutan orang yang ngelakuin keburukan sebagai alasan pembenaran.
Maka benar apa yang disampaikan Ibnu ‘Aun rahimahullah, “Jika hawa nafsu telah menguasai hati, maka seseorang akan menganggap baik sesuatu yang sebelumnya dia anggap buruk.” (dalam al-Ibanah ash-Shugra, hlm. 231)
Oya, tema tentang pacaran dan bahayanya ini sebenarnya udah sering banget dibahas di buletin ini. Silakan kamu cek arsipnya di website, ya. Namun, mungkin karena belum banyak yang baca, jadi masih ada remaja yang memilih pacaran sebagai jalan pemuas nafsunya. Bisa jadi juga sebenarnya udah pada tahu bahayanya, tetapi masih bandel karena terpenjara hawa nafsu dan dibelengu syahwat. Sama kayak orang merokok. Dikasih tahu bahayanya tetap aja masih banyak yang merokok. Benar juga ada pepatah, “paling sulit itu mengingatkan orang yang pacaran dan yang merokok”.
Kamu perlu merenungkan juga nih, apa yang disampaikan Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah, “Tidak ada penjara yang lebih sempit dibandingkan penjara hawa nafsu, dan tidak ada belenggu yang lebih sulit untuk dilepas dibandingkan belenggu syahwat.” (dalam ad-Da’ wad Dawa’, hlm. 125)
Jika jatuh cinta
Sobat gaulislam, jika kamu jatuh cinta, berbahagialah. Sebab, Allah Ta’ala yang menganugerahkan cinta kepada kita. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran [3]: 14)
“Love is like the wind, you can’t see it but you can feel it,” tulis Nicholas Sparks dalam “A Walk to Remember”
Ya, cinta seperti angin, kamu tidak bisa melihatnya tapi kamu bisa merasakannya. Cinta emang selalu menyita perhatian kita. Ada di antara kita yang kemudian bahagia dengan cinta, tapi nggak sedikit yang merana karena cinta. Itu sebabnya, wajar juga kalo novelis Mira W pernah menyampaikan: “Kita boleh hidup dengan cinta, tapi jangan mati karena cinta”. Hmm.. boljug neh pernyataannya. Soalnya banyak juga manusia yang terbius cinta (khususnya cinta kepada lawan jenis, harta, dan juga jabatan) hingga lupa segalanya. Sebab, yang ada dalam benaknya hanyalah cinta, cinta, dan cinta. Namun, cinta yang dibalut nafsu.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah menuliskan dalam bukunya (yakni al-Jawabul Kafi Liman Saala’ Anid Dawaaisy-syafi (edisi terj.) hlm, 266), bahwa pencinta itu ada tiga golongan: 1) pencinta semua keindahan yang dianggapnya sebagai keindahan absolut (mutlak); 2) pencinta keindahan yang dianggapnya sebagai keindahan relatif yang tidak absolut, baik ia berambisi mengejarnya maupun tidak; 3) pencinta yang berambisi mengejar yang dicintainya.
Nah, menurut Ibnu Qayyim, tingkat kecintaan dari setiap jenis ini berbeda dan bertingkat dari segi kekuatan dan kelemahannya. Pencinta keindahan yang dianggapnya mutlak hati dan matanya gelap. Artinya setiap yang dilihatnya indah, dicintainya dan dikejar. Kecintaan yang dimilikinya lebih jauh dan luas, akan tetapi ia tidak punya pendirian dan mudah berubah-ubah. Seperti kata penyair: Ia tergila-gila dengan orang ini kemudian mencintai yang lainnya. Dan ia hanya terhibur dengan cintanya saat itu hingga subuh.
“Pencinta jenis kedua lebih teguh pendiriannya, lebih setia, lebih langgeng, dan lebih kuat daripada pencinta jenis pertama. Akan tetapi, kelemahannya adalah apabila kedua jenis tersebut tidak ada ambisi positif kepada yang dicintai. Sebab, pencinta yang memiliki ambisi kepada yang dicintai lebih cerdas dan lebih mengetahui karena ambisilah yang menguatkannya,” begitu tulis Ibnu Qayyim memberi penjelasan tambahan.
Menurut Buya Hamka, “Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis sedu sedan. Tetapi cinta menghidupkan penghargaan, menguatkan hati dalam perjuangan, menempuh onak dan duri penghidupan.”
Ibnu Qayyim al-Jauziyah (dalam buku yang sama) menuturkan bahwa ada persoalan besar yang harus diperhatikan oleh orang yang cerdas, yaitu bahwa puncak kesempurnaan, kenikmatan, kesenangan, dan kebahagiaan yang ada dalam hati dan ruh tergantung pada dua hal. Pertama, karena kesempurnaan dan keindahan sesuatu yang dicintai, dalam hal ini hanya ada Allah, karenanya hanya Allah yang paling utama dicintai. Kedua, puncak kesempurnaan cinta itu sendiri, artinya derajat cinta itu yang mencapai puncak kesempurnaan dan kesungguhan.
Lebih lanjut Ibnu Qayyim menjelaskan, “Semua orang yang berakal sehat menyadari bahwa kenikmatan dan kelezatan yang diperoleh dari sesuatu yang dicintai, bergantung kepada kekuatan dorongan cintanya. Jika dorongan cintanya sangat kuat, kenikmatan yang diperoleh ketika mendapatkan yang dicintainya tersebut lebih sempurna.”
Jadi, jika kamu jatuh cinta jangan pacaran. Selain itu, meski budaya pacaran dan gaul bebas udah begitu menjamur dan sepertinya sulit dihentikan, bukan berarti kita nggak punya cara untuk menumpasnya. Selain keimanan dan keilmuan yang kita miliki, ternyata aksi kita secara langsung pun amat sangat dibutuhkan. Entah melalui tulisan, boleh juga melalui kelincahan lidah kita untuk mengkampanyekan bahayanya pacaran dan wajib mengalienasikan pacaran.
Nah, diharapkan nanti tidak ada lagi remaja yang segan atau takut bicara bahwa pacaran itu merugikan dan membahayakan, sekaligus rela meninggalkan budaya pacaran yang ternyata sangat menguras perhatian tanpa menyelesaikan masalah. Sebab, yang terjadi justru menambah masalah. Repot banget, kan? Jadi, tinggalkan pacaran. Sebab pacaran memang selalu merugikan, membahayakan, dan yang jelas pacaran adalah kemaksiatan. [O. Solihin | IG @osolihin]