Friday, 1 November 2024, 10:54
susahpemuda

Young person leading a demonstration in the city. Files included – jpg, ai (version 8 and CS3), svg, and eps (version 8)

gaulislam edisi 888/tahun ke-18 (25 Rabiul Akhir 1446 H/ 28 Oktober 2024)

Sumpah Pemuda? Pernah denger, kan? Dulu, tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda nusantara bikin sejarah lewat sumpah ‘keramat’ buat bersatu demi negeri. Nah, zaman sekarang mungkin ada yang bilang banyak remaja juga bikin “sumpah”, tapi sumpahnya beda: “Susah Pemuda”. Gimana nggak? Para pemuda sekarang punya banyak beban hidup yang bikin kepala nyut-nyutan pening tujuh belas keliling. Beban yang seringkali malah disebabkan perbuatannya sendiri. Ada yang sibuk ngecek skor judi online, asik main game dari pagi sampai malam, atau bersantai sepanjang hari sambil nge-scroll sosial media, lalu ngeluh hidup berat tapi nggak mau susah payah bangkit dari keterpurukan. Kok bisa? Hmm… mari kita ulik lebih dalam.

Kalo soal judi, dari dulu sampai sekarang sama aja rumusnya: yang kalah penasaran, yang menang ketagihan. Intinya berakibat nyusahin. So, zaman sekarang, judul “susah” makin relevan dengan munculnya fenomena judi online. Banyak remaja sekarang yang tertarik untuk coba-coba main judi online demi cari cuan cepet, tapi akhirnya malah jadi langganan tanggal tua di sepanjang bulan (maksudnya, tongpes mulu, kagak ada duit). Modal main? Awalnya mungkin receh, tapi begitu kalah, langsung kepikiran nyari modal lagi buat balikin yang rugi. Eh, bukannya balik modal, saldo makin minus, hati makin resah. Apalagi tergoda pinjol alias pinjaman online dan terperangkap di timbunan hutang. Lengkap sudah penderitaan. Itu sih ibarat sudahlah Nobita jatuh eh dia tertimpa Takeshi Gouda alias Giant, lalu disoraki Suneo dan Shizuka Minamoto berpaling darinya. Nasib.

Apalagi yang bikin susah pemuda or remaja saat ini? Game Online! Bagi banyak remaja, hari rasanya nggak lengkap tanpa login game online. Tapi apa jadinya kalau yang tadinya buat hiburan, malah jadi prioritas utama? Banyak remaja yang sampai begadang, lupa makan, bahkan lupa ngerjain PR demi ngejar ranking di game. Parahnya, jam tidur kacau, prestasi di sekolah malah jeblok. Jadi keren di dunia virtual, tapi minim prestasi di dunia nyata. Nah lho, makin susah, kan?

Sobat gaulislam, belum lagi adab ke orang tua. Kayaknya jauh banget dari kata bagus adabnya. Di era yang serba cepat ini, komunikasi sama orang tua malah sering seret. Terlalu asyik sama gadget bikin beberapa remaja cenderung cuek atau bahkan ngegas kalau ditegur. Misalnya aja, orang tua minta bantu-bantu untuk beres-beres rumah, yang ada malah jawab, “Duh, bentar lagi lah, Bu. Aku lagi mabar nih!” Saking sibuknya ngejar peringkat di game atau nge-scroll media sosial, sampai lupa sopan santun sama orang rumah. Memprihatinkan.

Jadi generasi rebahan? Aduh, sayangnya memang demikian faktanya saat ini. Meski nggak semua begitu, tetapi kebanyakan berstatus demikian. Santai boleh, tapi kalau kelewat santai? Remaja sekarang cenderung lebih suka ambil jalan pintas. Ngumpulin uang biar bisa beli barang-barang branded jadi mimpi utama, tapi kalau disuruh nabung atau nyari kerjaan part-time, langsung males duluan. Padahal hidup zaman sekarang emang nggak bisa santai terus. Beda sama para pemuda zaman Sumpah Pemuda dulu, yang nggak segan susah payah demi masa depan. Kalo sekarang? Ya, begitulah. Akibatnya, malah makin susah cari kerja, cari uang, dan ujungnya jadi susah beneran. Ngaca, deh!

Ada banyak juga remaja yang seringkali kelakuannya cenderung ngejar viral dan berharap tenar, meski ngelakuin sesuatu yang konyol. Sekarang, FYP TikTok atau challenge viral bisa banget memengaruhi gimana remaja berpikir atau bersikap. Misalnya, ada challenge yang minta orang buat jadi “sultan sehari”, jajan abis-abisan cuma buat konten. Kebayang nggak, kalo lifestyle kayak gini malah bikin boros dan nggak berfaedah? Atau tren prank, yang kadang kelewatan dan malah bikin sakit hati. Ini semua bisa menambah daftar “Susah Pemuda”.

Beda zaman, beda perjuangan

Kalo kita bisa ‘ngintip’ ke masa lalu, semangat para pemuda zaman dulu bikin kita terkagum-kagum. Mereka punya mimpi besar: merdeka. Boro-boro mikir buat nambah followers atau dapet cuan instan (emang zaman segitu sudah ada medsos?); dulu pemuda angkatan 1928 itu siap ngorbanin nyawa, lho! Mereka datang dari berbagai pelosok, berkumpul, bikin kongres, semua demi ngumpulin kekuatan buat satu tujuan: Indonesia merdeka, bebas dari segala bentuk penjajahan. Mereka rela jalan jauh, tidur di mana aja, makan pun ala kadarnya. Tapi semangat? Wah, nggak usah ditanya, semangat mereka kategori premium.

Nah, pindah ke zaman sekarang, perjuangan para pemuda juga ada, tapi rasanya beda banget. Sekarang banyak yang sibuk ngejar likes di medsos, peringkat di game online, atau sekadar gaya biar dianggap keren sama temen-temen. Kalau dulu mereka berjuang melawan penjajah, sekarang musuhnya lebih halus: gadget, konten toxic di media sosial, dan gaya hidup instan yang bikin lupa susahnya proses. Tantangan zaman sekarang nggak lagi soal merdeka dari negara lain, tapi merdeka dari ketergantungan pada layar smartphone dan lifestyle konsumtif.

Pemuda dulu pengen bikin sejarah. Pemuda sekarang juga pengen tampil hebat, tapi kadang terjebak sama hal-hal yang bikin lupa esensi. Kalau dulu mereka “sumpah” buat persatuan, hari ini kamu perlu “sumpah” buat ngatur diri, biar nggak jadi pemuda yang terlena sama hal-hal yang cuma sementara. Karena kalau direnungin, hidup ini bukan soal ngikutin tren, tapi soal ninggalin jejak baik yang berarti. Jadi, bisa nggak sih kita ‘upgrade’ semangat zaman dulu dalam perjuangan zaman sekarang?

Mau dibawa ke mana hidupmu?

Sobat gaulislam, kalo kamu lagi sendirian, pernah nggak sih mikir sejenak, “Sebenarnya, aku ini mau jadi apa? Hidupku mau dibawa ke mana?” Kadang kita terlalu sibuk ngejar apa yang orang bilang “keren” sampai lupa tanya ke diri sendiri, “Apakah ini baik buat aku?” Sebagai remaja muslim, kita punya kompas khusus buat nentuin jalan hidup kita, yang harusnya bikin kita sadar kalau hidup bukan cuma buat senang-senang atau ikut tren sesaat. Ya, ajaran Islam mestinya udah jadi jalan hidup, aturan hidup. Kudu taat ngikut apa kata Islam. Allah Ta’ala dan Rasul-Nya udah ngasih aturan kehidupan buat kita. Nah, ikutin deh tanpa tapi.

Oya, kita sering lihat di media sosial gimana temen-temen seumuran kamu berlomba buat tampil “wah”, gaya hidup serba cepat, dan kejar target instan. Padahal, hidup itu bukan cuma soal hari ini, tetapi juga soal bekal buat hari esok—terutama buat yang nggak kelihatan saat ini: akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri udah kasih kita petunjuk soal pentingnya hidup bermakna. Beliau mengingatkan kalau seorang muslim itu harus bisa bermanfaat buat orang lain, nggak hanya buat diri sendiri. Terlalu sayang kalau masa muda kita habis cuma buat ngejar kesenangan sesaat, tanpa kita investasi buat diri kita yang lebih baik. Hidup harus berguna, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Kualitas amal shalih juga kudu terus ditingkatkan.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)

Mengutip penjelasan di laman rumaysho.com, agar selamat dari kerugian, maka harus memenuhi empat hal: (1) beriman, (2) beramal shalih, (3) saling menasihati dalam kebenaran yaitu dalam beriman dan beramal shalih, (4) saling menasihati untuk sabar, yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dari berbuat maksiat, dan sabar menghadapi takdir yang tidak menyenangkan. Dua perkara pertama adalah untuk menyempurnakan diri sendiri, sedangkan dua perkara yang berikutnya adalah untuk menyempurnakan orang lain. Menyempurnakan empat hal ini berarti akan membuat seseorang selamat dari kerugian dan akan meraih keberuntungan yang besar. Itu sebabnya, selamatnya manusia dari kerugian tergantung pada bagaimanakah ia memberi manfaat pada yang lain dengan menasihati untuk berbuat baik dan menasihati untuk sabar. (dalam Utruk Atsaran Qabla ar-Rahiil, hlm. 11)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Seorang mukmin itu adalah orang yang bisa menerima dan diterima orang lain, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa menerima dan tidak bisa diterima orang lain. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath, no. 5949)

Terus, ada juga prinsip menjaga diri dari hal-hal yang nggak bermanfaat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda (yang artinya), “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976)

Coba pikir lagi, berapa banyak waktu yang kita habiskan buat scrolling tanpa tujuan atau nonton konten yang nggak ada manfaatnya?

Jadi, buat kita yang ngaku remaja muslim, yuk coba bangun mindset baru. Mulai muhasabah diri, ambil waktu buat berpikir tentang masa depan kita, dan tentukan prioritas. Lakuin yang bikin kita jadi lebih baik, deket sama Allah Ta’ala, dan jangan lupa untuk selalu bersyukur atas setiap langkah kecil menuju kebaikan. Why? Karena pada akhirnya, hidup yang berkah itu bukan tentang siapa yang paling banyak pamer dan tenar, tapi siapa yang paling banyak manfaatnya. Catet!

Jangan jadi beban

Sobat gaulislam, setelah panjang lebar kita obrolin soal hidup remaja dan tantangannya, yuk kita coba renungkan lagi: “Apa sih yang bisa aku lakuin supaya nggak jadi beban keluarga atau bikin susah orang lain?” Remaja, apalagi remaja muslim, punya potensi luar biasa buat jadi sosok yang bermanfaat. Ingat, hidup bukan cuma soal ngejar mimpi pribadi atau senang-senang sendiri, tapi juga soal jadi pribadi yang bisa kasih dampak positif kepada orang lain dan masyarakat sekitar.

Kalo remaja banyak yang berpikir begini, rasa-rasanya keluarga juga bakal lebih damai, lingkungan jadi lebih tentram, dan pastinya dunia ini terasa lebih menyenangkan. Nggak perlu muluk-muluk, mulai dari hal-hal kecil seperti bantu orang tua tanpa disuruh, serius sama pendidikan dan tanggung jawab pribadi, dan coba deh buat jadi orang yang bisa diandalkan. Nah, yang model gini yang sebenarnya bikin orang tua kita lega dan bahagia.

Jangan cuma ngarep disayang atau dikasih, tapi coba jadi anak yang ringan tangan dan selalu kasih rasa bangga buat orang tua. Pikirkan, kalau kita bisa kasih manfaat buat keluarga, otomatis orang sekitar juga bakal kebawa dampaknya.

Kamu bisa pilih, mau hidup dengan terus nyusahin atau justru bikin orang-orang bersyukur karena kehadiranmu? Jadi yuk, mulai tunjukkan ke dunia kalau remaja zaman now bukan sekadar generasi yang penuh drama, tapi generasi yang siap jadi cahaya dan manfaat buat keluarga dan sekitarnya. Remaja yang nggak sekadar numpang hidup, tapi remaja yang ngasih nilai buat hidup!

Jangan sampe nih, “Susah Pemuda” jadi kenyataan yang bikin prihatin. Para pemuda hari ini punya potensi besar buat jadi keren, tapi butuh kesadaran juga buat ngontrol hal-hal yang bisa bikin makin susah. Kalo nggak? “Sumpah Pemuda” bisa-bisa cuma tinggal nama di buku sejarah, dan yang jadi nyata adalah: hidup susah beneran. Jadi, yuk coba mikir ulang dan pastikan jalan yang kita pilih bikin hidup lebih lega dari jeratan “Susah Pemuda” ini. [O. Solihin | TikTok @osolihin_]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *