Sunday, 9 March 2025, 20:38
1379349_720

gaulislam edisi 905/tahun ke-18 (25 Sya’ban 1446 H/ 24 Februari 2025)

Pekan kemarin dihangatkan (cenderung panas) dengan slogan “Indonesia Gelap”. Marak di medsos, rame di jalanan. Selain di Jakarta, demo mahasiswa dalam aksi “Indonesia Gelap” juga mengguncang Bandung, Lampung, Surabaya, Malang, Samarinda, Banjarmasin, Aceh, dan Bali. Wah, hampir se-Indonesia nih!

Kamis, 20 Februari 2025 jadi puncaknya! Setelah BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) memanaskan mesin demo di berbagai daerah, akhirnya mereka kompak turun ke jalan secara nasional. Jakarta jadi epicentrum alias pusatnya.

Kenapa namanya “Indonesia Gelap”? Menurut mahasiswa, kebijakan negara di bawah Presiden Prabowo dan Wapres Gibran makin bikin negeri ini kayak mati lampu—serba gelap.

Oya, nggak ada yang kebetulan di dunia ini, termasuk tanggal demo ini. Bukan karena mahasiswa gabut, tapi karena di hari yang sama, 481 kepala daerah dilantik langsung oleh Presiden Prabowo di Istana Negara.

Apa pesan yang disuarakan mahasiswa? “Bro, ini bukan cuma tugas pemerintah pusat doang! Kepala daerah juga harus mikir dan tanggung jawab!”. Begitu kira-kira.

Belum lagi adanya tuntutan yang bikin panas, “Jokowi Harus Diadili!”. Jadi gini lho. Menurut mahasiswa, kebijakan Prabowo tuh nggak jauh beda sama pendahulunya, yakni Jokowi. Jadi, kalau negara makin remang-remang, bukan cuma pemimpin sekarang yang harus dipertanyakan, tapi juga warisan kebijakan yang ada.

Intinya, “Jangan cuma ganti joknya, tapi mesin motornya masih sama!”. Percuma aja, itu mah.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi akhirnya datang ke lokasi demo. Di atas mobil komando, doi bilang siap dengerin aspirasi mahasiswa. Bahkan, Mensesneg sampai tanda tangan draf tuntutan mahasiswa.

Katanya sih, “Santai, kita bahas bareng kok.” Tapi mahasiswa tentu nggak bisa langsung percaya 100%. Ini langkah awal aja! Beneran.

Oya, salah satu target utama demo ini adalah membuat pemerintah buka telinga. Dan setelah Mensesneg turun tangan? BEM SI langsung klaim kemenangan!

Sebelumnya, mahasiswa sempat ngamuk dan dorong barrier beton. Tapi setelah Prasetyo Hadi muncul dan tanda tangan, emosi mereda. Tapi ingat, menang di satu babak bukan berarti selesai! Dan, yang terpenting jangan ketipu gimmick model gitu dari penguasa.

Bukan demo biasa

Sobat gaulislam, aksi “Indonesia Gelap” bukan sekadar demo biasa. Ini bukti bahwa mahasiswa masih jadi suara kritis bangsa! Apakah ini bakal jadi awal dari gerakan lebih besar? Kita tunggu aja, yang jelas, Indonesia makin terang kalau warganya nggak diam aja!

Sekadar tambahan info aja. Sejak Senin (17/2) sampai Jumat (21/2), ribuan mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil nggak diam aja! Mereka turun ke jalan, dari kantor DPRD sampai kawasan Patung Kuda, Jakarta, yang cuma sepelemparan batu dari Istana Negara.

Oya, apa pemicunya? Nih, kita spill dan sebagai tambahan info dari yang udah ditulis sebelumnya. Jadi, salah satu biang kerok aksi ini adalah kebijakan efisiensi anggaran Presiden Prabowo. Sayangnya, yang kena justru pos penting kayak pendidikan! Bukannya makin maju, malah kayak ditarik mundur.

Selain itu, pemerintah ngeluncurin Program Makan Bergizi Gratis, tapi kok TNI dan Polri ikut serta? Massa aksi langsung curiga, ini kayak nostalgia zaman Dwi Fungsi ABRI yang dulu pernah bikin negara meriang!

Massa aksi makin geram waktu tahu kepolisian periksa band punk asal Purbalingga cuma gara-gara lagu mereka, “Bayar, Bayar, Bayar”. Lah, sejak kapan musik jadi ancaman negara? Mahasiswa dan masyarakat sipil sepakat bilang bahwa ini pembungkaman ekspresi!

Persoalan bahwa pemerintah saat ini menjadi bayang-bayang Jokowi juga jadi salah satu pemicu demo. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, Prabowo sepertinya nurunin pola pemerintahan Jokowi. Masukan publik? Diabaikan!

“Efisiensi anggaran ini berisiko besar menghambat pembangunan,” tegas Dedi. Lagian, aneh juga sih, mau hemat anggaran tapi malah nambah kementerian?

Belum lagi soal kebijakan pemotongan anggaran pendidikan yang memang dianggap nggak masuk akal. Selama ini aja pendidikan belum optimal, eh malah dipangkas! Bukannya bikin anak bangsa makin pinter, malah makin sulit dapet akses belajar.

Dedi menegaskan kalau Prabowo butuh dukungan publik buat mimpin Indonesia. Caranya? Ya, dengerin aspirasi rakyat dong! Kritik dan protes ini bukan buat bikin gaduh, tapi biar kebijakan lebih waras dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Kalau nggak mau kritik makin kenceng, ya coba deh, pemerintah lebih terbuka dan mau diskusi. Setuju nggak? Hmm… rakyat sih setuju aja, tapi pemimpin negara ini mau nggak? Kayaknya sulit, ya. Tempo hari aja dia pidato misuh-misuh. Nggak mau dikritik. Terus ngumpat, “Ndasmu!” Waduh, kagak pantes banget pemimpin negara bilang begitu. Mestinya kepada yang mengkritik ya tanggapi dengan santuy. Evaluasi dan kalo ada kesalahan, diperbaiki. Kalo ngumpat kayak gitu kan kesannya antikritik alias nggak mau dikoreksi. Merasa sudah benar apa yang dilakukannya. Bahaya, sih.

Apa yang harus kita lakukan?

Sobat gauislam, nah, ini nih! Indonesia gelap? Wah, kalo dibiarin terus, bisa-bisa kita semua pada bawa senter ke mana-mana, deh. Pemerintah jangan cuma bisa scroll-scroll medsos doang, dong. Udah waktunya berbenah, jangan cuma bisa nge-like status doang. Unjuk rasa mahasiswa tuh kayak alarm di pagi buta, bikin kita semua melek bahwa ada yang nggak beres sama pemerintahan Prabowo. Rakyat banyak yang nggak puas, dan itu bahaya banget! Ini kayak tanda SOS buat rezim Prabowo, jangan dianggap angin lalu. Jangan sampe kayak nge-ignore chat pelanggan bisnis, entar nyesel nggak dapet cuan!

Memang, demo mahasiswa belum tentu bisa ngegoyahin kekuasaan yang udah kayak tiang beton. Tapi, setidaknya, “lawan aja dulu” itu pilihan yang lebih baik daripada diam kayak patung. Soalnya, diam juga ujung-ujungnya dilibas kok. Kalo pake rumus “mendang-mending”, ya mending bergerak melawan, meskipun cuma lewat demo. Itu udah nunjukin sikap jelas. Apa? Ya, kita nggak mau dibungkam sama ketidakadilan dan masalah-masalah krusial di negeri ini.

Contohnya kayak waktu kita ngerjain tugas kelompok, terus ada satu orang yang nggak ngapa-ngapain tapi nilainya sama kayak yang udah kerja keras. Nah, pasti kita bakal protes, kan? Demo mahasiswa tuh kayak gitu juga. Mereka nggak mau cuma diam aja lihat ketidakadilan. Mereka mau bersuara, biar semua orang tahu bahwa ada yang salah dan harus dibenerin.

Jadi, intinya, jangan cuma bisa ngedumel di medsos atau ngomongin masalah negara cuma sama temen-temen di warung kopi. Bergerak, bersuara, dan tunjukin bahwa kita peduli sama masa depan negeri ini. Kalo nggak sekarang, kapan lagi? Kalo nggak kita, siapa lagi? Yuk, jangan cuma jadi penonton, tapi jadi pemain yang bikin perubahan!

Mulai dari mana? Bingung mulai dari mana buat bantu negeri ini biar nggak makin gelap? Sederhana kok, mulai dari diri sendiri dulu! Perbaiki mental, tingkatkan kepedulian, dan jangan jadi kaum rebahan yang cuma nyinyir di sosmed tanpa aksi nyata. Ngajak temen-temen buat peduli itu juga keren, lho!

Mengapa dimulai dari diri sendiri? Gini, deh. Aduh, kebayang banget parahnya kalo kita pengen bikin tim basket yang juara, tapi kita sendiri nggak bisa dribble bola. Lucu kan? Nah, begitu juga dengan perubahan. Kita nggak bisa ngubah orang lain kalo kita sendiri masih acak-acakan. Jadi, kuatkan dulu fondasi diri kita.

Eh, gini lho, kalo ngelihat kondisi sekarang yang kadang bikin kita geleng-geleng kepala kayak nonton sinetron receh, jangan buru-buru nyerah atau malah ikut-ikutan protes tanpa arah kayak demo dadakan di sosmed. Mulailah dari diri sendiri dulu! Iya, kamu, yang lagi baca ini sambil scroll HP sambil makan gorengan (eh?).

Bayangin deh, kalo mental kita aja masih labil kayak wifi kampung yang suka putus-putus, gimana mau bantu orang lain? Jadi, kuatkan dulu mental dan kepedulianmu sama sesama. Misalnya, kalo lihat temen lagi down, kasih support dong, jangan cuma like story-nya terus bilang “Semangat ya” tapi nggak ada follow-up. Atau kalo ada temen yang butuh bantuan, jangan cuma komen “Aamiin” di postingannya, tapi beneran bantu dia! Tentu, sesuai kemampuan masing-masing, ya.

Tapi ingat, demo itu bukan satu-satunya cara. Ada banyak jalan menuju perubahan. Misalnya, upgrade ilmu dan persiapan diri biar kita bisa jadi solusi buat bangsa ini. Daripada cuma jadi penonton yang ngeluh doang, lebih baik jadi pemain yang ikut ngubah keadaan!

Buat yang muslim, udah saatnya kita ngaji lebih serius, lebih dalam, dan lebih rajin. Jangan cuma ngaji pas bulan Ramadhan doang, terus selebihnya santai-santai kayak liburan abis UAS. Islam itu bukan cuma agama, tapi ideologi, lho! Apa sih ideologi? Ideologi itu kayak OS (Operating System) buat hidup kita. Ada aturannya buat individu, keluarga, masyarakat, bahkan negara. Dan yang paling keren, Islam nggak cuma mikirin dunia, tapi juga masa depan kita di akhirat. Jadi, ibaratnya, Islam itu kayak aplikasi all-in-one yang bisa ngurus segala aspek kehidupan. Tapi tentu lebih keren lagi dari sekadar mirip aplikasi tersebut.

Islam itu kayak smartphone yang punya fitur lengkap. Ada apps buat ibadah, apps buat keluarga, apps buat ekonomi, bahkan apps buat pemerintahan. Tinggal kita pake aja sesuai petunjuk ‘manualnya’ (al-Quran dan Hadits). Nggak ada masalah yang nggak bisa diselesaikan kalau kita pake sistem ini.

Itu sebabnya, yuk seriusin lagi belajar Islam! Bukan cuma buat hafalan doang, tapi beneran dipahami sebagai sistem hidup yang bisa ngebawa perubahan. Islam itu bukan sekadar ibadah pribadi, tapi juga solusi buat individu, keluarga, masyarakat, sampai negara. Keren banget, kan?

Bedanya Islam dengan sistem lain? Islam bukan cuma ngurus dunia doang, tapi juga nyiapin kita buat masa depan lebih jauh, yaitu akhirat. Jadi, ini bukan sekadar solusi jangka pendek, tapi investasi jangka panjang.

Jadi, kalo nggak mau Indonesia makin gelap kayak mati lampu di tengah tugas deadline, ayo terangi dengan cahaya Islam! Tapi bukan Islam yang sekadar jadi label, melainkan Islam yang diterapkan sebagai sistem hidup, termasuk dalam pemerintahan. Ya, Islam yang diterapkan sebagai ideologi negara.

Lihat deh, Kapitalisme dan Sosialisme udah berulang kali bikin manusia makin sengsara. Mau bukti? Kesenjangan makin gede, korupsi makin liar, ketidakadilan makin merajalela. Udah saatnya kita move on dari sistem yang rusak dan nggak becus memberi solusi problem negara ini!

Misalnya nih, kalo kapitalisme tuh kayak game online yang bikin kita ketagihan ngejar level-level materi tapi akhirnya burnout. Sosialisme? Udah kayak game offline yang katanya adil-adilan, tapi ujung-ujungnya bikin semua orang stuck di level yang sama tanpa kemajuan. Nah, Islam tuh beda, dia punya sistem yang adil tapi juga fleksibel, bikin kita bisa maju bareng-bareng tanpa ninggalin nilai-nilai kemanusiaan.

Perumpamaan lain, ini menurut “kacamata” kamu yang sering main game. Diibaratkan Kapitalisme tuh kayak game survival mode yang bikin kamu egois karena cuma mikirin diri sendiri. Sosialisme? Kayak game co-op yang katanya solidaritas, tapi ujung-ujungnya semua orang jadi males karena nggak ada reward. Islam? Ini menurut yang sering main game, diumpamakan kayak game RPG yang bikin kamu kerja sama buat naik level, tapi tetap ada reward individu yang fair.

Kalo beneran pengen perubahan yang hakiki, Islam adalah jawabannya. Nggak cuma buat individu, tapi juga buat negara. Itu sebabnya, yuk seriusin belajar Islam, sebarkan dakwah, dan jadi bagian dari perubahan! Karena kebaikan nggak akan datang kalo kita cuma nunggu. Saatnya gerak, saatnya jadi solusi!

So, kalo kita nggak mau Indonesia jadi gelap kayak bioskop pas mati lampu, ayo kita terangi dengan cahaya Islam! Tapi inget, ini bukan tentang paksa-paksa orang buat jadi muslim ya. Ini tentang kita yang udah muslim, belajar dan mengamalkan Islam secara benar, terus dakwahin ajarannya dengan cara yang santai tapi serius. Dakwah nggak harus kayak orasi di podium, lho. Bisa dimulai dari hal kecil, misalnya jadi role model di lingkungan kita. Kalo kita baik, orang lain bakal tertarik buat kenal lebih dalam tentang Islam.

Beneran. Dakwah itu nggak harus formal-formalan kayak seminar. Bisa dimulai dari hal-hal simpel, misalnya jadi temen yang baik, kasih contoh hidup yang positif, atau bahkan sekadar share konten inspiratif di sosmed. Sebab, yang penting, kita konsisten dan nggak belok-belok.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Allah akan memberikan ganjaran kebaikan bagi orang yang menolong agama Islam, walaupun hanya dengan sebaris kalimat.” (dalam I’lamul Muwaqi’in, jilid 6, hlm. 131)

Jadi, daripada cuma ngegosipin politik atau ikut-ikutan debat nggak jelas di sosmed, mending kita fokus ngaji dan belajar jadi manusia yang lebih baik. Why? Karena perubahan besar selalu dimulai dari hal-hal kecil yang kita lakukan setiap hari. Ingat kata pepatah: “Small steps lead to big changes”. Jadi, agar “Indonesia Gelap” nggak tambah pekat, yuk mulai berbenah dari sekarang, dari diri sendiri, dan dari hal-hal kecil, Lalu bertahap kepada hal yang lebih besar. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *