Friday, 22 November 2024, 07:20

gaulislam edisi 336/tahun ke-7 (29 Jumadil Awal 1435 H/ 31 Maret 2014)
 

Hah! Buletin gaulislam udah ngebahas Ujian Nasional alias UN lagi? Emang udah deket ya? Nah, buat sobat gaulislam yang udah kelas tiga pasti ngeh dong. Ya iyalah, wong udah deg-degan gitu. Denger nama UN aja hati udah kebat-kebit, mulut manyun, keringat segede jagung hybrid, kaki dan  tangan dingin. Kalo itu sampai kamu alami, hati-hati, jangan-jangan bukan karena kamu gugup menghadapi UN, tapi kamu lagi mules kebanyakan makan cabe (hehehe…).

Fenomena UN kayaknya emang masih jadi momok di negeri ini. Banyak kasus ditemukan pelajar yang stress, depresi bahkan bunuh diri akibat gagal UN. Astaghfirullah, begitulah nasib remaja yang imannya nggak kalah tipis dengan kertas. Sampai-sampai baru ngadepin salah satu ujian di dunia aja udah nekat ngabisin nyawa. Rugi banget, Sob! Nah, anggapan UN sebagai monster yang menakutkan ini malah dimanfaatkan sebagian oknum. Dari  jualan soal UN dengan cara lelang, sampai nyogok orang yang dianggap berwenang. Orang tua pun kecipratan imbasnya. Sejumlah dana tambahan harus dikeluarkan agar anaknya lulus UN. Baik ikut try out bersama maupun ikut proyek tambahan pelajaran alias les. By the way, perlu nggak sih ada UN? Ada UN, banyak untungnya atau ruginya, ya? Yuk kita bahas sampai tuntas. Pegangan yang kenceng ya, kita berangkat dengan injak gas penuh. Wuuusss….

 

Ada UN: untung atau rugi?

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, udah sejak lama permasalahan UN diperdebatkan. Sebagian pihak menilai adanya UN menguntungkan karena dianggap sebagai alat ukur keberhasilan pendidikan dan sebagai acuan untuk perbaikan pendidikan ke depan. Menteri pendidikan bahkan menganggap ujian nasional udah nggak perlu lagi dipersoalkan. Ujian nasional udah final. kalau perlu ada perubahan, maka sistemnya yang harus disempurnakan.

Oke, ujian memang harus ada sebagai penilaian layak atau nggaknya siswa ikut pelajaran pada jenjang berikutnya. Tapi masalahnya, kerugian ujian dalam bentuk UN ternyata lebih banyak lho, dibandingkan keuntungannya. Apa aja tuh? Di bawah ini adalah poin-poin kerugian UN yang berhasil dikumpulkan ama penulis. Pertama, banyak pihak menilai, UN sangat menghambur-hamburkan uang, baik dana pemerintah terlebih dana masyarakat atau tepatnya uang orang tua siswa. Walaupun pemerintah sering gembar gembor UN nggak boleh memungut biaya lagi pada siswa, tapi pada prakteknya, apapun caranya pasti sekolah memungut biaya. Misalnya ada yang dengan menabung bersama SPP selama satu tahun, ada juga yang dipungut pada akhir kelas tiga.

Kedua, UN jadi lahan empuk mengeruk keuntungan pribadi. Hal ini disebabkan bantuan pemerintah untuk pelaksanaan UN ke sekolah penyelenggara jumlahnya nggak mencukupi kebutuhan. Apalagi bantuan itu turunnya setelah pelaksanaan ujian kelar. Jadi, ‘terpaksa’ deh sekolah memungut biaya kepada siswa. Padahal pemungutan biaya ini seringkali memberatkan siswa. Terus, kalo dari pemerintah dananya kurang, kudu gimana dong? Menurut UU, semestinya semua biaya penyelenggaraan UN ditanggung oleh pemerintah pusat. Nah, kekurangannya baru dipenuhi oleh pemerintah propinsi, kabupaten/kota. Parahnya Sob, momen UN ini juga dijadikan lahan oleh mereka yang mau memanfaatkan situasi. Misalnya dengan proyek pengadaan try out bersama, proyek tambahan pelajaran/les, proyek pengadaan alat tulis UN dl. Jadilah kebutuhan UN makin mahal.

Ketiga, UN jadi pemicu banyak orang untuk berpikiran curang, nggak jujur, penipu, bahkan jadi pencuri. Banyak pimpinan sekolah, staf en guru yang sibuk membuat strategi sukses UN sampai-sampai menghalalkan segala cara. Ada juga guru dan wali kelas yang disibukkan dengan ‘mempercantik’ nilai raport agar dapat mengangkat nilai siswa, padahal nilai itu kan gambaran dari kemampuan peserta didik itu sendiri. Udah pasti dong siswa yang diuntungkan adalah siswa yang nilainya nyungsep alias rendah. Meski nggak semua guru begitu, lho.

Kerugian yang keempat, dengan adanya UN sebagai penentu kelulusan bikin banyak orang yang terlibat jadi egois. Yaitu hanya berpikir untuk keselamatan mereka masing-masing. Mereka menghalalkan segala macam cara agar bisa selamat. Emang iya? Ya iyalah. Coba, siapa yang nggak mau lulus sekolah? Siapa yang sudi dicopot dari jabatannya karena sekolah yang dipimpinnya tingkat kelulusannya rendah? Siapa yang mau sekolahnya nggak dapat siswa lagi karena orang tua pada emoh nyekolahin anaknya di sekolah yang siswanya banyak nggak lulus UN? Siapa yang pengen dikatain daerahnya kualitas pendidikannya rendah? Siapa yang ingin sekolahnya rusak karena sekolahnya dilemparin batu ama siswa yang nggak lulus? Dan sederet siapa lainnya. Hadeuh, emang miris ya, kondisi pendidikan negara kita.

Lanjut pada kerugian yang berikutnya. Kebijakan UN seperti saat ini amat merugikan siswa yang pandai dan sekolah yang benar-benar menerapkan aturan dengan tertib. Banyak lho kejadian siswa yang sekolahnya amburadul tapi malah siswa-siswanya dapat nilai lebih baik dari siswa yang rajin dan pandai. Sekolah yang benar-benar tertib melaksanakan aturan malah banyak siswanya yang nggak lulus.

Nah, yang terakhir nih, hasil UN yang diharapkan bisa jadi alat ukur pendidikan sekaligus sebagai bahan kajian untuk menentukan kebijakan pendidikan ke depan, justru akan lebih memperparah masa depan dunia pendidikan. Bagaimana nggak, lha wong potret wajah pendidikan yang dihasilkan dari hasil UN nggak menunjukkan potret sebenarnya. Makanya, karena kondisi UN yang demikian itu udah jadi rahasia umum, maka banyak yang meragukan hasil UN. Ketika siswa-siswa tersebut nerusin ke perguruan tinggi, hasil UN nggak langsung dipake sebagai nilai seleksi. Maka siswa tersebut harus tes lagi. Jelas itu lagi-lagi pemborosan. Nggak efisien. Jadi, nggak salah kan kalo penulis bilang banyak ruginya dari pada untungnya?

 

Ini dia pendidikan bermutu

Bro en Sis rahimakumullah, sobat gaulislam, tentu dong kalian mau tahu pendidikan yang bermutu itu yang seperti apa? Jawabannya, seperti yang pernah diterapkan di era kekhilafahan, yaitu ketika Islam diterapkan hingga mencapai kegemilangan. Kalau sistem pendidikan yang ada sekarang bertujuan menciptakan manusia sebagai mesin materi (sekolah agar nanti kerja dan menghasilkan banyak uang). Pendidikan Islam justru dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islami. Caranya, dengan jalan menanamkan Islam sebagai keyakinan, pemikiran dan perilaku. Selanjutnya, mempersiapkan generasi kaum muslim yang memiliki keahlian dan spesialisasi di seluruh bidang kehidupan, seperti kedokteran, biologi, kimia, fisika dsb.

Pembentukan kepribadian ini harus dilakukan pada semua jenjang tapi disesuaikan dengan jenjangnya. Pada tingkat TK-SD mereka lebih banyak diberikan materi yang bersifat pengenalan keimanan. Barulah setelah jenjang SMP, SMA, dan perguruan tingga materi yang diberikan bersifat lanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatannya dengan syariat Islam. Standar keberhasilannya adalah, bahwa anak didik dengan penuh kesadaran (bukan dalam keadaan pingsan lho, hehehe…) telah berhasil melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari segala tindak kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. Pada tingkat perguruan tinggi ilmu yang didapat tersebut bisa dikembangkan sampai derajat pakar di berbagai bidang keahlian, ulama’, dan mujtahid.

Dalam sistem Islam, evaluasi dilakukan secara menyeluruh. Ujian umum diselenggarakan untuk seluruh mata pelajaran yang telah diberikan. Ujiannya melalui 2 cara, tulisan dan lisan. Ujian lisan ini terbukti efektif lho untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami pengetahuan yang udah dipelajari. Di samping itu, tentu aja ada ujian praktek untuk keahlian tertentu semisal kedokteran. Siswa yang naik kelas atau lulus harus dipastikan mampu menguasai pelajaran yang telah diberikan dan mampu mengikuti ujian sebaik-sebaiknya. Nah, yang perlu dicatet nih, siswa-siswa yang udah dinyatakan lulus adalah siswa-siswa yang bener-bener menguasai ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya dan memiliki pola tingkah laku yang islami. Keren abiz! Sumpah, itulah kehebatan sistem Islam.

Bagi mereka yang udah lulus, punyak hak istimewa, yaitu boleh mengajarkan ilmunya; meriwayatkan hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang mereka dapatkan informasinya dari guru-gurunya dan boleh berfatwa sesuai kapasitas ilmunya. Bagi mereka yang udah menguasai ilmu kedokteran, boleh meracik obat, mengobati penyakit dll. So, para ilmuwannya pun harus ngerti agama.

Dari uraian di atas, terbukti kan sistem Pendidikan Islam yang berada dalam naungan pemerintahan Islamlah yang unggul. Ujian beres, tujuan pendidikan sukses, generasi yang dihasilkan juga mak nyess.

 

Tips keren hadapi UN

Nah, sobat gaulislam, setelah membaca fakta di atas, saya berharap kamu nggak jadi berkecil hati. Buat kamu yang mau UN, gaulislam punya tips keren nih. Pertama, kuasai materi. Artinya, bukan hanya menghafal semua materi yang ada. Biasakan untuk berlatih soal dan aplikasikan rumus dengan tepat. Kedua, rajin evaluasi diri. Caranya dengan mengetahui seberapa cepat kamu mengerjakan soal dan seberapa besar tingkat ketepatannya. Jadi pas UN kamu jadi tahu kira-kira berapa waktu yang kamu butuhkan untuk menyelesaikan sekian soal. Berlatihlah dari sekarang, manfaatkan waktu yang masih tersisa agak luang.

Nah, yang nggak kalah penting jangan lupa istirahat en jaga kesehatan. Otak kamu butuh jeda, begitu juga tubuhmu. Hindari belajar cara SKS (sistem kebut semalam). Ini bener-bener bikin kamu capek en stress. Tentunya juga nggak akan baik hasilnya. Oya, yang paling penting dari itu semua adalah, berdoa. Percayalah, Allah Ta’ala selalu bersama kita. Hanya Allah yang Maha Penolong. Jika Dia menghendaki segala sesuatu—termasuk kelulusanmu—maka tak akan ada yang bisa menghalangi-Nya. Berusahalah, dan serahkan hasilnya pada Allah Ta’ala. Semangat ya! [Wita Dahlia | wita_dahlia@yahoo.com]