Sunday, 24 November 2024, 13:44

gaulislamedisi 340/tahun ke-7 (28 Jumadil Akhir 1435 H/ 28 April 2014)
 

Kamu pastinya udah pada denger kan kasus pelecehan dan sekaligus kejahatan seksual di Jakarta International School? Ya, sebagaimana udah diberitakan oleh berbagai media massa, baik daerah maupun nasional, bahwa di sekolah mahal tersebut terjadi kejahatan seksual kepada beberapa orang muridnya yang masih TK oleh oknum karyawannya. Waduh, serem juga ya. Kejahatan seksualnya itu berupa sodomi yang dilakukan para pengidap fedofilia. Apa tuh? Waduh, kamu belum ngeh? Fedofilia itu memiliki pengertian sebagai suatu gangguan psikoseksual dimana orang dewasa memperoleh kepuasan seksual bersama seorang anak pra remaja.Ngeri!

Sobat gaulislam, di edisi ini saya tak bermaksud ngupas tuntas beritanya dan seabrek pernik yang menyertainya seperti pihak berwenang yang terkesan tak juga bergerak secara maksimal untuk menuntaskan masalah ini. Saya, di buletin gaulislam edisi ke-340 ini, sekadar akan menuliskan bahwa ancaman dan perbuatan pelecehan (termasuk kejahatan) seksual seperti ini adalah produk dari peradaban rusak bernama kapitalisme-sekularisme dengan sistem politiknya yang dielu-elukan mereka, yakni demokrasi. Inilah biang kerusakan umat manusia. Sebab, masalah kejahatan seksual adalah sebagian kecil saja dari kerusakan di segala lini kehidupan yang diakibatkan sistem rusak pembawa bencana bagi peradaban manusia tersebut.

 

Ketika sekolah tak aman lagi

Normalnya sih, sekolah adalah tempat yang aman untuk belajar ilmu pengetahuan dan bersosialisasi. Sekolah seharusnya nyaman dan aman sebagai sebuah lembaga pendidikan. Tidak ada kejahatan di dalamnya. Itu harapan dan memang idealnya seperti itu. Namun dalam kondisi seperti saat ini, ketika Islam tak diterapkan sebagai aturan dalam masyarakat dan juga negara, denyut kehidupan di sekolah pun tak jauh beda dengan kondisi di masyarakat secara umum. Termasuk sekolah-sekolah berbasis pendidikan Islam juga ada yang tak karuan kondisi pergaulan dan pengajarannya.

Kamu bisa melihat dan mungkin merasakan sendiri gimana faktanya. Silakan dilihat deh, berapa banyak siswa (dan termasuk gurunya) yang berperilaku abnormal? Kamu pernah dengar kan kasus pacaran di sekolah? Rasa-rasanya itu yang paling banyak terjadi. Selain itu, akibat pergaulan bebas berikutnya adalah seks bebas. Bahaya besar tuh. Belum lagi tawuran, narkoba, maraknya perilaku jadi waria, homoseksual seperti gay dan lesbian, dan termasuk yang sedang kita bahas kali ini, perilaku seks menyimpang semacam fedofilia. Waduh!

Sekolah memang tak bisa dipisahkan dari sistem yang menaunginya. Sekolah, sama seperti umumnya masyarakat, adalah bagian dari sistem bernama negara. Sehingga, kalo sistem di hulunya rusak, maka semua yang ke hilir besar kemungkinan akan rusak pula. Kalo di sekolah ada siswa yang doyan pacaran, itu karena masyarakat secara umum memandang hal itu lumrah. Negara juga tak begitu mempersoalkan. Jangankan pacaran, yang sudah jelas berzina saja tak akan diperkarakan jika itu dilakukan suka sama suka. Itu sebabnya, tumbuh subur lokalisasi pelacuran atau transaksi seks di jalanan. Inilah potret buram kehidupan kapitalisme-sekularisme yang membiarkan liberalisme tumbuh dan berkembang dengan baik. Musibah deh!

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Saat ini rasa-rasanya pantas jika sekolah bukan lagi tempat yang nyaman dan aman untuk mencari ilmu pengetahuan dan bersosialisasi dengan benar dan baik. Memang, tidak semua sekolah seperti itu, tetapi ini adalah ketika kita bicara secara umum. Secara umum artinya melihat jumlah. Jumlah yang banyak bukan berarti semua, tetapi sebagian besar. Jadi, in sya Allah memang masih ada sekolah atau lembaga pendidikan yang benar dan baik meski tumbuh di lingkungan masyarakat yang sekular karena sistem yang diterapkan negara juga sekular. Hmm.. gawat juga ya kalo lebih banyak yang rusaknya.

Apakah kamu nggak ngeri bin serem kalo di sekolah udah nggak aman lagi? Ya, nggak aman lagi tersebab kejadian yang sedang kita bahas ini, yakni kejahatan seksual di sekolah. Duh, maksud hati menyekolahkan anak supaya tambah pinter dan berbudi luhur, tetapi apa daya ternyata yang didapat dari sekolah adalah ketidaknyamanan atas perilaku kejahatan seksual dan pergaulan yang ngawur. Kasihan.

 

Liberalisme merendahkan manusia

Liberal itu artinya bebas. Jika menjadi paham namanya liberalisme. Ingin melepaskan dari keterikatan ajaran agama. Kepuasan dan kesenangan menurut ukuran hawa nafsunya adalah makna bagi kebahagiaan yang diburunya. Mereka meyakini bahwa kebebasan hanya akan bisa diraih ketika melepaskan ikatan ajaran agama. Agama bagi mereka dianggap penghambat kebebasan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan hawa nafsunya. Minuman keras, meski secara fakta mengakibatkan keburukan, tapi atas nama kepuasan dan kesenangan hawa nafsu, mereka legalkan. Seks bebas (perzinaan), meski secara fakta mengakibatkan kehancuran nasab, tapi atas nama kepuasan dan kesenangan hawa nafsu, mereka legalkan.

Sobat gaulislam, atas nama liberalisme pula, peredaran narkoba kian menggila, karena para pengejar kepuasan dan kesenangan tahu bahwa pasarnya memang ada dan jumlahnya besar. Belum lagi urusan selingkuh yang dianggap lebih manusiawi ketimbang poligami. Prinsipnya: “Isi boleh keluar asalkan botol harus kembali”. Ironi. Pacaran dianjurkan. Lho kok dianjurkan? Lihat saja faktanya, dengan iming-iming atas nama cinta. Padahal faktanya, atas nama hawa nafsu untuk memenuhi dahaga hedonisme. Atas nama liberalisme pula, keluarlah pernyataan yang aneh dan nyeleneh: “Bikini adalah modern, jilbab itu kuno”. Ini sering diteriakkan untuk mencemooh muslimah yang taat ajaran agama dalam berbusana. Memang mengherankan sikap para pengusung liberalisme ini karena tak sejalan dengan cara pandang Islam.

Wajar pula ketika negara dan masyarakat menerapkan liberalisme, maka pelacuran ditumbuh-suburkan atas nama kebebasan dan uang. Pernikahan diolok-olok sebagai lembaga pengekang kesenangan nafsu liarnya. Tak mengherankan pula, karena cuma mengejar kesenangan semata, bila kasus kejahatan seksual seperti tak pernah bisa diselesaikan. Bermunculan dalam beragam bentuknya: perkosaan, perzinaan, fedofilia, gay, lesbian dan sejenisnya. Mengerikan memang, hidup di tengah belantara kehidupan yang mengusung liberalisme.

Ayo sobat gaulislam, saatnya kita sadar dan juga memberikan kesadaran kepada umat Islam bahwa solusi atas semua ini adalah kembali kepada Islam. Tinggalkan liberalisme dan segala yang terkait dengannya. Jadikan Islam sebagai the way of life. Liberalisme itu busuk, tak ada yang bisa diambil manfaat darinya kecuali oleh orang-orang yang menginginkan kebinasaan. Islam adalah solusi. Asalkan Islam diterapkan sebagai ideologi (akidah dan syariat). Bukan sekadar ritual belaka.

 

Islam memberikan kehidupan

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kasus seperti kejahatan seksual oleh para pelaku fedofilia di Jakarta International School (termasuk di manapun) adalah bentuk pelanggaran dan merendahkan kehidupan manusia. Islam, sebagai sebuah ideologi tentu saja memiliki aturan dan sanksi. Apa sanksi bagi pelaku fedofilia?

Sebentar. Saya jelaskan terlebih dahulu bahwa umumnya pelaku fedofilia itu memaksa atau memperdaya anak kecil untuk melampiaskan hasrat seksualnya. Dijumpai juga banyak dilakukan oleh orang dewasa laki-laki terhadap anak laki-laki pra remaja. Jika ada fakta seperti ini, maka pelakunya dikategorikan melakukan liwath (homoseksual). Bahkan dalam kasus di Jakarta International School ini, dua orang dari lima tersangka itu saling ‘melakukan’. Republika Online (26 April 2014) menuliskan bahwa Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Heru Pranoto mengatakan, ada pengungkapan yang cukup menarik mengenai kebiasaan para pelaku., “Kemudian ada yang cukup menarik dan akan kita coba lakukan pemeriksaan dari pelaku ini AW dan ZA ini pernah ‘melakukan’ saling bergantian sendiri sekitar September dan Novemver 2013,” kata dia, Sabtu (26/4). Parah!

Adapun hukum syara’ dalam sanksi liwâth adalah dibunuh. Setiap orang yang terbukti telah melakukan liwâth, keduanya dibunuh sebagai had baginya. Dalil yang demikian itu adalah sunnahdan ijma’ shahabat.Adapun sunnah, dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbâs ra berkata, “Rasulullah saw. bersabda,”Barangsiapa yang kalian dapati sedangkan melakukan perbuatannya kaum Luth, maka bunuhlah keduanya.” Diriwayatkan oleh Imam yang lima kecuali Nasa’iy. Ibnu Thalâ’ di dalam Ahkammengatakan, “Tidak ada ketetapan dari Rasulullah saw. bahwa beliau merajam kasus liwâth, beliau juga tidak menjatuhkan hukuman pada kasus liwâth, namun liwâthditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa beliau saw. bersabda, “Bunuhlah kedua pelakunya.” Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbâs dari Abû Hurayrah. Ini adalah dalil dari sunnah bahwa hukum liwâth adalah bunuh.

Para shahâbat berbeda pendapat dalam menetapkan uslub (cara) untuk membunuh pelaku liwâth, akan tetapi mereka sepakat untuk membunuhnya. Baihaqiymengeluarkan hadis dari ‘Alî ra. bahwa beliau ra. merajam pelaku liwâth. Baihaqiy juga mengeluarkan dari Abû Bakar ra. bahwa beliau mengumpulkan para shahâbat untuk membahas kasus homoseksual. Di antara para shahâbat Rasulullah itu yang paling keras pendapatnya adalah ‘Alî bin Abi Thâlib ra. Ia mengatakan, ”Liwâth adalah perbuatan dosa yang belum pernah dilakukan oleh umat manusia, kecuali satu umat (yakni umat Luth) sebagaimana yang telah kalian ketahui. Dengan demikian kami punya pendapat bahwa pelaku liwâth harus dibakar dengan api. Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari bapaknya dari ‘Alî bin Abi Thâlib selain dari kisah ini berkata, ”Rajam dan bakarlah dengan api.”

Baihaqiy menyampaikan dari Ibnu ‘Abbâs bahwa beliau ditanya tentang had pelaku liwâth, beliau ra. berkata, ”Jatuhkanlah dari atas bangunan yang paling tinggi di suatu daerah, kemudian hujanilah dengan lemparan batu.” Diriwayatkan dari ‘Alî ra, ”Bahwa beliau membunuh pelaku liwâth dengan pedang, kemudian membakarnya, karena demikian besar dosanya.” ‘Umar dan ‘Utsman berpendapat, ”Pelaku ditimpuki dengan benda-benda keras sampai mati.” Semua ini adalah pendapat yang menunjukkan bahwa had liwâth adalah dibunuh, walau uslub pembunuhannya berbeda-beda. Seandainya pelaku liwâth adalah anak kecil, orang gila, atau dipaksa dengan pemaksaan yang sangat, maka ia tidak dijatuhi had liwâth.

Nah, sobat gaulislam, itulah penjelasan singkat tentang hukuman bagi pelaku homoseksual (termasuk dalam hal ini pelaku fedofilia yang melakukannya dengan cara sodomi) yang saya kutip dari buku Sistem Sanksi dalam Islam (Nidhomul ‘Uqubat) karya Dr Abdurrahman al-Maliki dalam bab tentang had bagi pelaku liwath (homoseksual). Diterbitkan oleh Pustaka Thariqul Izzah. Kebetulan pada edisi terjemahannya saya sempat dilibatkan dalam editing bahasanya untuk buku tersebut.

So, ketika pelaku fedofilia atau jenis kejahatan seksual lainnya seperti perkosaan dan perzinaan dihukum maka akan ada kehidupan bagi yang lainnya. Artinya, dengan hukuman yang berat seperti ini, rasa-rasanya tak akan ada yang nekat melakukan hal serupa karena sudah jelas konsekuensi hukumnya. [solihin | Twitter @osolihin]

4 thoughts on “Kejahatan Seksual di Sekolah

  1. Tulisan yg bagus. Jelas dan mudah dipahami. Masuk akal solusinya. Islam wajib diterapkan oleh negara. Sudah saatnya. Ini darurat sekali

    Alhamdulillah. Terima kasih atas komentarnya. Semoga tulisan ini ikut membantu memberi inspirasi dan solusi.
    Redaksi gaulislam

  2. Pernahkan terfikirkan oleh kita, bahwa pelaku kejahatan seksual sebenarnya adalah juga korban dari kejahatan media promo liberal yg menjajakan kebebasan ala jahilliyah, yg tiap saat merasuki akal manusia yg terombang ambing?

    Selagi televisi tak berhenti menayangkan hal-hal yang vulgar.
    Selagi majalah tak berhenti menampilkan gambar-gambar cabul.
    Selagi pemerintah tidak melarang kegiatan erotis dipanggung-panggung hiburan.
    Selagi Iklan-iklan cabul memenuhi sepanjang jalan yang dilewati,
    jangan berharap kejahatan seksual akan berhenti.
    Semua media itu telah memicu gejolak nafsu birahi seseorang.
    Ironisnya, ketika terjadi pelanggaran seksual, pelakunya dihujat sejadi-jadinya.
    Padahal mereka adalah juga korban dari kejahatan media massa.

    Lain halnya jika kejahatan itu berupa perampokan, korupsi, pembunuhan, itu dapat dikatakan adalah hasil dari kejahatannya sendiri. Kalaupun ada hasungan dari media massa, itu sangat sedikit sekali.
    Memang, pelaku kejahatan pantas dihukum. Tapi membiarkan sebab-sebab terjadinya kejahatan itu sangat tidak bijak. Kejahatan seksual akan terus terjadi, jika pemerintah tidak menghentikan bersimaharejanya tayangan-tayangan vulgar ditelevisi, majalah yang menampilkan gambar-gambar cabul, aksi-aksi seronok dipentas-pentas terbuka.

    Menyelesaikan benang yang kusut tidak bisa dengan hanya ditarik-tarik serampangan, tapi harus ditelusuru dari ujung sampai kepangkalnya…

    Ya, kasus ini memang akibat diterapkan sistem jahiliyah bernama Kapitalisme-Sekularisme dengan sistem politiknya bernama demokrasi. Inilah biang kehancuran peradaban manusia. Maka, untuk menyelesaikannya bukan semata pelaku kejahatan seksual tsb yg dihukum, tetapi sistem negara ini juga wajib diganti dengan ideologi Islam.

    Redaksi gaulislam

Comments are closed.