Friday, 22 November 2024, 12:47

gaulislam edisi 352/tahun ke-7 (23 Ramadhan 1435 H/ 21 Juli 2014)
 

Alhamdulillah, akhirnya kelar juga tulisan ini. Hari-hari padat di bulan Ramadhan dengan berbagai aktivitas membuat tulisan untuk gaulislam tertunda terus. Bahkan semalam, setelah saya dan kru gaulislam lainnya biasa mengadakan kajian rutin pekanan, tulisan ini belum juga kelar. Nah, karena kajian rutin itu diadakan sore hari, maka ketika bulan Ramadhan ya sekalian saja buka shaum bersama. Saya pulang ke rumah menjelang tengah malam karena setelah kajian dan buka shaum masih ada kegiatan lainnya yang harus dikerjakan. Alhamdulillah, edisi 352 ini sekarang bisa kamu baca dan silakan diambil manfaatnya.

Sobat gaulislam, judulnya sengaja saya tulis seperti itu karena bagi kebanyakan orang, Ramadhan ternyata memang tak memberi bekas apa-apa bagi diri mereka. Bahkan sebenarnya selama Ramadhan pun, tak juga memberikan dorongan bagi mereka untuk giat beribadah. Ibaratnya, udah mager alias malas gerak. Ibadah nggak ‘bernafsu’, dan puasa dijalani dengan ableh-ablehan, eh ogah-ogahan. Aduh, rugi banget, Ramadhan jadi nggak berbekas bagi kehidupan mereka yang jauh dari semangat ibadah dan perjuangan.

Ramadhan yang seharusnya bisa memberikan tambahan semangat, bahkan di hari-hari terakhir seperti di pekan ini (saat buletin gaulislam terbit pada 21 Juli 2014 ini Ramadhan sudah memasuki hitungan ke-23 hari). Sungguh terasa singkat. Perasaan baru kemarin kita mulai menjalani shaum Ramadhan di hari pertama, eh tahu-tahu sekarang udah di hari ke-23. Alhamdulillah bagi kita yang belum batal dan tetap semangat beribadah. Apalagi menjelang berakhirnya Ramadhan, kaum muslimin yang beriman senang meningkatkan ibadahnya demi berburu pahala untuk mendapatkan malam Qadr (lailatul qadr), tentunya dengan tetap mengharap ridho Allah Ta’ala.

Mengapa Ramadhan tidak berbekas? Bisa jadi karena di antara kita tak menjadikan Ramadhan sebagai bulan mulia yang hari-harinya tak istimewa untuk beribadah. Boleh jadi juga, karena di antara kita ada yang masih disibukkan dengan urusan duniawi dan mengejar kenikmatan jasadi semata sehingga untuk ibadah jadi malas. Dua kondisi ini ketika menjalani bulan Ramadhan. Nah, kondisi yang ketiga adalah ketika ‘ruh’ Ramadhan tak berbekas pada kehidupan kita setelah Ramadhan berlalu. Saat Ramadhan sih alhamdulillah rajin ibadahnya, gemar sedekah, taat sama orang tua. Eh, setelah Ramadhan berlalu, balik lagi ke habitat awalnya yang malas ibadah, pelit dan suka melawan orang tua. Ini juga rugi Bro en Sis. Meski di Ramadhan perbuatannya yang tadi disebutkan itu insya Allah dapat pahala (jika ikhlas dan benar caranya), tetapi amat disayangkan kenapa di bulan selain Ramadhan kembali jadi rusak. Kasihan. Bagi orang-orang seperti ini Ramadhan tak ada bekasnya untuk memperbaiki kulitas hidupnya.

 

Ramadhan tak istimewa di layar kaca

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Silakan lihat di layar kaca yang kamu miliki, apakah Ramadhan bisa memberimu hal-hal yang istimewa? Memang, suasana Ramadhan masih terasa dikit di acara-acara televisi. Masih ada bau-baunya Ramadhan. Tetapi kalo lihat kontennya, kamu sebenarnya bisa bertanya-tanya: “apa seperti ini pantas mengisi hari-hari istimewa di bulan Ramadhan?” Acara-acara yang di bulan biasa digelar, di bulan Ramadhan juga digelar. Hanya diembeli-embeli dengan sedikit istilah islami saja. Tak perlu disebutkan nama program acaranya, kamu sebenarnya udah bisa menebak apa yang saya maksudkan. Ini jumlahnya cukup banyak dan sudah taraf mengganggu kekhusyuan ibadah Ramadhan. Wajar saja kalo Ramadhan tak membekas dalam perilaku keseharian mereka di bulan lain, karena di bulan Ramadhan pun mereka tak banyak berubah. Rugi kuadrat!

Di layar kaca, meski ada acara-acara yang islami, tetapi entah kenapa masih suka diselipkan dengan hiburan dan guyonan yang lebih bersifat having fun aja. Sedikit yang dibuat untuk merenung dan evaluasi diri. Layar kaca juga dipenuhi aksi panggung seleb yang ‘bunglon’ abis. Gimana nggak, di acara yang islami dia jadi host, eh di acara yang dipaksakan islami juga jadi presenternya. Tentu saja seragamnya berbeda di kedua jenis acara tersebut. Di acara islami macam audisi dai atau lomba hafalan al-Quran dia tampil berbusana muslim/muslimah, eh saat tampil di acara yang hedonis (nama acaranya di bulan Ramadhan dikemas jadi sedikit islami), yang wanitanya nggak pake kerudung, dandanan dan perilaku yang lakinya jauh dari kesan islami. Aduh, gawat banget! Nah, kondisi seperti inilah yang membuat Ramadhan tak berbekas (termasuk tak istimewa di layar kaca). Beruntunglah mereka yang tak memiliki televisi atau tak mau nonton acara televisi yang miskin manfaat, sehingga shaum dan ibadah lainnya di bulan Ramadhan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

 

Manfaatkan sisa Ramadhan

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan. Allah telah memfardlukan atas kamu puasanya. Di dalam bulan Ramadhan dibuka segala pintu surga dan dikunci segala pintu neraka dan dibelenggu seluruh setan. Padanya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebaikan malam itu maka sesungguhnya dia telah dijauhkan dari kebajikan” (HR Ahmad)

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. Ia telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karenaKu.’ Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi.”

Sobat, pada malam di bulan Ramadhan, Islam memotivasi umatnya untuk mengerjakan amalan sunnah; shalat tarawih dan tadarus al-Quran. Dorongan untuk melaksanakan shalat sunnah harus dipahami bahwa shalat wajib harus lebih giat lagi untuk dilakukan. Jangan sampe tarawih mah getol karena senang rame-rame di masjid tapi kewajiban shalat yang lima waktu dilaksanakan sesukanya, yee itu salah prosedur atuh. Karena tidak ada shalat sunnah bagi yang tidak pernah shalat wajib. Sungguh sangat aneh bila kita giat melaksanakan shalat sunnah, sementara shalat wajib dilalaikan atau bahkan ditinggalkan. Tul nggak?

Sobat gaulislam, kenapa hal ini bisa terjadi? Yup, karena kaum muslimin acapkali terjebak dalam ritualisme ibadah. Artinya, kaum muslimin ketika melaksanakan ibadah hanya untuk memenuhi kewajiban semata, tanpa memperhatikan esensi dari setiap bacaan yang ia ucapkan atau gerakan yang ia lakukan dalam ibadahnya itu. Akibatnya, ibadah yang seharusnya memberi pengaruh terhadap perilaku, menjadi gerakan atau ucapan yang kosong tanpa makna. Idih, sia-sia banget kan?

Maka sungguh sangat disayangkan jika di antara kita banyak yang kuat menahan diri dari rasa lapar dan haus, sementara tak bisa berkutik untuk menahan godaan hawa nafsu. Mulut kita bisa bertahan dari makanan atau minuman, tetapi tidak bisa menahan dari menggunjing, mengumpat, dan bicara kotor. Puasanya memang tidak batal, tetapi esensi dari ibadah shaum yang mengajarkan untuk semakin meningkatkan ketakwaan kita (sebagaimana dalam QS al-Baqarah ayat 183), menjadi tidak bermakna. Puasa kita menjadi sia-sia. Sebab tak mendapatkan apa-apa (pahala), kecuali hanya rasa lapar dan haus.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Islam adalah totalitas. Itu artinya, saat kita ibadah ritual dengan ketika kita melakukan muamalah (jual beli, bekerja dsb.), keduanya harus senantiasa berpatokan kepada aturan Islam. Nggak boleh aturan lain.

Banyak aktivitas amalan sunnah di bulan Ramadhan yang berpotensi mendulang pahala yang bisa kita kerjakan bersama atau sendiri. Selain tadarus al-Quran dan shalat tarawih, masih ada i’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan sekalian untuk ‘nangkep’ lailatul qadr, kalo punya rejeki banyak silakan umrah ke tanah suci. Yuk, terus perbanyak amal shaleh kita. Tapi, tentunya amal buruk sebisa mungkin dikurangi, syukur-syukur kalo bisa menghilangkannya sama sekali. Semoga Allah Ta’ala memudahkan segala upaya kita untuk meraih pahala-Nya. Amin.

Oya, sekadar ngingetin aja nih. Tentunya bukan cuma buat kamu semua, tapi juga saya sendiri sebagai penulis artikel ini. Semoga kita semua senantiasa diberikan kekuatan iman, kekuatan takwa, dan kekuatan fisik dalam menjalani ibadah di bulan Ramadhan (khususnya di hari-hari menjelang akhir Ramadhan ini). Semoga puasa kita bukan puasa yang sia-sia, tapi puasa yang diberkahi-Nya. Itu sebabnya, ibadah puasa kita selama Ramadhan ini, harus dibarengi dengan banyaknya amal shaleh yang kita kerjakan dan insya Allah mampu menjadikan kita sebagai orang-orang yang bertakwa kepada Allah Ta’ala. Nggak ada daya dan upaya kecuali dari Allah. Yuk, kita sama-sama berdoa dan berusaha agar Allah subhanahu wa ta’ala memilih kita sebagai hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Semoga Ramadhan yang setiap tahun selama ini kita jalani membekas pada perilaku keseharian kita di bulan selainnya. Semoga kita dipertemukan dengan Ramadhan tahun depan dan memanfaatkannya dengan kebaikan yang banyak. Amin. [solihin | Twitter @osolihin]