Sunday, 24 November 2024, 20:22

gaulislam edisi 448/tahun ke-9 (16 Sya’ban 1437 H/ 23 Mei 2016)

 

Apa kabar semuanya? Semoga kamu masih bisa membaca buletin kesayangan kamu ini ya. Hehe.. mendoakan begini bukan berarti kamu jadi buta huruf, lho. Tetapi maksudnya, kamu masih bisa menyempatkan untuk membaca artikel mingguan yang ditulis gaulislam. Kalo dicatet, udah ratusan artikel. Sesuai edisi.

Oya, judulnya kalo disederhanakan kira-kira begini: daya tarik seleb. Nah, itu aja dah. Kamu biasanya tahunya kalo nyebut ke idola kamu itu seleb. Iya kan? Nggak salah juga, tapi nggak sepenuhnya benar. Lho? Iya. Sebab, kadung di negeri kita istilah seleb hanya disematkan kepada para pemain sinetron, film, bintang lapangan hijau, musisi dan sejenisnya yang erat kaitannya dengan dunia entertainment alias dunia hiburan. Padahal nih, istilah seleb itu harusnya umum, pake banget, malah. Why? Ya, kalo menurut kamus sih, siapa saja orang yang terkenal dari beragam profesi bisa dikategorikan sebagai seleb. Guru pun kalo terkenal, bisa disematkan dengan istilah seleb. Dokter juga sama, tentara juga nggak jauh beda. Bahkan pengemban dakwah pun, kalo dia terkenal bisa masuk kategori seleb.

Tetapi eh tetapi, kenyataan di lapangan nggak begitu. Justru istilah seleb ini hanya (sekali lagi, hanya) disematkan kepada para aktor atau aktris atau sejenisnya di dunia hiburan. Hmm… sempit memang. Tetapi, karena faktanya memang demikian, ya sudah kita pake juga dah. Maka, yang sedang kita tulis di sini adalah terkait selebriti di dunia hiburan. Oke?

 

Mengidolakan selebriti

Sobat gaulislam, pesona atau daya tarik selebriti bisa jadi menyeret kamu untuk mengidolakan mereka. Itu biasanya mengikuti tren yang ada. Kalo banyak remaja yang melakukannya, maka biasanya remaja lainnya yang awalnya pasif jadi agresif. Wah!

Kamu tahu Lee Min Ho, kan? Bagi kamu yang tersihir pesona “gelombang Korea” mestinya hapal banget. Apalagi Lee Min Ho akhir-akhir ini wajahnya sering muncul jadi ikon iklan kopi. Mino, sapaan akrab Lee Min Ho, pastinya dibayar mahal tuh. Sebab, di China saja Mino dibayar puluhan miliar untuk menjadi bintang iklan. Emang bisa naikkin penjualan? Mungkin saja. Itu kan strategi marketing, menciptakan brand awareness. Belum lagi seleb lainnya. Pertanyaan kemudian muncul. Mengapa seseorang mengidolakan orang lain, khususnya selebriti?

Yup, soal idola ini emang seperti udah mendarah-daging dalam diri remaja. Pasalnya, emang banyak remaja yang begitu. Jujur saja, idola ABG banyak banget, dan hampir 90 persen yang dijadiin idola adalah kaum seleb. Nggak percaya? Di majalah, koran, televisi, internet seleb dunia hiburan lah yang selalu diekspos. Dari mulai gosipnya, gaya hidupnya, sampai karir mereka. Tentu saja itu dibuat dengan tujuan supaya remaja mengidolakannya. Awalnya mungkin cuma menanamkan simpati doang, tapi kan lama-lama remaja jadi keterusan seneng karena publikasinya yang dibuat seheboh mungkin. Makanya bisa kamu lihat, media massa yang menyasar pasar remaja yang mengekspos kaum seleb pasti iklannya bejibun banget, karena emang banyak pembacanya.

Kenapa remaja sering terjebak untuk mengidolakan seseorang (khususnya selebriti), ya? Ini berkaitan dengan naluri manusia, Bro en Sis. Dalam diri manusia itu ada naluri beragama. Lho apa hubungannya? Sebentar, kamu jangan dulu mengkerutkan dahi alias bingung bin pusing. Tenang. Begini, gharizah tadayyun (naluri beragama) ini diwujudkan dengan adanya upaya untuk mensucikan sesuatu atau menganggap sesuatu lebih dari dirinya. Misalnya aja, nenek moyang manusia di masa animisme dan dinamisme, mereka menyembah batu, pohon, dan kuburan. Hal itu dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan akan naluri beragama mereka. Namun, karena cuma mengandalkan perasaannya doang—tanpa dibimbing wahyu dari Allah—maka yang terjadi adalah kesalahan. Mereka sih nggak ngeh kalo itu salah, yang penting bisa tenang karena merasa sudah terpenuhi. Habis perkara.

Sobat gaulislam, naluri ini ada dalam setiap orang. Orang yang atheis sekalipun sebetulnya memiliki naluri ini. Tapi, karena mereka nggak percaya adanya pencipta, maka pemenuhannya dialihkan kepada pahlawan-pahlawan mereka. Misalnya aja, orang Soviet yang atheis sering menyembah gambar atau patung pahlawan mereka seperti Lenin, Stalin, Karl Marx dan tokoh-tokoh lain yang dianggap sebagai pahlawannya. Pokoknya diagung-agungkan dan jadi sesembahan mereka. Ini membuktikan bahwa naluri itu emang ada dalam diri setiap manusia. Dan tentu saja orang-orang atheis ini merasa tenang dengan terpenuhinya naluri tersebut. Padahal kalo menurut aturan Islam, jelas pemenuhan naluri yang mereka lakukan salah banget. Mereka cuma mengandalkan perasaannya semata. Namun tidak menggunakan akalnya untuk memperhatikan hakikat di balik penciptaan makhluk-makhluk tersebut.

Hal ini persis dengan yang pernah dilakukan oleh orang-orang Arab Quraisy di masa jahiliyah. Mereka malah membuat sesembahan sendiri. Hingga di kota Mekkah saja lebih dari seratus berhala yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan naluri ini. Ketika Islam datang, karuan aja semuanya dimusnahkan tanpa ampun.

Nah, kamu yang mengidolakan kaum seleb; baik artis film dan sinetron, penyanyi, dan pemusik kudu hati-hati. Soalnya, bukan tak mungkin bila kemudian kamu lupa diri dan akhirnya tanpa sadar mengikuti gaya hidupnya. Pendek kata, kalo kamu sudah menganggap mereka tuntunan hidup kamu, berarti kamu telah menjadikan beliau-beliau sebagai “nabi”. Waduh, jangan sampe deh. Soalnya rugi banget. Tentu saja karena yang diajarkannya bukan kebenaran dan kebaikan. Dan yang terpenting emang nggak layak dijadiin teladan.

So, sekarang kamu mulai ngeh bahwa “pemujaan” terhadap idola merupakan salah satu perwujudan yang salah dari naluri beragama. Malah dalam level tertentu bisa menjerumuskan kamu ke dalam kesyirikan, lho. Hati-hati ya! Dan ingat, persoalan nggak berhenti di situ aja. Kamu malah bisa “dituduh” oleh Islam telah menjiplak perilaku mereka dalam kehidupan kamu, jika setiap apa yang dilakukan oleh tokoh idolamu kamu ikuti dengan sepenuh hatimu. Yakni seluruh gaya hidupnya kamu contek abis—nggak satupun yang tersisa. Wah, bisa gawat itu.

 

Tak layak jadi idola

Kalo para seleb di dunia hiburan kamu jadikan idola, itu artinya kamu nggak punya idealisme. Beneran. Eit, kalo kamu dituding seperti ini pasti kamu sewot banget. Soalnya, malu dong dicap nggak punya idealisme atawa pendirian. Berarti emang kamu orangnya mudah untuk diping-pong. Malah dalam kondisi tertentu bisa aja kamu silau oleh sesuatu yang kamu anggap hebat. Orang yang nggak punya idealisme cenderung nggak punya tujuan dan visi. Ini berbahaya lho. Bukan apa-apa, rata-rata orang yang nggak punya tujuan hidup akan tergoda mengerjakan sesuatu yang sifatnya sementara dan ringan, yang penting beres saat itu atau hari itu. Habis perkara. Besok baru dipikirin lagi. Nggak punya pikiran panjang jauh ke depan. Kalo begitu terus selama itu pula kamu nggak bakalan punya idealisme dan bisa mandiri dalam hidup kamu.

Hal ini bisa kita jumpai, sebagian besar remaja yang mengidolakan kaum seleb, sangat mungkin bahwa dia punya masalah dalam kepribadiannya. Yakni, dia nggak bisa hidup sebagai dirinya sendiri. Bahaya, kan?

Sobat gaulislam, sudah saatnya kita membuang jauh-jauh mental “layak jajah” dalam diri kita. Karena emang nggak benar dan nggak baik. Ekspresi kamu yang berlebihan dalam memperlakukan idola kamu berarti kamu merasa bahwa kamu berada di bawah “keagungan” mereka. Selama itu pula lah kamu nggak bakalan bisa mandiri. Ah, seandainya saja kamu berbuat demikian kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kamu bakal selamat. Rasa cinta kita pun tersalurkan dengan baik, yakni kepada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan sebetulnya Allah sudah menjadikan Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan yang baik. Jadi buat apa mengidolakan kaum seleb atau mereka-mereka yang belum tentu bisa menjamin kamu selamat dunia-akhirat. Yes, cuma orang-orang yang miskin idealisme aja yang berbuat begitu.

Kita sedih banget saat temen-temen kamu berdesakan, rela berjubel, rela berlama-lama menunggu, bahkan ada yang nggak peduli dengan keselamatannya sendiri, cuma untuk bertemu dan meminta tanda-tangan tokoh idolanya. Ah, bener-bener layak jajah.

Sobat gaulislam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan kita. Benar, cuma beliau yang layak dijadiin teladan dalam hidup kita. Bahkan Allah sudah menjaminnya lewat firman-Nya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab [33]: 21)

Pastinya, dari pemaparan yang panjang kali lebar, yang berarti luas banget, kamu bisa dapetin manfaatnya. Pelajaran juga bagi kita untuk nggak sembarang mengidolakan seseorang, apalagi orang yang nggak jelas kehidupannya karena akidahnya berbeda dengan kita. Hal itu juga wajb kamu catat, jangan asal pengen seperti idolamu tapi menabrak semua aturan Islam di dalamnya. Kalo yang terjadi begini, udah jelas tuh, kamu membabi buta. Ketahuilah, itu berbahaya, sobat!

Sudah saatnya pula, mimpi jadi seleb kamu hentikan. Berani untuk menguburnya dalam-dalam atau membuangnya jauh banget. Meski pesona selebriti bisa membuat kamu juga kepengin bisa seperti mereka, tetapi sadarlah bahwa itu kenikmatan semu. Nggak ada kebaikan di dalamnya. Percayalah! [O. Solihin | Twitter @osolihin]