Friday, 22 November 2024, 02:46

gaulislam edisi 459/tahun ke-9 (5 Dzulqa’dah 1437 H/ 8 Agustus 2016)

 

Jangan menyerah. Jangan berhenti. Jangan mengeluh. Sebaliknya, tanamkan dalam diri kita, “aku masih bisa!”. Dunia memang tak seindah mimpi (kecuali mimpi seram kali ya?). Tapi bukan berarti kita harus mengutuki nasib kita di dunia bila tak sesuai keinginan dan harapan kita. Jalani aja apa adanya. Sembari berusaha dan berdoa untuk menjadi lebih baik. Kesulitan hidup bukan untuk ditakuti, tapi untuk dihadapi. Kehilangan keberanian untuk hadapi hidup, justru saat itulah kita sudah kalah. Sekalah-kalahnya. Iya dong. Setiap orang yang tak berani hadapi kenyataan hidup, sejatinya sudah kalah di ronde pertama gerbang kehidupan. Kita lahir ke dunia ini sudah jadi pemenang dan tentunya Allah Ta’ala sudah memberikan kita bekal yang cukup untuk jalani kehidupan di dunia.

Apa yang bisa dibanggakan lagi dari seseorang yang sudah kehilangan motivasi dalam hidupnya? Kehilangan harta masih bisa dicari jika motivasi alias niat untuk mencarinya masih ada. Tapi jika sudah kehilangan motivasi dalam hidup? Maka yang terjadi adalah bisa kehilangan semuanya. Tetaplah jaga niat dalam berbuat. Motivasi terbesar sebagai muslim dalam mengerjakan amal shalih dan perbuatan lainnya adalah menggapai ridho Allah Ta’ala. Itu sebabnya, cara melakukannya juga wajib sesuai yang Allah Ta’ala ridhoi. Proses itu penting setelah niat dilakukan. Sebab, akan menentukan hasilnya. Jika proses yang dijalani keliru, hasilnya juga keliru. Benar prosesnya, maka hasilnya juga benar.

Coba kita lihat bayi yang baru lahir. Ia hanya bisa menangis. Mungkin kaget. Sebab, selama di dalam rahim ibunya dia merasa tenang. Tak banyak tantangan. Allah Ta’ala siapkan tubuhnya, membuatkan ‘software’ untuk berpikir dan berperasaannya, sehingga cukup untuk jalani kehidupan di dunia di luar rahim ibunya. Begitu seorang bayi lahir ke dunia dari rahim ibunya, dimulailah babak baru kehiduan yang akan ia jalani di dunia. Belantara yang belum ia kenal. Ada baik ada buruk. Arena yang berlapis-lapis ujiannya, tantangannya, rintangannya, kesenangannya, kesedihannya dan segalanya. Manusia harus mampu menghadapi semuanya dengan penuh kehati-hatian, waspada, cukup ilmu, cukup tenaga, wawasan, kemampuan mengolah pikir dan rasa, serta pandai memanfaatkan kesempatan agar bisa selamat dari ujian tersebut dan berhasil melaluinya dengan maksimal dan menjadikannya mulia. Agar kehidupan setelah dunia pun bisa diraih dengan mendapat tempat yang layak, yakni surga.

Sobat gaulislam, kalo saat ini kita menghadapi berbagai macam ujian dan rintangan dalam hidup dan dakwah, jangan menyerah. Katakan bahwa “aku masih bisa!”. Jangan kalah sama bayi. Dulu kita juga pernah jadi bayi. Bayi yang normal dan sehat pasti akan tumbuh dan berkembang. Tadinya belum bisa tengkurap sendiri. Ia mencobanya. Gagal. Coba lagi. Terus begitu hingga akhirnya bisa dengan mudah tengkurap. Kemudian ia belajar untuk balik ke posisi terlentang. Gagal. Coba lagi. Terus dan begitu hingga berhasil. Selanjutnya, ketika ia merasa sudah bisa dua posisi itu, ia mencoba untuk merangkak. Proses yang sama, yakni mencoba dan gagal. Terus begitu hingga berhasil. Setelah bisa merangkak, ia akan mencoba duduk. Itu pun dengan proses yang hampir sama, trial and error. Tapi karena terus mencoba akhirnya berhasil duduk. Setelah duduk ia mencoba untuk berdiri. Ia mulai menaiki tempat yang agak tinggi. Mulai berani manjat untuk mencari pegangan agar mampu mengangkat berat tubuhnya. Meja, kursi, dan apa saja yang lebih tinggi dari tubuhnya dijabanin demi bisa berdiri. Setelah berhasil, ia mencoba melangkahkan kaki. Tapi karena ia berani untuk mengambil risiko, meskipun jatuh saat mencoba berjalan, tak segan mencoba lagi. Proses itu berulang kali dijajalnya, hingga akhirnya berhasil berjalan. Kalo udah bisa jalan, lari bukan halangan. Kadang reflek kalo udah ngerasa lancar melangkah.

Kita sudah dewasa. Kemampuan dasar kita sudah lengkap. Memang, waktu bayi juga bukan berarti kita bisa dengan sendirinya. Nggak juga. Waktu bayi kita perlu bantuan orang di sekitar kita. Kita waktu bayi dan bayi lainnya diarahkan dan dilatih untuk bisa melakukan berbagai gerakan. Aspek motoriknya dilatih sedemikian rupa hingga akhirnya bisa berbagai keterampilan. Selain itu diajarkan juga etika atau adab. Dari hari ke hari dan dari pekan ke pekan, bulan demi bulan, dan bertahun-tahun kita jalani hidup pastinya makin “mateng” dengan pengalaman. Makin banyak wawasan. Entah berapa ratus cerita yang bisa direkam dan dikenang kembali. Kita menjadi orang yang sebenarnya bisa menjalani kehidupan ini. Lengkap dengan segala risikonya.

Ya, siap menjalani kehidupan berarti berani mengambil risiko yang akan muncul dari jalan yang kita pilih. Allah Ta’ala sudah menyiapkan bahwa kita mampu melakukannya sesuai kapasitas kemampuan yang Allah Ta’ala berikan kepada kita. Itu sebabnya, nggak ada alasan kan untuk mengeluh terus menerus? Hehehe.. kalo sekali atau dua kali mengeluh nggak apa-apa. Manusiawi kok. Tapi ingat lho, jangan keterusan. Ayo segera bangkit. Cari tahu penyebab kegagalanmu, dan temukan jalan keluar untuk mengatasinya. Kita insya Allah terlatih untuk hadapi tantangan. Tubuh kita sudah mulai kuat untuk hadapi tekanan fisik. Pikir dan rasa kita juga sudah terbiasa menghadapi kenyataan hidup: sedih-gembira; kecewa-bahagia; menang-kalah; benci-cinta; rindu-dendam; berani-takut; dan segala rasa lainnya.

Jangan menyerah dan jangan sampe mengeluh terus menerus tanpa berbuat untuk mengubah kondisi. Anak ngaji dan aktivis dakwah juga manusia. Pasti mengalami masa-masa sulit. Kekurangan materi, dijauhi orang terdekat karena kita dianggap berubah setelah ngaji, orang tua bercerai, jamaah dakwah rame-rame menolak kehadiran kita, umat menolak dakwah kita, dan seabrek masalah yang membuat kita sedih. Tapi yakinlah, kita masih bisa untuk mengatasinya. Percayalah. Selama Allah Ta’ala bersama kita, dan kita yakin Dia akan menolong, tak ada alasan untuk cemas apalagi putus asa. Alah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad [47]: 7)

Sobat gaulislam, perlu kita renungkan juga adalah usia kita yang mulai beranjak dewasa, semoga juga diiringi dengan pikiran dan perasaan sebagai orang dewasa. Jangan sampe deh body-nya udah dewasa tapi pikirannya masih kayak bocah. Biasanya sih, sudah sedewasa ini kita tentunya banyak mendapat pelajaran hidup langsung. Orang tua tentu punya waktu lebih banyak merasakan asam-garam kehidupan. Tapi yang terpenting, hidup kita tetap berguna meski umur tak sampai panjang. Tua itu pasti, tapi dewasa adalah pilihan. Banyak kok orang tua tapi pikiran dan perasaannya nggak pernah dewasa. Hidupnya masih aja kayak anak-anak. Ngumbar nafsu dan amarah tak terkendali. Sementara keimanan dan takwanya makin kendor. Lha, kacau banget kan? Tua-tua keladi tuh. Makin tua makin menjadi-jadi—jeleknya. Itu kalo dalam ungkapan bahasa Sunda, “Huntu geus ungger, tapi kalakuan angger” (gigi sih udah pada lepas, tapi kelakuan masih aja nggak berubah—jeleknya). Maksudnya udah tua tapi tetap aja nggak berubah. Umumnya orang udah tua itu salah satu tandanya giginya udah pada ompong.

Sebagai muslim, kita nggak hanya memikirkan kehidupan diri sendiri, lho. Kita juga harus memikirkan orang lain. Mulai dari orang terdekat di antara kita (keluarga dan teman), juga seluruh kaum muslimin. Memikirkan untuk mengajak mereka kepada kebaikan dan menegakkan kebenaran Islam. Tentu saja, upaya untuk mewujudkannya perlu semangat, motivasi dan tujuan yang benar dan jelas agar hasil yang didapat bisa memberikan manfaat dan barokah untuk semuanya. Selain itu, dalam menegakkan kebenaran ini, kita harus ekstra sabar, Bro. Allah Ta’ala menjelaskan dalam firmamNya (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS al-Baqarah [2]: 153)

So, tetap tenang, sabar, syukur, dan terus berjuang tanpa lelah. Hadapi risiko, jangan mengeluh dan jangan menyerah. Masih bisa kok untuk bertahan dan mencari solusi. Asalkan tetap jaga niat, tetap istiqomah, dan maksimalkan ikhtiarnya serta iringi dengan doa tulus berharap keridhoan Allah Ta’ala dan kebaikan yang akan didapat agar menjadi barokah untuk semuanya. Meski ada cobaan pahit dan rintangan berat menghalang, tetaplah melaju. Lagian kenapa sih cobaan ini terasa begitu pahit? Ya, karena surga begitu manis! [O. Solihin | Twitter @osolihin]