gaulislam edisi 521/tahun ke-11 (26 Muharram 1439 H/ 16 Oktober 2017)
Sobat gaulislam, alhamdulillah jumpa lagi di pekan ini. Kamu pasti nunggu-nunggu, kan? Yup, nggak terasa edisi ini adalah edisi perdana di tahun penerbitan yang ke-11. Ini edisi yang ke-521. Itu artinya sudah sepuluh tahun buletin ini menemani kamu semua belajar Islam tanpa henti. Tetap terbit setiap pekan selama sepuluh tahun ini. Alhamdulillah. Oya, pertama kali buletin kesayangan kamu ini terbit, itu tanggal 29 Oktober 2007. Tetapi secara edisi penerbitan, sudah tahun ke-11 mulai pekan ini. Sudah menuntaskan 520 edisi. Setahun itu ada 52 pekan, maka pekan kemarin adalah edisi terakhir di tahun penerbitan yang ke-10. Pekan ini, mulai edisi perdana untuk tahun penerbitan yang ke-11 dan seterusnya. Bismillah.
Oya, tema ini sengaja diambil karena perlu juga sebagai bahan evaluasi kami. Selain tentu saja sebagai prestasi yang sudah ditorehkan dan semoga menjadi amal shalih bagi semua orang yang terlibat di dalam penerbitan buletin ini. Tidak ada tema khusus seperti biasanya dengan mengangkat fakta yang terjadi dan perlu disampaikan sebagai informasi dan opini. Saya sebagai penulis sekaligus editor gaulislam merasa perlu untuk menyampaikan hal ini sebagai bahan evaluasi dan rencana ke depan. Intinya sih, tetap akan menulis untuk sebarkan dakwah Islam, khususnya bagi kalangan remaja. Jadi, meski edisi “milad”, tapi di dalam tulisan ini tetap ada pesan dakwahnya, kok. Baca aja terus, ya!
Bergerak, maju!
Wuih, ada apa dengan subjudul ini? Hmm.. ini seperti nostalgia. Saya dan kawan-kawan yang terbiasa berdakwah melalui media penerbitan, alhamdulillah tak lantas patah semangat meski dihadang rintangan. Buletin gaulislam boleh dibilang tidak muncul begitu saja. Why? Sebab, sebelum buletin gaulislam edisi cetak terbit pertama kali, kami sudah memiliki website dengan nama gaulislam pada bulan April 2007. Website itu terus kami gunakan hingga sekarang.
Nah, mengapa kemudian menerbitkan juga buletin dengan nama gaulislam? Begini ceritanya. Saya dan kawan-kawan sejak awal tahun 2000 menggarap buletin remaja yang diberi nama Studia. Nah, ini pun merupakan nama kenangan dimana sebenarnya adalah nama salah satu rubrik di Majalah Permata (yang sempat terbit pada 1993-1994 akhir dan akhir tahun 1996-1998).
Mengisi kekosongan media untuk remaja saat itu, saya dan beberapa kawan merintis penerbitan buletin yang terbit setiap pekan dengan nama dari salah satu rubrik di majalah Permata tersebut. Ketika buletin Studia berjalan dua tahun, tepatnya tahun 2002, ternyata majalah Permata kembali terbit meski usianya tak lama (2002-2004) yang saya ikut di dalamnya.
Nah, waktu itu buletin Studia tetap terbit hinga tanggal 24 Oktober 2007, saat keputusan dari manajemen untuk menghentikan penerbitan buletin Studia dengan alasan yang sebenarnya dibuat-buat jika tidak mau dikatakan konyol (oppss, buka rahasia deh). Termasuk jika mau menerbitkan lagi tidak boleh menggunakan nama tersebut. Oya, tahun 2004-2006 juga saya dan beberapa kawan sempat menggarap majalah Sobat Muda. Sekadar tahu aja, bukan tahu banget. Idih!
Saat buletin Studia dinyatakan tak boleh terbit lagi, saya kemudian mengontak beberapa teman yang bersedia melanjutkan perjuangan buletin remaja, maka lahirlah buletin gaulislam 5 hari kemudian. Terbit dan dicetak serta disebarkan. Pembaca lama tentu saja ada yang merasa bingung karena ada buletin dengan nama baru namun rasa lama, apalagi penulisnya adalah yang pernah menulis di buletin Studia. Tapi kami tetap fokus menerbitkan buletin ini hingga sekarang. Sebab, kami berprinsip bahwa dakwah itu harus bergerak maju, bukan mundur apalagi berhenti hanya karena ada rintangan.
Itu sebabnya, alhamdulillah sampai dengan edisi ini sudah ada 521 artikel yang diterbitkan. Ada 26 penulis (termasuk saya) yang pernah dan masih menulis untuk gaulislam. Oya, atas izin Allah Ta’ala sampai tulisan di edisi ini alhamdulillah saya sudah menulis 286 artikel atau sekira 55 persen dari total jumlah tulisan yang diterbitkan gaulislam hingga saat ini. Semoga barokah untuk semuanya.
Pujian dan celaaan
Sobat gaulislam, namanya juga dakwah. Selalu saja ada yang nggak suka. Tapi, andai semua orang tidak suka dan menghadang, kami insya Allah akan tetap melaju dan terus bergerak. Perjuangan yang tak mudah. Sebab ini bukan hanya semangat yang dibutuhkan, tetapi juga ilmu, komitmen, tujuan, target, konsistensi dan jangan lupakan: keimanan. Ya, kami di gaulislam insya Allah akan terus berupaya maksimal untuk menyebarkan dakwah, khususnya di kalangan remaja.
Pujian dan celaan akan datang silih berganti selama kita hidup. Apalagi saat ini sebagai muslim kita akan diuji terus di tengah masyarakat yang membenci Islam dan kaum muslimin. Kamu dan kita semua nggak perlu minder menjadi muslim walau saat ini serangan dari musuh-musuh Islam, atau minimal dari orang yang ngaku Islam tapi nggak suka dengan Islam dan kaum muslimin (kok, bisa?). Iya, karena cuma ngaku aja sebagai muslim tapi pikiran dan perasaannya sakit, sehingga malah membenci Islam. Aneh memang.
Kamu bisa cek di toko sebelah, eh di internet, khususnya media sosial. Banyak orang nge-bully kaum muslimin dan Islam. Seperti biasa, kalo orang kafir sudah jelas. Nah, ini ada yang ngaku muslim tapi jahat kepada Islam dan kaum muslimin, bisa jadi tipe ini hanya dimiliki orang munafik. Waspadalah!
Orang munafik lebih berbahaya dari orang kafir. Why? Sebab, ia bisa menjadi musuh dalam selimut. Menikam dari belakang. Buktinya sudah banyak. Bukannya memajukan Islam dan kaum muslimin, yang terjadi adalah menghina Islam dan kaum muslimin. Bahaya kuadrat itu!
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: ‘Kami telah beriman’. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok’.” (QS al-Baqarah [2]: 14)
Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu pernah berkata, “yang menghancurkan Islam adalah orang alim yang menyimpang, orang munafik yang pandai mendebat al-Quran dan menggunakan al-Quran untuk kepentingan pribadi, serta para pemimpin sesat.”
Setiap orang beriman akan khawatir pada sifat munafik, kecuali orang munafik itu sendiri. Imam al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Tidak ada orang merasa aman dari sifat nifak kecuali orang munafik dan tidak ada orang yang merasa khawatir terhadapnya kecuali orang mukmin.”
So, kamu ada di mana dalam perjuangan dakwah ini? Sebagai pengemban atau pendukungnya? Good! Sebagai penentang dakwah? Jelek! Pilihan ada di tangan kita. Mau berbuat kebaikan atau keburukan. Semua ada konsekuensinya. Pujian dan celaan adalah dua hal yang bisa saja kita dapatkan. Pujian terbaik hanyalah dari Allah Ta’ala dan itu bisa menentramkan hati. Kalo dari manusia, cukup sebagai penyemangat saja dan tidak lantas membuat kita lupa daratan atau malah jadi riya’. Jangan sampe.
Nah, jika pujian dari manusia bukan target dalam setiap amal shalih kita, maka celaan dari manusia seharusnya tidak memupus semangat dakwah kita. Sebab, Allah Ta’ala tujuan kita, berharap keridhoan dari-Nya. Artinya, tetap semangat berdakwah dengan terus meningkatkan kualitas keimanan dan ilmu kita tanpa perlu ujub dengan pujian dan resah dengan celaan dari manusia. Setuju ya? Kudu!
Jatuh-bangun
Sobat gaulislam, perjalanan hidup (termasuk dakwah) bagi setiap muslim tidaklah mulus. Jatuh-bangun, bahkan terus begitu sepanjang hayat masih dikandung badan, insya Allah seharusnya tak memutuskan semangat juang kita. Sebaliknya malah akan menggelorakan semangat perjuangan yang lebih dahsyat lagi.
Buletin kesayangan kamu ini sudah terbiasa “jatuh-bangun.” Tidak penting cara jatuhnya seperti apa, karena yang terpenting adalah bagaimana kita terus berusaha untuk bangun dan bangkit dari keterpurukan. Penerbitan awal tentu makan banyak biaya. Belum lagi pasar yang dituju adalah pasar baru lagi. Ada kendala pada finansial karena harus terus cetak dan distribusi. Tapi alhamdulillah bisa dilewati dengan baik. Ada banyak yang memberikan infak, bahkan dari pemilik percetakan juga ikut infak. Seru meski harus berjibaku.
Nah, kalo Bro en Sis juga mengalami “jatuh-bangun” dalam hidup, tetap semangat untuk fokus pada tujuan hidup sambil berusaha mencari jalan keluar. Intinya tetap jalani, nikmati, dan syukuri. Hidup memang berat, maka tak perlu ditambah beban berat dengan keraguan kita. Tetap optimis, insya Allah ada jalan terbaik. Semangat, ya Bro en Sis!
Setiap orang yang berjuang pasti pernah mengalami kekalahan dan bahkan kegagalan. Itu hal biasa. Tak perlu merasa bersalah dan resah. Toh, kita udah berjuang, hanya saja belum berkesempatan mendapat kemenangan yang hakiki. Evaluasi, perbanyak istighfar, terus berusaha dan mencari solusi. Hidup memang begitu. Jatuh-bangun mah biasa. Tapi yang nggak biasa adalah udah jatuh nggak mau bangun lagi padahal ada kesempatan untuk bangkit. Ini sih wasallam.
Fokus pada tujuan
Sobat gaulislam, ini sekadar sharing pengalaman aja ya. Mengelola penerbitan media Islam itu berat. Tidak mudah seperti membalikkan telapak kaki gajah (eh, itu berat!), maksudnya tak semudah membalikkan telapak tangan kita.
Benar. Tersebab tak mudah mengelola dakwah, maka kita harus fokus pada tujuan. Jangan memikirkan banyak hal namun tak satupun tercapai target dan makin jauh dari tujuannya. Jika saat ini kita berusaha keras untuk fokus pada tujuan, maka kesempatan untuk bengong jadi sedikit. Kesempatan untuk main-main apalagi cekakak-cekikik sambil ngerumpi akan bisa diminimalisir atau malah dihilangkan jika kita fokus pada tujuan apa yang hendak kita raih.
Bila itu tujuan dakwah, maka tentu saja tujuan mencerdaskan umat dengan tsaqafah Islam dan membekali mereka dengan keterampilan yang memadai sesuai tujuan dakwah, adalah sebuah keharusan.
Kami di gaulislam berusaha untuk fokus pada tujuan akhir sebagai teman belajar Islam bagi remaja. Media penerbitan ini insya Allah akan terus ada meski saya dan beberapa penulis lainnya sudah tiada. Semoga kelak bermunculan penulis lainnya untuk menghasilkan karya yang jauh lebih bagus. Insya Allah.
Ok deh, semoga kamu tetap semangat di tengah kerusakan moral masyarakat kita saat ini yang memang jauh dari nilai-nilai Islam. Perbaiki tsaqafahmu dan upgrade skil keterampilan yang kamu miliki agar bisa menjadi bagian dari orang-orang yang menyeru kepada kebaikan Islam. Ikut andil dalam menyebarkan kebaikan hingga tak ada lagi yang berani menyebarkan keburukan. Fokuslah pada tujuan. Semangat!
Buat kru gaulislam, tetap semangat dan istiqmah dalam kebenaran Islam, ya! Kita sudah terlanjur nyebur dalam dakwah, maka tunjukkan komitmen dan kepercayaan kita untuk berjuang demi kemaslahatan umat. Insya Allah. [O. Solihin | Twitter @osolihin]