Friday, 22 November 2024, 01:08

gaulislam edisi 522/tahun ke-11 (3 Safar 1439 H/ 23 Oktober 2017)

 

Loh, loh, loh, kok tiba-tiba langsung ada kata-kata ‘Ih’, ya? Bro en Sis, pembaca setia gaulislam, kira-kira ada juga nggak, ya, yang bertanya-tanya? Memang ada apa dengan Ikhwan Childish? Apakah sosoknya itu adalah sesuatu yang aneh? Sehingga pada judul buletin kesayangan kamu kali ini mengutip kata ‘Ih’. Wah, jadi pengen tahu, nih.

Ikhwan Childish? Apa itu? Kata-kata ‘childish’ ini terdengar tidak asing, bukan? Jadi, childish ini artinya sederhananya adalah kekanak-kanakan. Iya, jadi ikhwan childish yang akan kita bahas ini, artinya, laki-laki yang memiliki sifat yang kekanak-kanakan. Eh, sebenarnya kalo dalam Bahasa Arab arti ikhwan tepatnya saudara laki-laki dalam persaudaraan Islam—ukhuwah islamiyah. Namun, karena di masyarakat udah terlanjur menggunakan kata “ikhwan” untuk menunjukkan laki-laki. Jadinya salah kaprah ya? Begitulah. Jadi, terpaksa ikutan salah kaprah. Hadeuuh…

Nah, kembali ke istilah childish, padahal tidak pasti semua anak-anak akan bersikap kekanakan, lho. Why? Karena kedewasaan sebenarnya bukan dilihat dari usia. Tetapi dari pengalaman, atau tindakan. Ada loh, anak kecil yang sudah bisa bersikap dewasa. Ada juga orang dewasa yang tingkahnya masih seperti anak-anak. Nah, seperti apa sih, sifat childish pada cowok ini?

Bro en Sis, kalau kita katakan secara lebih padat, ikhwan childish ini juga bisa disebut dengan cowok yang belum dewasa. Karena apa? Ya, itu tadi. Karena ia memiliki sifat-sifat yang berkebalikan dari sifat kedewasaan. Misalnya bagaimana? Manja, mudah tersulut emosinya, tidak bertanggung jawab, tidak bisa menerima kenyataan pahit, dan sifat-sifat tidak dewasa yang lain sebagainya.

Karena ada juga sifat lain selain childish yang penampakannya tercermin dari sifat anak-anak, yaitu childlike. Perbedaannya, childish adalah cerminan sifat-sifat anak-anak yang belum dewasa. Contohnya adalah manja, cengeng, dan lain sebagainya. Sedangkan childlike adalah cerminan sifat-sifat anak-anak yang dinilai baik. Contohnya adalah jujur, menuruti perintah orangtua, dan lain sebagainya. Hmm… bisa dipahami, ya, Bro en Sis?

Jadi, childish dan childlike adalah sesuatu yang sama sekaligus berbeda. Loh? Ya, begitu, lah. Childlike tentu lebih dibenarkan dibanding childish. Bagus malah kalau ada ikhwan (dan akhwat juga tentunya) yang memiliki sifat-sifat dari anak kecil yang jujur dan murni.

Nah, Bro en Sis, yang bermasalah adalah ketika seorang ikhwan itu berlabel childish. Karena orang yang childish secara pasti bisa dilihat secara nyata. Kok bisa? Iya lah, sifat-sifatnya kebanyakan adalah yang terlihat. Misalnya manja atau cengeng. Walau pun nggak semua pasti begitu, sih. Hehehe.. saya jadi teringat tokoh Sadam di film Sherina. Kid zaman old mestinya tahu. Kalo kid zaman now sepertinya blank, ya?

 

Ewh, cowok kok childish?

Well, ini adalah salah satu jawaban dari salah seorang teman akhwat yang saya mintai pendapat tentang ikhwan yang childish. Rupanya ada loh, akhwat yang memandang ikhwan childish dengan kata ‘ewh’. Ketika ditanya apa alasannya, ia menjawab dengan balik bertanya, “Bukannya semestinya ikhwan itu harus bisa bertanggung jawab?” Hmm… ada benarnya juga, sih.

Ada juga akhwat yang menjawab, “Ikhwan childish kedengarannya lemah, ya. Kayak nggak bisa diandalkan.” Wah, komentar keras kalau ini. Hayoo, bagi yang ikhwan, diharapkan segera sadarkan diri kalian. Hihihi…(emang pingsan, kali ya?)

Walau pun ada juga, nih, Bro en Sis, jawaban lain yang saya dapatkan dari akhwat yang lain. Katanya, “Ikhwan yang agak childish kayaknya manis, deh. Yah, walau pun nggak enak juga kalau terlalu kekanak-kanakan. Pengennya itu yang bersikap dewasa, tapi juga bisa bertingkah kekanakan.” Sip, deh. Dari jawabannya ini, intinya juga mendahulukan kedewasaan. Sifat kekanak-kanakan sekadar untuk pemanis saja. Ehm, apa kayak Ansel Elgort yang maen di Baby Driver, kali ya? Oppss… nggak… nggak.

Tentu saja penilaian masing-masing akhwat berbeda-beda. Tapi sebagian besar dari survey saya kepada para akhwat tentang pandangan mereka terhadap ikhwan childish menunjukkan hasil bahwa para akhwat tidak terlalu berharap kepada ikhwan yang bersifat kekanakan. Ehm, ehm.. Yang ikhwan perhatian, ya. Hush! Jail, deh..

Tapi ada benarnya juga, loh, Bro en Sis. Seharusnya, seorang ikhwan yang sudah dewasa (udah baligh) sebaiknya tidak bersikap childish atau kekanak-kanakan. Seharusnya ia sudah mampu untuk bersikap dewasa dalam pikiran dan tindakannya. Kalau mengambil kesimpulan dari hasil wawancara kepada para akhwat nih, ternyata para ikhwan seharusnya tidak bersikap kekanakan agar tidak diremehkan. Seperti yang dituturkan di atas, supaya tidak dipandang ‘ewh’, tidak bisa diandalkan, dan lain sebagainya. Buat yang ikhwan, coba direnungkan lagi, deh.

Karena apa? Jadi gini, nih, Bro en Sis, dalam Islam, seorang laki-laki itu memiliki kewajiban dan tanggung jawab. Nah, lalu bagaimana ia bisa menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya jika ia belum bisa bersikap dewasa? Selain bertanggung jawab atas dirinya sendiri, seorang laki-laki itu memiliki tanggungan 4 orang wanita, lho. Siapa sajakah itu? Yaitu ibunya, istrinya, anak perempuannya, dan juga saudara perempuannya. Nah, kan!

Mungkin kedengarannya memang berat sekali. Tapi kita harus ingat selalu, Bro en Sis, bahwa Allah Ta’ala tidak mungkin membebankan suatu beban yang melebihi kesanggupan hamba-Nya. Maka ketika Allah Ta’ala memberikan kewajiban dan tanggung jawab yang sedemikian rupa kepada para ikhwan (lelaki), maka Dia tahu bahwa hamba-Nya dari kalangan para lelaki pasti bisa menjalankannya. Sama halnya dengan para akhwat. Para akhwat tentunya juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang berbeda juga. Betul. Namun tentunya kewajiban dan tanggung jawab yang tidak bisa dilakukan oleh para ikhwan.

Jadi, bahwa seorang ikhwan harus meninggalkan sifat kanak-kanaknya ketika dewasa. Catet ya. Why? Karena seorang ikhwan harus bertanggung jawab atas dirinya dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Coba bayangkan, deh, Bro en Sis, kalau seorang ikhwan itu sikapnya masih belum dewasa. Atau dalam hal ini kekanak-kanakan, sesuai definisi childish, misalnya ia masih manja, tidak mau disalahkan, tidak mau bertanggung jawab, cengeng, dan lain-lain. Kalo masih begitu, wah, bagaimana ia akan bertanggungjawab bagi orang lain? Sebab untuk dirinya sendiri saja, masih harus dibantu seperti anak kecil. Kebayang, kan?

 

Kewajiban dan tanggung jawab seorang ikhwan

Sobat gaulislam, ketika seorang laki-laki statusnya masih memiliki ayah, maka tanggung jawab ibu dan saudara perempuannya masih dibebankan kepada ayahnya. Namun, ketika sang ayah sudah mencapai waktu tidak bisa lagi mencari nafkah, maka anak laki-lakilah yang diberi tanggungan. Begitu ia sudah menikah, maka ia juga harus bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya (terutama anak perempuannya) juga. Mengutip dari salah satu blog, ternyata kewajiban dan tanggung jawab bagi seorang laki-laki setelah menikah mencakup tujuh poin. Apa saja itu?

Pertama, menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Seseorang yang berhak menjadi pemimpin dalam keluarga adalah laki-laki. Dalam hal ini adalah suami dan ayah. Anggota keluarga, yaitu istri dan anak, harus menaati perintah sang ayah, kecuali dalam hal yang bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala.

Kedua, menjaga harga diri keluarga. Seorang ayah dan suami harus menjaga keluarganya. Dalam hal ini termasuk juga kehormatan dan harga diri keluarganya.

Kewajiban laki-laki yang ketiga adalah memberi nafkah. Tugas memberikan nafkah kepada keluarga adalah kewajiban laki-laki. Karena itulah secara fisik laki-laki lebih unggul untuk bekerja. Perlu ditekankan, nih, Bro en Sis, memberi nafkah bukanlah beban jika dilakukan untuk menjaga harga diri keluarga. Betul, nggak?

Keempat, seorang laki-laki yang sudah menikah tetap harus berbakti kepada orangtua. Terutama kepada ibunya. Itu juga salah satu dari kewajiban dan tanggung jawab seorang laki-laki.

Kelima, seorang laki-laki juga harus menyayangi istri dan anak-anaknya. Itu juga adalah salah satu bentuk memberikan nafkah batin bagi keluarga. Tapi perlu diingat lagi, bahwa memberi nafkah bukanlah beban jika dilakukan untuk menjaga harga diri keluarga. Mungkin makna dari kata-kata ini hanya bisa dibenarkan oleh orang-orang yang sudah merasakannya.

Keenam, seorang suami dan ayah juga memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan ilmu agama kepada istri dan anaknya. Iya lah, karena sebenarnya ini termasuk dalam memimpin keluarga dan menjaga harga diri keluarga.

Nah, yang ketujuh, seorang laki-laki itu harus bersikap tegas. Tuh, kan. Itu sebabnya, seorang ikhwan itu harus mulai bersikap dewasa sebelum menikah. Karena memiliki sikap tegas juga akan menjadi wibawa dari seorang suami dan ayah. Tapi, jangan sampai menjadi terlalu keras. Namun juga jangan terlalu lembek, ya. Sewajarnya seperlunya. Siap nggak, Bro? Siap lah, ya!

 

Childish? Nggak, deh!

Sobat gaulislam, lalu bagaimana jika ada ikhwan yang sudah memasuki usia remaja, tetapi masih ada sifat-sifat childish pada dirinya? Nggak usah khawatir, Bro en Sis. Childish bukan tidak bisa dihilangkan. Memang kalau itu sudah menjadi bagian dari karakter seseorang, akan lebih sulit untuk dihilangkan. Tetapi bukannya tidak bisa, loh. Asal sang ‘childish’ juga memiliki tekad yang kuat untuk berubah menjadi dewasa.

Sifat-sifat childish seperti apa yang harus dihilangkan? Tentu saja sifat-sifat anak-anak yang tidak dewasa. Contohnya manja, egois, lari dari tanggung jawab, suka mengeluh dan menyalahkan orang lain, tidak tegas, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana cara menghilangkannya? Nah, berikut adalah tips agar tidak childish.

Pertama, kita harus menentukan tujuan hidup. Yup, bener banget, Bro en Sis. Dengan memiliki tujuan hidup, kita akan merasa memiliki tanggung jawab yang harus dijalankan. Tujuan hidup seorang muslim adalah untuk Allah Ta’ala, untuk Islam, dan untuk kebaikan dunia dan akhirat. Seorang muslim harus memiliki ilmu untuk menentukan tujuan hidup. Karena itu menuntut ilmu adalah hal yang utama. Dalam pencarian dan proses mencapai tujuan hidup lah, seseorang akan menemukan kedewasaannya. Bagi ikhwan, berarti ia juga harus mengetahui kewajiban dan tanggung jawab yang harus ia jalankan. Beneran. Sebab, itu juga termasuk dalam proses menuju tujuan hidup seorang muslim. Setuju?

Mungkin Bro en Sis perlu bantuan dari orang lain. Iya? Kalo begitu jangan malu-malu untuk berteman dengan orang-orang yang terlihat memiliki sifat dewasa. Diharapkan, ketika berteman dengan orang yang demikian, itu juga bisa menjadi jalan untuk tertularnya sifat kedewasaan darinya. Oya, jangan lupa lho, sharing dengan ortumu. Terutama kalo anak laki ya dengan ayahmu.

Selain itu, ini malah yang utama, mintalah kepada Allah Ta’ala agar diberikan kemudahan dalam menjadi seorang muslim sejati. Ya, seorang ikhwan sejati yang bisa bersikap dewasa dan mampu menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya. Selain usaha, doa dan tawakkal juga penting, loh. So, jangan jadi ikhwan childish, ya! Nggak baik! [Fathimah NJL | Twitter @FathimahNJL]