gaulislam edisi 531/tahun ke-11 (6 Rabiul Akhir 1439 H/ 25 Desember 2017)
Pernah dikejar bencong alias waria? Jangan sampe deh. Saya sih belum pernah. Cuma ngebayangin cerita teman yang pernah dikejar bencong, jadi merinding bulu kuduk, eh, bulu ketek. Ngeri-ngeri geli! Jijay bingitz!
Kalo waria or bencong masih bisa dilihat lho, gayanya. You know lah, membedakan mereka dengan kita-kita itu mudah (apalagi kalo mereka in action). Tapi… membedakan yang lesbian dan gay dengan yang waras kayaknya semustahil membalikkan telapak kaki gajah. Sulit banget. Namun, bagi yang punya ‘frekuensi’ sama sih, konon kabarnya mereka bisa mengenali satu sama lain melalui ‘kode-kode tertentu’. Bener apa nggak, saya nggak tahu.
Oya, kalo yang biseksual gimana? Waduh, jangan tanya saya. Ora paham tong, kalo cuma disuruh bedain dengan yang normal hanya dengan melihat tampilannya! Namun, sangat mungkin bagi mereka yang udah terbiasa mengamati akan tahu juga gelagatnya. Intinya, yang biseksual itu, depan bisa belakang bisa. Oppss.. kamsudnya, eh, maksudnya dia nafsu ama lawan jenis sekaligus yang sejenis. Hoeek! Pengen muntah!
Sobat gaulislam, LGBT menjadi tema edisi ke-531 dari buletin kesayangan kamu ini. Sengaja deh dibahas lagi (walau dulu-dulu pernah juga ngebahasnya), karena selain masih anget diobrolin masyarakat, juga karena para pelakunya makin bangga nunjukkin eksistensi diri mereka. Supaya nggak pada bablas mempengaruhi yang masih normal, langkah kecil melalui tulisan menjadi pilihan bagi kami di gaulislam. Maka, karena saya kebagian jatah nulis pekan ini, jadinya saya yang berjibaku ngumpulin informasi dan menyampaikannya kepada kamu semua. Semoga bisa ngasih penjelasan yang optimal.
Urusan pribadi?
Kalo kamu sering menyimak berita atau fakta (termasuk opini) di lapangan (baik di internet—khususnya di media sosial maupun di dunia nyata), bahwa negara tak boleh ikut campur urusan pribadi warga negaranya. Para pelaku LGBT (termasuk para pendukungnya—walau mereka katanya normal orientasi seksualnya), menganggap bahwa perilaku mereka dijamin HAM (Hak Asasi Manusia), dan itu urusan pribadi mereka. Urusan kamar mereka sendiri Artinya, negara tak boleh ikut campur—apalagi mengatur mereka. Begitu mereka beralasan.
Hmm.. tapi mereka egois tuh. Pengen menang sendiri. Ngerasa bener sendiri. Buktinya, mereka nyinyir kepada para pelaku poligami, khususnya dari kalangan kaum muslimin tapi dalam waktu bersamaan mendukung LGBT dan perzinaan. Padahal, poligami juga urusan pribadi orang per orang, yang tidak bisa disamakan dengan orang lain. Toh, aturannya juga ada. Khususnya dalam ajaran Islam. Kenapa mereka sewot?
Justru, menurut pandangan Islam, para pelaku LGBT melanggar aturan Islam. Why? Selain memang ada aturan dan sanksi bagi pelaku LGBT, juga karena mereka sudah berkeliaran di tempat umum dan kampanye pula serta memperjuangkan hak mereka. Bukan lagi di ranah pribadi seperti yang mereka klaim.
Sobat gaulislam, ketahuilah bahwa masalah LGBT ini bukan urusan pribadi tiap orang. Jangankan negara yang harus peduli dan menerapkan aturan dan sanksi, warga negara lainnya juga wajib peduli dengan dua hal: menyadarkan mereka dan mencegah agar tak menular. Berat memang. Maka, sangat wajar kalo warga negara lainnya meminta negara peduli masalah ini. Sebab negara memiliki sumber daya besar dan perangkat hukum. Bahkan negaralah yang berhak menghukum para pelaku LGBT.
Coba deh perhatiin. Para pelaku kekejian seperti yang dilakukan kaum Nabi Luth ini jelas nggak normal. Tapi ketika mereka menuai penyakit, yang merawat mereka justru yang normal. Misalnya aja kena HIV/AIDS. Berobat di puskesmas atau rumah sakit, yang biayain negara, khsusnya Kemenkes. Ratusan miliaran rupiah tuh dana yang digelontorkan negara, hanya untuk ngobatin pelaku LGBT yang didera penyakit menular HIV/AIDS. Belum penyakit lainnya.
Menurut laporan di Kompas.Com (1 Desember 2016), bahwa selama ini pemerintah menyediakan ARV gratis bagi ODHA lewat rumah sakit rujukan. Dikutip dari Harian Kompas (29/11/2016) pemerintah mengalokasikan anggaran tahun 2016 Rp 782 miliar bagi 70.000 pasien dengan stok untuk 18 bulan.
Sementara dana Global Fund pengadaan ARV di Indonesia tahun 2016 Rp 17 miliar. Tahun 2017, dana pengadaan ARV diperkirakan naik jadi Rp 1,3 triliun bagi 138.000 pengguna.
Aditya Wardhana, Direktur Eksektif LSM Indonesia AIDS Coalition mengatakan, saat ini jumlah ODHA yang mendapat terapi ARV di Indonesia baru sekitar 8 persen atau sekitar 65.828 ODHA.
Keberadaan kelompok lelaki suka lelaki (LSL) atau gay akan membuat penyebaran Human Immuno Virus (HIV) AcquiredImmuno Deficiency Syndrom (AIDS) menjadi meningkat. Mereka pun diminta untuk menghentikan perilaku menyimpang tersebut.
“Kelompok LSL jelas memicu penyebaran HIV-AIDS,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Deden Bonni Koswara, Senin (23/10/2017). Berdasarkan laporan di republika.co.id
Kalo kamu sempat nonton acara ILC di TVOne pekan kemarin (19/12), nambah fakta yang bikin ngeri. Ya, pada acara talkshow yang dipandu wartawan senior Karni Ilyas ini dihadirkan para pembicara yang ahli di bidangnya.
Salah satunya adalah Dr Dewi Inong Irana. Dalam pemaparannya, Dr Dewi Inong menunjukkan data tentang hubungan LGBT dengan tingginya penularan HIV/AIDS.
Menurut beliau, perilaku seksual LGBT berisiko tertinggi tertular IMS dan HIV/AIDS. Selain itu, penderita HIV/AIDS di Indonesia sebesar 0,5 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Menurut dia, dari kelompok LSL (lelaki suka berhubungan dengan lelaki) dan dari kelompok waria sudah 25 persen terkena HIV/AIDS.
“Tinggi sekali proporsinya di kalangan mereka dibandingkan dengan keseluruhan rakyat Indonesia,” ujar Dr Dewi Inong sembari mengatakan bahwa data tersebut didapat dari Depkes. Lebih lengkapnya silakan tonton aja rekaman acara tersebut di channel youtube ILC TVOne.
Bukan sekadar angka, ini maksiat!
Sobat gaulislam, data memang diperlukan. Jumlah pelaku LGBT sekarang berapa sih? Tahun kemarin aja udah banyak, lho! Di Indonesia, berdasarkan data statistik tahun 2016, jumlah kaum gay tercatat mencapai 10-20 juta orang. Koordinator lapangan Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) Randi Ohoinaung mengatakan, populasi kaum homoseksual yang semakin besar menunjukkan eksistensi keberadaannya di Indonesia. (rmol.co 23/10/2016)
Nah, kalo data ini benar, tentu dampaknya bukan sekadar esksistensi kaum homoseksual, tetapi juga dampak sosial, kesehatan dan beban keuangan negara untuk mengobati mereka. Kalo dihubungkan dengan data yang dipaparkan Dr Dewi Inong Irana bahwa sudah 25 persen dari kaum LSL (Lelaki Suka Lelaki) dan waria yang terkena HIV/AIDS. Waduh, berarti ada di kisaran angka 5 jutaan tuh yang kena dan biaya pengobatannya ditanggung negara. Hitung sendiri berapa jumlahnya kalo setiap orang yang kena HIV/AIDS itu membutuhkan biaya pengobatan yang jika rata-rata misalnya Rp 250 ribu per bulan, seumur hidup pula.
Ok, dari segi data kita bisa tahu berapa jumlah pelaku LGBT (khususnya yang homoseksual) seperti dalam data yang saya ambil itu. Bisa dibayangkan pula kekacauan akan terjadi di masyarakat. Bukankah dulunya jumlah mereka sedikit? Lalu menular dan menyebar hingga jumlahnya luar biasa banyak. Tetapi yang terpenting dari kasus ini bahwa dalam ajaran Islam, LGBT itu dipandang sebagai maksiat dan tentu saja dikategorikan kriminal. Itu artinya wajib ada hukuman bagi mereka.
Saya pernah menulis tentang ini di buku Jangan Jadi Bebek (terbit tahun 2002). Ada baiknya saya tulis lagi di sini (walau tentu tidak semuanya). Khususnya yang terkait bahwa homoseksual (bagian dari LGBT).
Orang-orang yang melakukan kemaksiatan (perilaku homoseksual) di zaman Nabi Luth awalnya bisa dihitung dengan jari, tapi kemudian secepat kilat membengkak menjadi satu negeri, jelas ini memang menular.
Itu sebabnya, prosedur yang dipakai untuk membereskan masalah penyimpangan ini adalah dengan mengubah lingkungan. Terbukti, meningkatnya populasi kaum homo di negeri ini diakibatkan aturan yang berlaku di negeri ini. Alih-alih mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, eh malah memberikan kebebasan untuk berbuat seperti itu. Di sinilah letak rusaknya sistem kapitalisme yang memang berakidah sekuler ini.
Lingkungan dalam sistem kehidupan seperti inilah yang turut membidani lahirnya budaya kaum gay dan lesbi sekaligus melestarikannya.
Seharusnya, setiap kejahatan, apapun bentuknya, kudu ada sanksinya. Nah, dalam pandangan Islam gay dan lesbian (termasuk biseksual dan transgender) adalah suatu kejahatan. Itu sebabnya, kalo tradisi kaum gay dan lesbian yang merusak kehidupan ini dibiarkan, maka selamanya mereka akan tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Malah tak mustahil pula bila mereka tambah belagu. Buktinya, para pendukung LGBT yang tampil di ILC TVOne pekan kemarin mati-matian memperjuangkan keberadaan LGBT.
Apa hukuman yang bakal dikenakan kepada kaum gay dan lesbian ini? Imam Syafi’i menetapkan pelaku dan orang-orang yang ‘dikumpuli’ (oleh gay dan lesbian) wajib dihukum mati, sebagaimana keterangan dalam hadis, “Barangsiapa yang mendapatkan orang-orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (gay dan lesbian), maka ia harus menghukum mati; baik yang melakukannya maupun yang dikumpulinya.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Baihaqi) (hadis ini dikutip dalam Zainuddin bin Abdul ‘Aziz al-Malibaary, Irsyaadu Al ‘ibaadi ilaa Sabili al-Risyaad. Al Ma’aarif, Bandung, hlm. 110).
Adapun teknis (uslub) yang digunakan dalam eksekusinya tidak ditentukan oleh syara’. Para sahabat pun berbeda pendapat tentang masalah ini. Ali radhiallahu ‘anhu memilih merajam dan membakar pelaku homoseks, sedangkan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhuma berpendapat bahwa pelaku dibenturkan ke dinding sampai mati, dan menurut Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu pelaku homoseksual dilempar dari gedung yang paling tinggi dalam keadaan terjungkir lalu diikuti (dihujani) dengan batu.
Kejam? Boleh jadi menurut hawa nafsu kita demikian. Tapi lebih kejam mana dibandingkan membiarkan korban-korban homoseks terus berjatuhan. Apalagi akibat ulah kaum Sodom ini penyakit mematikan seperti HIV/AIDS kian merajalela. Lagipula sebagai seorang muslim yang beriman, kita wajib mentaati segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hukuman bagi para pelaku homoseksual adalah ketentuan dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Ngawurnya pelaku dan pendukung LGBT
LGBT oh LGBT, kenapa kalian tak sadar jua? Itu yang kalian lakukan adalah kemaksiatan. Di acara ILC pekan kemarin, Aan Anshori Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi pake ngutip ayat al-Quran surah al-Maidah ayat 8 segala, eh salah pula persepsinya dia.
Kok kepedean banget menganggap orang yang mempermasalahkan LGBT sebagai orang yang tidak adil kepada suatu kaum akibat kebencian mereka? Justru itu adil (menempatkan sesuatu pada tempatnya), sebab penyimpangan seksual seperti yang pernah dilakukan kaum Nabi Luth itu dilarang dalam ajaran Islam. Maka, wajar umat Islam yang masih normal, akan merasa jijik dan bahkan benci kepada para pelaku LGBT!
Selain Aan Anshori, ada juga Dede Oetomo. Nah, dari dulu pentolan gay ini konsisten dalam kemaksiatannya. Bahkan semakin menjadi-jadi. Data dan fakta yang disampaikan mulai dari sisi medis, dampak sosial, sampai hukum dalam acara tersebut, tak membuatnya berpikir untuk mengubah cara pandang dan meninggalkan kemaksiatan tersebut. Dia tetap begitu.
Padahal, kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (an-Nisaa [4]: 66-68)
Manusia diberi kemudahan juga diberi pilihan, karena Allah Ta’ala menakdirkan apa yang akan terjadi pada dirinya dan apa yang akan dilakukannya. Bersamaan dengan itu, Allah memberinya kemampuan dan kesanggupan untuk tidak melakukan dan memilih perbuatan yang akan mendapatkan pahala atau perbuatan yang akan mendapatkan siksa.
Ah, jadi pengen ngomong ke orang itu: Rek kitu wae, hirup maneh teh? (baca: mau gitu terus hidupmu?)
Di acara ILC kemarin, yang ngawur juga adalah Cania Citta (termasuk Ade Armando). Kecintaanya pada liberalisme membuatnya membenci agama, khususnya Islam. Cania juga bilang bahwa bebas memilih agama dan bebas untuk beragama atau tidak.
Hati-hati lho, nanti akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Ta’ala (walau mungkin banyak orang atheis tak percaya akan hal ini). Pembelaan kalian terhadap pelaku LGBT dan perzinaan adalah kezaliman dan mengundang murka Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” (Yunus [10]: 44)
Di ayat lainnya, (akan dikatakan kepadanya): “Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya” (al-Hajj [22]: 10)
Maaf ya Bro en Sis, artikel ini sangat panjang. Semoga pegelnya kamu membaca ini dibarter dengan ilmu dan wawasan yang bermanfaat. Insya Allah. Tetap semangat belajar Islam dan mengamalkannya agar selamat dunia dana akhirat. [O. Solihin | Twitter @osolihin]