Friday, 22 November 2024, 06:35

gaulislam edisi 541/tahun ke-11 (17 Jumadil Akhir 1439 H/ 5 Maret 2018)

 

 

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kalo denger kata bangkit, itu mengingatkan kita pada ajakan untuk menjadi lebih baik. Dari kondisi terpuruk diminta bangkit dan terus berjuang untuk meraih dan (tentu saja) mempertahankan kejayaan tersebut. Nah, kalo dalam judul ini, kesannya adalah bahwa kejayaan Islam itu sudah tenggelam. Maka menggunakan kata “membangkitkan” berarti ada upaya untuk mewujudkan kembali harapan tersebut yang pernah menjadi bukti sejarah kebangkitan Islam. Ini poinnya.

Oya, omong-omong kondisi kaum muslimin saat ini, emang sih memprihatinkan banget ya. Udah mah bermasalah dalam semangat, kedodoran dalam motivasi beramal shalih, lemah tujuan dan harapan hidup, eh, ibadah dan pelaksanaan syariat malah kendor banget. Menyedihkan, ih!

Emang sih, nggak semua begitu. Tapi kebanyakan memang begono. Maka, memang perlu dibangkitkan semangatnya, perlu digairahkan dalam menggapai tujuan dan harapan hidup, perlu digeber ghirah ibadahnya, dan tentu saja dikawal terus dalam pelaksanaan terhadap syariat Islam. Beneran! Eh, tapi gimana caranya? Nanti insya Allah kita bahas bagaimana caranya bangkit.

Nah, ini dari sisi individu muslim, lho. Sebelum kita membangkitkan kejayaan Islam, tentu yang perlu dibangkitkan adalah individunya terlebih dahulu. Ya, individu itu kita-kita ini. Iya dong. Ibarat mau menggerakkan agar mobil bisa jalan, maka yang mau jadi sopirnya wajib punya semangat dan gaiah dulu. Nggak mungkinlah mobil gerak gitu aja walau banyak orang jadi penumpang namun nggak ada di antara mereka yang bisa nyetir. Itu hil yang mustahal.

Itu sebabnya, jika kita ingin kebangkitan yang besar, maka kebangkitan dalam lingkup kecil kudu bisa diraih dulu. Jika kita ingin ngajak orang rajin ibadah shalat di masjid, tentu saja kita wajib mencontohkan dulu, bukan sekadar ngajak, apalagi nyuruh-nyuruh doang. Jangan sampe kayak ‘filosofi’ calo bis atau angkot di terminal. Dia teriak-teriak menyebut daerah tertentu yang dilewati angkot atau bis sambil menanyai orang-orang apakah akan pergi ke tujuan tersebut atau tujuan lain (termasuk nunjukkin bis atau angkot sesuai tujuan calon penumpang), eh begitu penumpang pada naek kendaraan, si calo nggak ikut. Memang tugasnya begitu. Nyari orang doang yang mau pergi.

Maka, ketika kita ngajak orang untuk melaksanakan kewajiban dalam pelaksanaan syariat Islam, kitanya wajib juga melaksanakan. Jangan sekadar nunjukkin atau nyuruh-nyuruh aja. Malu dong, kita nyuruh orang lain shalat, tapi kita nggak shalat. Bahaya tuh!

 

Mengapa harus bangkit?

Sobat gaulislam, pastinya kita nggak mau dong jadi orang yang punya semangat minimalis. Qonaah boleh saja, tapi jangan sampe merasa puas dengan kondisi kita saat ini. Celakanya justru kondisi kita sekarang ini lagi ada di bawah. Kan aneh dong kalo nggak mau bangkit. Kamu yang gagal lulus ujian, kamu yang gagal ngelamar kerjaan, termasuk kamu yang gagal meraih harapan menjadi yang terbaik dalam kehidupan secara ekonomi. Masih ada hari esok untuk kita. Tapi tentunya, hari esok yang lebih baik tak akan pernah ada bagi mereka yang malas untuk bangkit. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [QS ar-Ra’d [13]: 11]

Bangkit itu perlu, bahkan wajib, sobat. Apalagi bila kita bicara tentang masa depan Islam. Ya, Islam. Agama yang selama ini kita anut, belum kembali ke puncak kejayaan setelah mengalami kemunduran. Dan yang berperan selama ini—di saat maju dan mundur—adalah kita, kaum muslimin.

Ketika Islam mencapai kegemilangan di masa Rasulullah dan Khulafa ar-Rasyiddin serta pemimpin-pemimpin setelahnya, umat Islam sedang getol-getolnya menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam udah menyatu dalam pemahaman dan tingkah laku kaum muslimin di masa lalu. Mereka sama sekali tak mau mele­paskan diri dari Islam. Islam maju, ketika umat­nya juga lengket dengan ajaran Islam. Daripada melepaskan akidah Islam, lebih baik nyawa mela­yang. Lebih mulia kok di hadapan Allah Ta’ala.

Eh, begitu umat Islam menjauhi agama­nya, saat itulah Islam perannya mulai pudar. Semakin hari semakin hilang wibawanya. Umat Islam berlomba-lomba meninggalkan Islam. Maklum, pada saat yang bersamaan serangan terhadap Islam semakin gencar. Sebagai contoh, umat Islam dicekoki dengan pema­haman bahwa jihad tidak wajib lagi. Jihad itu defensif, alias bertahan. Padahal, jihad bisa opensif, alias melakukan berbagai penaklukan seperti di masa Rasulullah, para khulafa ar-Rasyidin, dan pemimpin setelahnya. Jihad juga bisa berarti defensif, alias bertahan.

Singkatnya, begitu kaum muslimin terbuai dengan pemahaman itu, Palestina diserbu dan direbut Pasukan Salib Eropa. Saat itu, kaum muslimin lengah. Memang, meski akhirnya Palestina kembali bisa menjadi milik kaum muslimin pada perang berikutnya, tetapi ide sesat kadung udah menyebar di kalangan kaum muslimin. Akhirnya apa yang terjadi? Kita lihat sekarang, giliran Isreal yang mengacak-ngacak tanah Palestina. Dan kita semua hanya mampu diam. Belum lagi Ghautah di Suriah, kaum muslimin di sana menanti bantuan dan pembelaan kita dari kekejaman rezim Bashar Asad, pemimpin di negerinya sendiri. Ini baru dua contoh, lho. Masih banyak kasus lain yang menunjukkan keter­purukan kita saat ini.

Jadi, upaya membangkitkan kejayaan Islam dan kaum muslimin, adalah syarat mutlak untuk menjadikan Islam sebagai kekuatan handal di dunia ini. Dan ini tanggung jawab kita sobat.

 

Mulai dari mana?

Jepang, Amerika, Rusia, Inggris, Perancis, Jerman, dan negara-negara maju lainnya, telah membuktikan betapa rasa “supe­riotas” itu perlu dimiliki. Mereka bisa begitu, tentunya dengan pengorbanan yang nggak sedikit. Dan yang lebih penting dari itu semua, mereka punya semangat untuk bangkit.

Kalo kamu baca buku sejarah dunia, pas pada pembahasan Revolusi Industri pada tahun 1776, pastinya dijelaskan sama gurumu di sekolah, bahwa masa inilah masa kebangkitan Eropa. Mereka suka bilang, masa Renaissance, alias pencerahan. Ditemukannya mesin uap oleh ilmuwan bernama James Watt telah membuka mata bangsa Eropa lebar-lebar, bahwa dunia itu luas, dan bahwa mereka bisa menjadi maju. Maka, dampaknya, dimulailah berbagai ekspedisi mengelilingi dunia. Pada saat yang sama, mereka membangun beragam industri untuk mewujudkan impiannya menjadi yang terbaik di dunia.

Sobat gaulislam, mereka bisa bangkit adalah dengan mengasah pikiran mereka bagaimana supaya bisa bangkit dari kegela­pannya selama ini. Seluruh ketakutan dan ke­khawatiran yang ada dalam dirinya disingkirkan jauh-jauh. Mereka punya ambisi untuk maju. Tentunya semua itu didukung dengan visi, misi dan program yang jelas menurut cita-cita mereka. Hasilnya, mereka menjadi yang terbaik. Tapi dengan catatan, baiknya hanya dalam soal iptek. Soal moral—apalagi akhlak? Wuih, amburadul, sangat!

Lihat saja, Perancis adalah negara maju, tapi moral warga negaranya rata-rata bejat. Prostitusi ada di mana-mana, judi nggak dila­rang, pun pergaulan bebas di kalangan remaja bangsa Perancis sudah amat parah. Seperti mengikuti jejak Perancis, Amerika juga didera dengan ber­bagai kasus; kriminalitas yang ang­kanya terus meroket, seks bebas yang makin meng­gila, pelacuran, judi, dan peredaran minu­man keras dan narkoba menjadi bagian dari kehi­dupan negara adidaya ini. Ironi bukan? Di satu sisi, mereka digdaya dalam iptek, tapi di sisi lain, mereka terpuruk dalam moral.

Kenapa bisa begitu? Karena kebangkitan mereka tidak benar. Kebangkitan yang masih rentan dengan kegagalan di masa depan. Sebab, kebangkitan mereka dibangun di atas pondasi akidah yang rapuh, bahkan rusak. Itu sebabnya, kita jangan coba-coba mengikuti mereka. Bahaya. Lha, terus gimana yang bener?

 

Kebangkitan yang hakiki

Sobat gaulislam, untuk mewujudkan kebangkitan yang kita cita-citakan memang butuh keseriusan dari kita semua, kaum mus­limin. Meski kamu masih remaja, bukan berarti nggak boleh serius. Justru seharusnya, masa remajamu digunakan untuk mengasah supaya bisa mempertajam kemampuan berpikirmu. Lebih khusus lagi kemampuan untuk berpikir islami. Ada beberapa tahap yang bisa kita jadi­kan sebagai jalan untuk meniti kebangkitan yang hakiki. Dalam kitab an-Nahdhah (hlm. 132-155), karya Ustadz Hafidz Shalih, dijelaskan sbb.:

Pertama, setiap muslim kudu menyadari tugasnya sebagai pengemban dakwah. Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.“ [QS an-Nahl [16]: 125]

Kedua, setiap muslim harus memahami Islam sebagai sebuah mabda, alias ideologi. Dengan begitu, kita bisa menjadikan Islam sebagai pedoman hidup kita. Islam bukan hanya mengatur urusan sholat, zakat, puasa aja, tapi sekaligus mengurusi masalah ekonomi, politik, pendidikan, hukum, peradilan, pemerin­tahan, dsb. Ketiga, kita kudu berjuang mene­gakkan Islam. Keempat, melakukan kontak pemikiran dengan masyarakat, nggak cuma diem doang. Sebarkan ide-ide Islam kepada mereka. Kalo ternyata timbul pro dan kontra, itu wajar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam saja pernah merasakannya. Tenang. Kita di jalur yang benar. Kelima, harus jelas dalam berjuang. Artinya, kita kudu fokus dan membatasi mana yang pokok, dan mana yang cabang. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [QS Yusuf [12]: 108]

Keenam, harus berani melakukan shiraul fikriy (pertarungan pemikiran) dengan berbagai ide sesat yang ada di masyarakat. Misalnya, sampaikan bahwa demo­krasi sesat, nasiona­lisme itu tercela, seku­larisme adalah bagian dari kekufuran dan sebagainya.

Ketujuh, selalu meng-update perkem­bangan yang terjadi di masyarakat. Dan berikan solusinya dengan ajaran Islam. Kedelapan, kita harus bisa menunjukkan kelemahan dan kepal­suan sistem kufur yang tengah meng­atur kehidupan masyarakat kita saat ini. Su­paya mereka juga ngeh, bahwa selama ini ternyata hidup dalam lingkungan yang tidak islami. Itu sebabnya kita juga mengajak kaum muslimin untuk berjuang melanjutkan kehidupan Islam.

Kita semua punya peran masing-masing dalam perjuangan membangkitkan kembali kejayaan Islam. Sebagai remaja kamu bisa apa: menulis, bikin film, puisi, fotografi, desain grafis, website, programer komputer dan sejenisnya? Maka, jadikan keahlianmu untuk saling sinergi mendukung dakwah. Saling melengkapi.

Sobat gaulislam, umat Islam saat ini jumlahnya banyak, harokah Islam (gerakan Islam) juga banyak, keahliannya juga beragam, sasaran dakwahnya juga beragam (ada yang fokus ke akidah, ekonomi, pendidikan, sosial, pun politik). Nggak apa-apa. Tetap jalankan masing-masing, namun saling sinergi aja. Nggak usah merasa paling benar dan paling berpengaruh dalam dakwah. Semua ada kapasitasnya masing-masing. Nggak usah disamain geraknya. Jalan masing-masing, namun tujuan wajib sama, yakni membangkitkan kejayaan Islam agar Islam bisa tegak dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]