Friday, 22 November 2024, 01:51

gaulislam edisi 546/tahun ke-11 (22 Rajab 1439 H/ 9 April 2018)

 

 

Pekan kemarin kita disuguhi puisi Sukmawati Soekarnoputri yang menyinggung umat Islam. Pada puisi yang dibacakannya ada bagian yang isinya melecehkan ajaran Islam. Dia seolah sedang membandingkan antara Indonesia dengan Islam. Sukmawati bilang suara kidung lebih merdu dari azan. Konde lebih cantik dari cadar. Itu sih jelas banget kan punya niat melecehkan. Terus kenapa pula membandingkannya dengan Islam? Perlu dikritisi tuh. Tapi seperti yang sudah-sudah, kalo pelecehan atau penghinaan terhadap Islam dan kaum muslimin dilakukan orang terkenal or selebritis (apalagi kedekatannya dengan penguasa), pasti berujung di permintaan maaf.

Iya, buktinya Sukmawati ampe nangis dan mintaa maaf ketika banyak kalangan umat Islam bereaksi dan menuntut dirinya diadili. But, saya sih (dan mungkin kaum muslimin lainnya) masih meragukan ketulusannya. Why? Sebab, meski dia minta maaf dan drama pake nangis segala, tetapi dia tidak merasa isi puisi itu salah. Dia tetap ngotot bahwa isi puisinya bagian dari ekspresinya sebagai seniman. Ya sudahlah, memang ndablek, kok. Hadeuuh…

Sobat gaulislam, kita perlu tahu alasan di balik Sukmawati menulis dan membacakan puisi seperti itu. Kita juga perlu menganalisis mengapa ada banyak orang yang nggak suka dengan Islam. Lalu rame-rame menghujat ajaran Islam dan menghina kaum muslimin. Sebegitu bencikah orang-orang yang nggak suka dengan Islam? Sampe kayak gitu orang-orang yang nggak suka Islam berkembang? Ini perlu kita telusuri karena memang tidak lazim. Mesti ada sebabnya. Kita cari tahu ya. So, baca aja ampe tuntas nih buletin kesayangan kita semua.

Oya, kalo dipikir dengan matang, rasanya nggak mungkin seseorang melakukan perbuatan tersebut tanpa dasar (apalagi tanpa sadar). Mestinya berpikir dampak sebelum bertindak. Supaya apa? Supaya nggak bikin kontroversi, supaya nggak asal njeplak. Tapi benar-benar diukur sebab-akibat dan untung-rugi atas sebuah tindakan. Intinya sih, hati-hati.

 

Sejak lama ada yang tak suka Islam

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Sebenarnya sejarah kebencian terhadap Islam dilakukan sejak lama. Umumnya yang membenci Islam adalah orang-orang kafir (termasuk yang musyrik) dan munafik. Sangat tidak mungkin Islam dibenci oleh kaum muslimin yang beriman. Aneh aja. Maka, kalo ada dari kalangan kaum muslimin yang membenci Islam, pasti dilakukan oleh muslim yang fasik (senang atau doyan berbuat dosa).

Itu sebabnya, jika ada orang yang mengaku Muslim tapi pikiran dan perbuatannya menunjukkan perlawanan dan pelecehan terhadap Islam, sudah bisa dipastikan, kalo nggak fasik yang munafik, bahkan kalo udah model kayak Sukmawati, bisa dihukumi murtad. Diberi batas waktu 3 hari untuk sadar dan kembali jadi muslim yang benar. Jika tidak, akan dieksekusi mati. Serem amat! Bukan serem, tapi tegas.

Why? Supaya ada efek jera bagi pelaku dan calon pelaku mikir beribu kali sebelum melakukan hal yang sama. Kalo nggak tegas, ya kayak sekarang. Penistaan terhadap agama hanya berujung permintaan maaf, dan enaknya diberikan pula maaf tersebut tanpa ada proses hukum yang diberlakukan. Itulah demokrasi. Parah!

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS al-Baqarah [2]: 120)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi Madinah dan kaum Nashara Najran mengharap agar Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam shalat menghadap qiblat mereka. Ketika Allah Ta’ala membelokkan qiblat itu ke Ka’bah, mereka merasa keberatan. Mereka berkomplot dan berusaha agar Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam menyetujui qiblat sesuai dengan agama mereka. Maka turunlah ayat tersebut di atas yang menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashara tidak akan senang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam walaupun keinginannya dikabulkan. (Diriwayatkan oleh Tsa’labi yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Tuh, udah jelas bahwa kebencian orang kafir kepada Islam itu sejak dulu (bahkan sampai hari kiamat), dan sangat besar. Maka, wajar jika kita menilai (berdasarkan) fakta sejarah dan tuntunan al-Quran bahwa memang orang-orang kafir umumnya membenci Islam dan kaum muslimin.

Di ayat lain Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya. Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (QS ash-Shaff [61]: 8-9)

Sekadar tahu aja ya, di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam saja ada kok mereka yang menghina Allah, Rasul-Nya, al-Quran, dan juga Islam. Contohnya Ada dua orang penista agama. Orang pertama bernama Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh. Ia pada akhirnya bertaubat dan masuk Islam dengan baik. Orang kedua, tidak diketahui namanya, tapi dia berasal dari Bani Najjar yang beralih ke agama Nashrani. Orang yang kedua ini murtad, menista nabi, al-Quran dan tidak mau bertaubat. Allah menimpakan kepadanya balasan yang mengenaskan, yakni dimatikan seketika itu juga.

Apa kesalahan kedua orang tersebut? Saya kutip dari hidayatullah.com (dengan beberapa penyesuaian bahasa). Dijelaskan bahwa Ibnu Abi Sarh setelah masuk Islam mendapat jabatan sebagai juru tulis Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam mencatat wahyu. Ketika menulis wahyu, ada yang disalahpahami oleh Ibnu Abi Sarh. Saat Rasul mendiktekan kata  as-sami’ al-‘alim, Abdullah menulis al-‘alim al-hakim. Nabi pun mengomentari, memang Allah memiliki sifat demikian. Namun, ia salah paham. Dikiranya nabi membenarkan dirinya merubah al-Quran. Padahal nabi ingin menunjukkan bahwa itu memang termasuk dari al-asma al-husna. Pada suatu malam ia pergi diam-diam ke Makkah kemudian murtad dan mengatakan kepada mereka bahwa dirinya telah mendistorsi al-Quran.

Menurut ath-Thabari Surah al-An’am, ayat 93 turun berkaitan dengan Ibnu Abi Sarah dan Musailamah bin al-Habib (J?mi’ul Bay?n f? Ta`w?li al-Qur`?n, 11/536).

Syaikul Islam, Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya yang berjudul al-Sh?rim al-Masl?l ‘Ala Sy?timi al-Ras?l (Hal: 115) menyebutkan secara jelas kesalahannya.

Dari beberapa riwayat yang dihimpun, bisa diketahui bahwa Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh berdusta atas nabi. Dirinya beranggapan telah menyempurnakan wahyu nabi sehingga ia bisa menulis apa saja yang dikehendaki, ini karena dia merasa disepakati dan dibiarkan nabi. Sampai ia beranggapan akan turun wahyu kepada dirinya.

Perbuatannya ini jelas mencela Rasulullah dan kitabnya yang bisa membuat keraguan kepada kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bagaimana dengan orang yang kedua? Dalam riwayat Abu Daud ath-Thayalisi dijelaskan, jika Rasul mendiktekan kata sami’an bashiran, oleh dia ditulis sami’an ‘aliman. Jika didiktekan kata sami’an ‘aliman, maka ia tulis sami’an bashiran. Dia merasa telah membodohi Muhammad dengan melakukan perbuatan tersebut.

Parahnya, dia murtad, kembali ke agama Nashrani dan menceritakan bahwa,  “Muhammad tidak mengerti apa-apa, melainkan apa yang aku tulis.”

Kebangetan alias sungguh terlalu. Ada nabinya saja menghina nabi dan Islam, apalagi di zaman sekarang ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam sudah tiada. Makin angot, dah!

 

Indonesia dan Islam

Sobat gaulislam, seharusnya seluruh umat manusia bersyukur dengan adanya Islam. Sebab, Islam menjadi satu-satunya agama yang menyelamatkan manusia di akhirat dari azab Allah. Tentu saja, jika menjadikan Islam sebagai agamanya. Menjadi orang yang beriman. Sebagaimana agama lainnya, kaum muslimin juga menyebarkan ajaran Islam ke seluruh wilayah yang bisa dijangkaunya karena perintah mendakwahkan Islam. Itu sebabnya, di Indonesia pun kebagian berkah Islam. Banyak penduduk di negeri ini sejak dulu sekali sudah memeluk Islam. Artinya, mayoritas penduduk Indonesia itu kaum muslimin. Jadi boleh dibilang Indonesia sudah diislamkan. Jadilah disebut negeri muslim.

Lho, kalo udah diislamkan, ngapain bikin judul tulisan ini: “Mengislamkan Indonesia”? Hehehe.. sekadar penekanan saja. Sebab, saat ini sudah mulai banyak pihak yang nggak mau Islam berpengaruh terlalu jauh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Banyak bukti ketidaksukaan mereka yang diekspos di media massa maupun media sosial. Silakan perhatikan sendiri. Kasus terbaru, Sukmawati saat baca puisi yang isinya menyiratkan kebencian kepada ajaran Islam.

Maka, sekarang saatnya kita kembali ‘mengislamkan Indonesia’ karena seharusnya mayoritas penduduk negeri ini memang sudah Islam dan diminta tetap dalam keadaan muslim serta makin yakin dengan agamanya. Selain itu, wajib membuang pikiran dan perasaan dari ajaran atau ideologi selain Islam. Jadi boleh dibilang ini proses pemurnian ajaran Islam supaya terbebas dari kontaminasi ideologi kapitalisme-sekularisme atau ideologi sosialisme-komunisme dan ajaran lainnya yang bertentangan dan menentang ideologi Islam.

Seharusnya Sukmawati dan mereka yang tidak suka Islam nyadar dan taubat. Kalo emang niatnya baik agar orang Indonesia mau mencintai Indonesia sih silakan saja. Tapi kok di puisi itu malah menghina ajaran Islam? Kenapa pula tidak menyerang budaya Korea atau budaya Barat yang telah meracuni putra-putri Bumi Pertiwi? Kok Islam yang diserang? Sebegitu bencikah pada Islam?

Mengapa mereka yang gandrung dengan budaya K-Pop, budaya rok mini, dan setumpuk budaya luar Indonesia seolah dibiarkan padahal berpotensi bahwa mereka tidak nasionalis. Kenapa yang dijadikan lawan hanya Islam? Eh, tapi kalo dibenturkan Islam dengan nasionalisme, ya, pasti berbenturan lah. Islam kan menolak nasionalisme. Tapi Islam mengajarkan cinta tanah air. Beda antara nasionalisme dengan cinta tanah air.

Saya mencintai negeri ini, Indonesia, karena saya lahir di sini dan orangtua saya penduduk asli negeri ini. Saya mencintai tanah kelahiran saya. Adapun kecintaan saya kepada Islam adalah hal lain dan saya lebih bangga menyandang identitas muslim. Bangga juga sebagai muslim Indonesia yang mencintai Islam sepenuh hati.

Maka, untuk dakwah pun saya tetap di sini untuk memberikan pemahaman kepada saudara-saudara seakidah dan tentu satu negeri ini. Nggak ada yang salah, kan? Buktinya, hanya kaum muslimin yang menolak sebagian (apalagi seluruhnya) wilayah negeri ini dikuasai pihak asing. Padahal, yang mengaku pancasilais saja, justru diam saja ketika pihak asing mencaplok bagian wilayah negeri ini dan menguras SDA (Sumber Daya Alam). Itu bukti bahwa Islam lebih bisa diterima oleh akal manusia yang normal.

Banggalah jadi muslim dan mencintai Islam. Jangan bangga jadi orang yang memusuhi Islam. Yuk, mengislamkan Indonesia (dan seluruh dunia) dalam institusi bernama Daulah Khilafah Islamiyah. Udah, itu aja. [O. Solihin | IG @osolihin]