Thursday, 26 December 2024, 19:05

gaulislam edisi 625/tahun ke-13 (15 Shafar 1441 H/ 14 Oktober 2019)

Nah, itu dia. Bisa cerdas tanpa seks bebas. Ih, kesannya kalo seks bebas cerdas, gitu? Nggak lah. Justru tanpa seks bebas itulah yang sebenarnya cerdas. Hehehe.. judul ini sekadar ingin membantah kali aja ada yang nyolot bilang kalo yang cerdas itu adalah yang ngelakuin seks bebas. Padahal, tanpa seks bebaslah yang justru cerdas. Beneran!

Eh, kelupaan, disela dulu ya. Cuma mau bilang bahwa edisi ke-625 ini adalah edisi perdana lho di tahun penerbitan yang ketiga belas. Alhamdulillah, gaulislam udah masuk di tahun ke-13 dalam penerbitannya. Sejarah yang panjang. Udah lebih dari 600 tulisan dipublikasikan. Tak mudah bisa mencapainya, kecuali atas pertolongan Allah Ta’ala. Alhamdulillah.

Ok, back to topic. Gini, remaja sekarang banyak dicekoki dengan ragam tayangan televisi, bacaan di majalah (termasuk buku dan artikel di media online), tentang pergaulan bebas bernama pacaran. Digambarkan so sweet banget tuh. Adegan-adegannya bikin romantis, biar kayak di cerita-cerita roman, gitu. Dih, padahal sih, romantis di situ mah, akronim dari roman manis hati iblis. Dhuaar!

Beneran. Soalnya, cuma iblis dan balatentaranya yang ngomporin manusia untuk berbuat maksiat. Nah, pacaran itu kan maksiat. Mau dikemas romantis atau biasa-biasa aja, tetap maksiat Bro en Sis. Jadi, jauhi dan hindari.

Why? Sebab, pacaran itu adalah gerbang yang terbuka lebar dengan kemungkinan potensi di atas sembilan puluh  persen bakalan mengarah menuju seks bebas. Saya pernah bikin buku tahun 2003 lalu (duet dengan seorang sahabat), judulnya Jangan Nodai Cinta. Dah, dikupas abis tuh gimana seluk-beluk bahayanya pergaulan remaja yang mengatasnamakan cinta yang mereka kemas dalam aktivitas bernama pacaran. Waspadalah!

Eh, supaya lebih mantep, kamu boleh cari tuh buku tersebut. Walau udah 16 tahun lalu kayaknya agak sulit. Mungkin bisa tanya ke ortumu. Sebab, saya punya murid kelas 1 SMA yang ternyata ayahnya adalah pembaca buku-buku saya saat ia masih SMA dan juga kuliah di awal tahun 2000-an. Duh, kesannya jadi saya memang udah tua ya. Hehehe.. iya sepertinya. Karena alhamdulilah anak sulung saya udah lulus SMA dan udah kerja. Wah, ketuaan, eh ketauan tuanya. Gubrak!

Oya, buletin ini juga udah sering banget bahas seputar pergaulan remaja, khususnya pacaran. Nggak bosen sih. Insya Allah. Sebab, generasi yang baca juga selalu berganti. Kalo pun punya pembaca setia, insya Allah tetap sebagai pegingat karena manusia sering lupa. Silakan kamu cek ya, dari 624 edisi sebelumnya, kami sudah bahas tema tersebut kayaknya puluhan kali deh. Tepatnya, silakan searching aja di website kami ya: www.gaulislam.com. Cari sampai dapat, lalu baca, jadikan pemahaman, dan amalkan kebaikannya. Simpel, kan?

Godaan besar di masa remaja

Sobat gaulislam, masa remaja pun memang berat. Jangankan di zaman kiwari alias zaman kekinian, di zaman saya SMP dan SMA tahun 80-an dan awal tahun 90-an (dih, baheula banget) aja godaan masa remaja dari berbagai pintu kemaksiatan sangatlah banyak. Khususnya terkait fenomena pergaulan remaja. Ya, berawal dari pacaran, lalu berakhir di perzinaan. Awalnya gaul bebas, ujungnya seks bebas. Naudzubillahi mindzalik.

Meski sejak jaman baheula pergaulan remaja udah ada yang bebas banget (termasuk di dalamnya seks bebas), tetapi zaman kiwari faktanya kian mengerikan, seiring dengan berbagai fasilitas dan teknologi yang menjadi teman hidup banyak orang saat ini. Zaman dulu, bacaan pornografi ada, tayangan pornografi di film juga banyak. Tetapi zaman sekarang, pornografi sudah dalam genggaman (ponsel cerdas alias smartphone). Internet nyaris 24 jam digeber tanpa henti. Beragam website penyedia konten pornografi juga banyak (berdasarkan penelitian beberapa orang), bahkan kini bisa dengan mudah disebar melalui berbagai media sosial: WhatsApp, Telegram, Instagram, Facebook, Twitter dan sejenisnya.

Msaih banyak fasilitas penggoda kalo mau disebutin sih, cuma saya tulis sekadarnya saja. Sebagai contoh. Sebab, itu dekat banget dalam kehidupan kita sehari-hari. Godaan yang mudah diakses. Bahkan tanpa sengaja mengakses pun alias mencari, sudah disodorkan, kok. Ada yang kirim via media sosial. Apalagi kalo gabung di grup-grup pertemanan semacam whatsapp atau telegram. Entahlah, berbagai peluang hadir. Ditawari gabung di grup alumni TK, SD, SMP, SMA, sampe kuliah,  dan sejenisnya. Awalnya saling sapa dan melepas kangen dengan penghuni grup lainnya sesama alumni dari sebuah sekolah. Tapi karena beragam orang di situ dan kita nggak tahu kelakuan teman kita setelah sekian lama berpisah, baru deh muncul postingan aneh-aneh. Dalihnya sih bercanda, tapi menjurus kepada pornografi. Hadeuh…

Kalo udah kayak gitu gimana? Godaan pasti besar dong ya? Sementara, usia remaja–berdasarkan undang-undang hukum positif di negeri ini–belum boleh kawin, belum boleh nikah. Akibatnya, berjibunnya godaan pemacu syahwat birahi bagi sebagian remaja lemah iman, akan menjerumuskannya pada petualangan seks bebas. Bahaya bingitz!

Jangan dekati pacaran

Bener banget Bro en Sis. Jangan dekati, apalagi sampe melakukannya. Bahaya. Saya pernah membukukan tulisan-tulisan saya seputar ini (duet juga dengan salah satu sahabat saya), judulnya Loving You, Merit Yuk!

Oya, sekadar tahu, buku itu terbit tahun 2005. Kalo mau cari-cari silakan saja. Insya Allah isinya bagus (halah, promo mulu nih penulisnya, hehehe…). Di buku itu dibahas seputar pacaran yang setua umur manusia, juga beragam fakta terkait bahayanya pacaran. Mau tahu isi buku itu? Saya comot beberapa paragraf aja ya. Sisanya bisa kamu baca di buku tersebut. Nih:

Istilah pacaran memang bukan kata baru di telinga kita. Sayangnya, justru istilah ini hadir dalam perbendaharaan kata kita tanpa asal-usul yang jelas. Makanya, banyak dari kita yang belum tahu riwayat hidupnya. Secara istilah, pengertian pacaran berarti aktivitas yang dilakukan cewek-cowok untuk mengekspresikan rasa cinta di antara mereka. Dalam bahasa “Planet Padjadjaran” alias Sunda, dikenal dengan sebutan bobogohan. Berasal dari kata bogoh yang artinya suka atau cinta. Orang Betawi bilang, besuka-sukaan. Nah, kalo kata Wong Cirebon, namanya demenan.

Tapi yang pasti, istilah ini bukan lahir dari lingkungan sekitar kita. Soalnya, aktivitas pacaran itu sendiri berbeda kalo nggak dibilang bertentangan dengan norma budaya timur yang kental dalam keseharian kita. Dalam budaya kita, nggak diajarin pergaulan bebas antar lawan jenis kayak sekarang. Apalagi sampe nyerempet atau malah terjebak dalam budaya seks bebas. Nggak lah yauw! Yang ada cuma sebatas ekspresi cinta yang wajar tanpa menyentuh daerah esek-esek. Tanya deh kakek-nenek atau ortu kita.

Meski berbeda, ada satu kesamaan antara aktivitas pacaran zaman ortu dengan zaman kita. Dua-duanya sama-sama hubungan gelap. Gelap? Nggak keliatan dong? Memang dan justru itu yang dicari. Untuk mengekspresikan cinta, para aktivis pacaran lebih senang dalam suasana gelap gulita. Biar nggak malu kalo ketauan hansip atau satpam. Apalagi sampe diarak keliling kampung. Mokal boo!

Selain pengertian di atas, pacaran dalam pengertian hubungan gelap bisa berarti komitmen di antara mereka nggak terang-terangan. Maksudnya, ikatan di antara mereka cuman diikat dan diperkuat ama perasaan cinta yang abstrak dan nyaris tak teraba. Nggak ada bukti hitam di atas putih. Yang berarti juga nggak punya kekuatan hukum. Nggak heran dong kalo putus-sambung dalam berpacaran jadi hal yang lumrah. Meski bikin sakit hati, tetep nggak bisa dibawa ke meja hijau. Makanya kalo punya nyali, terang-terangan dong. Bukan dengan pacaran, tapi pernikahan. Berani? (Loving You Merit Yuk!, hlm. 82-83)

Kalo terlanjur pacaran?

Sebelum menjawab pertanyaan di subjudul ini, saya mau cerita dikit tentang buku saya yang ada kaitannya dengan tema ini. Selain di buku Loving You Merit Yuk!, saya juga pernah nulis 3 tahun lalu dan dibukukan dengan judul Lupakan Mantanmu!

Udah pada tahu? Mestinya sih, karena buku ini terbit tahun 2016, generasi kalian udah pada baca. Kalo belum, aduh kasihan banget. Cari dan baca ya. Kalo udah susah dapetin di toko buku, bisa langsung ke penerbitnya, atau bisa juga ke saya. Hehehe… ada beberapa buku yang jadi stok untuk saya jual. Biasanya sekalian dijual kalo ada acara bedah buku. Mau? Langsung kontak saya aja ya. WhatsApp boleh. Langsung ke: 0812-9565-470. Dih, jadi promo di sela-sela tulisan aja nih! Biarin, untuk nyebarin kebaikan perlu berbagai cara terbaik untuk bisa nyampe pesannya. Uhuy!

Sobat gaulislam, sekadar sedikit bocoran, nih saya kutipkan tulisan seputar tema kalo terlanjur pacaran, dari buku Lupakan Mantanmu! Sisanya silakan baca di buku. Nah, ini kutipannya sedikit. Siap-siap baca ya:

Udah terlanjur basah nih, ya sudah nyebur aja sekalian. Kalo itu urusan mandi sih sederhana, Neng. Gimana kalo itu urusan kehidupan? Masa’ kamu bakalan berani untuk terus berbuat maksiat gara-gara udah ternoda saat pacaran. Bukannya nyadar malah tambah parah. Itu nggak bener cara berpikirnya, sobat.

Lalu gimana yang benar? Ya, yang benar untuk kasus ini, segera menghentikan sebelum terlanjur terjerumus. Oya, tetapi penjelasan lengkap tentang hal ini bisa dibaca di bagian ketiga buku ini. Kalo di sini, saya akan menuliskan akibat-akibat pacaran terlalu ‘hot’ dan akhirnya menjadi terjerumus ke lembah nista bernama maksiat.

Ok, jadi gini ceritanya. Berawal dari pacaran yang mulanya hanya malu-malu tetapi seiring berjalannya waktu malah jadi malu-maluin. Ya, malu-maluin semua orang. Gimana nggak, pacaran model ‘hot’ begitu rentan bahayanya. Jangankan yang ‘hot’ sampe bablas melanggar batasan pergaulan, yang adem-ayem aja tetap ada peluang bahaya, kok.

Bahaya gimana? Bahaya kalo pada akhirnya jadi bablas juga. Cuma bedanya, ada yang jalan cepat menuju bahaya, tapi ada juga yang jalannya lambat. Intinya sama, berada di zona bahaya meski beda jalur menujunya. Kalo udah kejadian, yang malu siapa?

Kalo sampe berzina, tentu saja yang malu adalah para pelaku pacaran. Orang tua masing-masing juga malu karena ternyata anaknya udah bikin malu keluarga dengan sikapnya tersebut. So, ini bermula dari pacaran yang ‘hot’ banget, lalu ternoda, dan akhirnya merasa terlanjur terjerumus lalu melanjutkkannya karena sudah merasa nggak ada harapan untuk menutupi keburukan buah dari pacaran.

Memang ada karakter remaja yang bila udah terlanjur salah, nggak mau memperbaiki kesalahannya. Malah kabur menjauh. Bukan karena merasa yang dilakukannya benar, tetapi karena dia malu atau mungkin takut dimarahi ortunya. Ketimbang berpikir bagaimaa caranya memperbaiki kesalahan tersebut, dia malah berpikir keras bagaimana melangkah lebih jauh dan mencari pembenaran atas apa yang dilakukannya.

Tipe remaja seperti ini sebenarnya tahu bahwa yang dilakukannya itu salah, namun tak mau disalahkan seutuhnya. Biasanya dia pandai mencari celah untuk menutupi kesalahannya, minimal ia ingin memberikan opini bahwa dia melakukan kesalahan akibat perbuatan orang lain yang menyebabkannya berbuat salah. Ini kan ngakali.

Mereka yang pacaran, malah berlindung di balik keumuman orang lain melakukan pacaran. Malah berani bilang bahwa yang dilakukannya masih mending ketimbang yang dilakukan kebanyakan orang. Jika pun ditanya, kenapa nggak memperbaiki kesalahan? Orang yang seperti ini biasanya berkelit bahwa tak ada gunanya memperbaiki, karena sudah terlanjur banyak berbuat salah. Akhirnya memilih membenarkan apa yang dilakukannya karena merasa sudah terlanjur jauh terjerumus. Aneh banget, kan? Itu sih, namanya mengikuti hawa nafsu. (Lupakan Mantanmu!, hlm. 37-39)

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Jangan dekati pacaran, ya. Hindari, bahkan jauhi. Jangan coba-coba, bahaya. Sebab, seks bebas umumnya bermula dari pacaran. Ada memang yang langsung gabruk juga, misal di tempat pelacuran. Tetapi kalo di kalangan remaja sih, pola umumnya berawal dari pacaran alias gaul bebas, lalu seks bebas. Duh, mengerikan!

So, jadilah generasi milenial yang cerdas dan takwa, sehingga bisa hindari pacaran dan jenis maksiat lainnya. Yuk ngaji, biar cerdasnya tambah oke, takwanya makin mantap. Belajar Islam lebih dalam agar pikiran dan hati kita tertata rapi dengan ajaran Islam. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]