Tanya Ustad:
Saya menemukan muamalah dengan bank yang mengklaim sebagai bank syariah, didalamnya terdapat mu’amalah yang disebut murabahah, dengan bentuk sebagai berikut:
1. Menjadikan semua barang yang dibeli sebagai agunan untuk hutang pihak yang mengagunkan (ar-rahin) terhadap pihak yang menerima agunan (bank).
2. Barang yang dibeli sekaligus menjadi agunan tadi diasuransikan ke perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh bank, dan asuransinya diperjenjang selama masa berlangsungnya mu’amalah tersebut.
3. Membayar kompensasi (denda), jika terlambat membayar cicilan atau hutang setiap hari keterlambatan. Bank menyebut kompensasi tersebut sebagai denda administrasi;
4. Jika pihak yang mengagunkan (pihak penghutang) tersebut tidak menepati janji, maka barang yang dibeli (yang sekaligus diagunkan) tersebut akan dijual sesuai dengan harga pasar, ketika barang tersebut dijual.
Pertanyaan saya, Bagaimana hukum syara’ muamalah tersebut? Bagaimana kami harus memperlakukan karyawan dan pelajar yang melakukan mu’amalah seperti itu?
Jawab:
Mu’amalah dengan bank yang disebut bank syariah seperti ini, status mu’amalahnya tersebut batil! Sebab barang yang dibeli (al-mabi’), bila transaksi jual belinya telah sah, baik sah dengan pembayaran cash maupun kredit, maka sebenarnya barang tersebut telah menjadi milik pembeli. Sementara agunan (ar-rahn)-nya untuk menjamin pembayaran harga barang yang dibeli (al-mabi’) harus dengan barang yang lain (bukan barang yang dibeli tersebut).
Jika pembeli tersebut tidak mampu membayar harga barang yang dibeli (al-mabi’), maka pihak penjualnya berhak menjual agunannya dan menutup sisa harga barang yang dibeli (yang tidak mampu dibayar oleh pembeli), kemudian dia menyerahkan sisa harga jual barang agunan tersebut kepada pembeli. Namun pihak penjual tadi tidak berhak menjadikan barang yang dibeli sebagai agunan, jika pihak pembeli tersebut tidak mampu membayar harganya.
Demikian juga dia tidak berhak mengambil kelebihan dari hutang, jika orang yang berhutang tadi terlambat membayar hutangnya, karena itu merupakan bentuk riba. Juga tidak boleh memaksa melakukan mu’amalah dengan asuransi, karena hukum asuransi juga batil. Kesimpulannya, mu’amalah seperti ini hukumnya batil, sehingga kita tidak boleh melakukannya, ataupun terlibat didalamnya.
kalau penjelasan tentang murabah dari sudut pandang fiqih muamalah bagaimana?, adakah tulisan seputar hal tersebut