Sunday, 24 November 2024, 17:12

gaulislam edisi 655/tahun ke-13 (18 Ramadhan 1441 H/ 11 Mei 2020)

Nggak terasa ya, pekan ini udah menjelang 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Nanti malam, insya Allah malam ke-19. Rasanya baru kemarin buka shaum pertama, eh, sore nanti adalah buka shaum hari ke-18. Semoga shaum kita semua (dan juga ibadah lainnya) diterima oleh Allah Ta’ala, ya Bro en Sis. Jadi pahala kita. Insya Allah. Aamii ya robbal ‘alamin.

Ya, sepertinya udah pada paham deh, bahwa di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, Allah Ta’ala memberikan satu malam yang istimewa. Ya, malam qadar atau lailatul qadar. Banyak orang berburu malam ini karena pahala yang dijanjikan Allah Ta’ala sangat besar, pake banget.

Berdasarkan pengalaman sih, masjid besar biasanya dipenuhi jamaah mulai malam ke-21 Ramadhan. Banyak yang itikaf. Namun, kalo sekarang kayaknya bakalan sepi deh, gara-gara wabah Coronavirus. Semoga saja tidak bikin melempem gairah ibadah ya. Tetap jos tarawih, tadarus or tilawahnya. Tentu, shaumnya juga full dong, ya. Insya Allah.

Apa aja sih keistimewaan malam qadar atau lailatul qadar ini? Sebenarnya ini udah banyak sih disampaikan di berbagai website dan media sosial. Jadi tulisan ini juga sekadar menstransfer ulang aja. Dikemas sesuai dengan segmen pembaca gaulislam. Insya Allah dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, ya.

Beberapa keistimewaan Lailatul Qadar

    Langsung saja, ya. Pertama, malam diturunkannya al-Quran. Pastinya udah sering denger juga, ya. Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu dan selainnya mengatakan, “Allah menurunkan al-Quran secara utuh sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah yang ada di langit dunia. Kemudian Allah menurunkan al-Quran kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut secara terpisah sesuai dengan kejadian-kejadian yang terjadi selama 23 tahun.” (Tafsir al-Quran al-‘Azhim, 14: 403)

 Dalam surat al-Qadar yang sering dibacain sama imam tarawih disebutkan bahwa Allah menurunkan al-Quran pada Lailatul Qadar. Malam ini adalah malam yang diberkahi sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain (yang artinya), “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” (QS ad-Dukhan [44]: 3)

Malam yang diberkahi yang dimaksud di sini adalah Lailatul Qadar yang terdapat di bulan Ramadhan. Karena al-Quran itu diturunkan di bulan Ramadhan seperti disebut dalam ayat (yang artinya), “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran” (QS al-Baqarah [2]: 185)

Kedua, malam ini lebih baik dari seribu bulan dan disebut sebagai malam keberkahan. Silakan itung sendiri kira-kira berama detik, eh, berapa tahun. Ya, sekira 83 tahun! Luar biasa. Itu ibadah terus lho, selama 83 tahun tersebut. Tentu, kalo kita mendapatkannya alias ketika malam qadar itu kita beribadah: shalat, sedekah, tilawah al-Quran, dan amalan shalih lainnya. Menang banyak, kan? Iya, pahalanya bejibun!

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS al-Qadar [97]: 3)

Imam an-Nakha’i rahimahullah mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (dalam Latha-if al-Ma’arif, hlm. 341)

Imam Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya (rahimahullah ajma’in) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. (dalam Zaadul Masiir, jilid 9, hlm. 191)

Ketiga, keistimewaan Lailatul Qadar ditandai pula dengan turunnya malaikat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril” (QS al-Qadar [97]: 4)

Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya barokah (berkah) pada malam tersebut. Ya, sebab turunnya malaikat menandakan turunnya berkah dan rahmat. Sebagaimana malaikat turun ketika ada yang membacakan al-Quran, mereka akan mengitari orang-orang yang berada dalam majelis dzikir, yaitu majelis ilmu. Dan malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena malaikat sangat mengagungkan mereka. (Lihat Tafsir al-Quran al-‘Azhim, jilid 14, hlm. 407)

Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhuma, mereka berdua berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir (mengingat) Allah, melainkan mereka dikelilingi oleh para malaikat, diliputi oleh rahmat, diturunkan sakinah (ketenangan), dan mereka disebut oleh Allah di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya.’” (HR Muslim, no. 2700)

Oya, Malaikat Jibril disebut “ar-Ruuh” dan dispesialkan dalam ayat karena menunjukkan kemuliaan (keutamaan) malaikat tersebut. Selengkapnya sih, silakan bisa kamu baca kitab yang berjudul Menyelisik Alam Malaikat. Penulisnya Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab al-‘Aqil. Lumayan tebel untuk membahas satu tema saja, yakni 492 halaman. Saya kebetulan punya kitabnya. Bagus pembahasannya, lho (eh, jadi promosi).

Keempat, dicatatnya takdir tahunan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS ad-Dukhan [44]: 4)

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya (jilid 12, hlm. 334-335) menerangkan bahwa pada Lailatul Qadar akan dirinci di Lauhul Mahfuzh mengenai penulisan takdir dalam setahun, juga akan dicatat ajal dan rizki. Dan, juga akan dicatat segala sesuatu hingga akhir dalam setahun. Demikian diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Malik, Mujahid, adh-Dhahak dan ulama salaf lainnya.

Namun perlu dicatat sebagaimana keterangan dari Imam Nawawi rahimahullah, dalam Syarh Muslim (jilid 8, hlm. 57), bahwa catatan takdir tahunan tersebut tentu saja didahului oleh ilmu dan penulisan Allah. Takdir ini nantinya akan ditampakkan pada malaikat dan ia akan mengetahui yang akan terjadi, lalu ia akan melakukan tugas yang diperintahkan untuknya. (rumaysho.com)

Kelima, orang yang beribadah pada malam qadar akan diampuni dosanya. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda (yang artinya), “Barangsiapa melaksanakan shalat pada  lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR Bukhari no. 1901)

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa yang dimaksud ‘iimaanan’ (karena iman) adalah membenarkan janji Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam tersebut). Sedangkan ‘ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi Allah), bukan karena mengharap lainnya yaitu contohnya berbuat riya’. (dalam Fathul Bari, jilid 4, hlm. 251)

Semoga kita bisa mendapatkan pahala di malam qadar atau lailatul qadar ini. Insya Allah. Namun, gimana caranya, ya?

Kiat mendapatkan Lailatul Qadar

Sobat gaulislam, sudah banyak informasi disampaikan para ustaz baik di channel Youtube maupun tulisan yang yang dishare di media sosial. Saya sekadar menjelaskan ulang dengan cara membuat ringkasan dan model pembahasan yang pas untuk kamu para remaja. Semoga nyetel, ya!

Oya, perlu dipahami bahwa definisi malam dalam Islam, dimulai dari terbenam matahari (maghrib) sampai menjelang fajr (Subuh). Jadi banyak waktunya. Jika dikaitkan dengan lailatul qadar, berarti peluang kita sangat banyak, sepanjang malam itu. Insya Allah. Semoga kita bisa mendapatkannya, ya.

Dulu, dari ceramah-ceramah yang kita dengar, malam qadar itu di hitungan ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan. Hitungannya, malam ke-21, malam ke-23, malam ke-25, malam ke-27 dan malam  ke-29. Namun, daripada milih-milih seperti itu, kalo pake cara “sapu bersih”, ya, kita hidupkan saja seluruh malam di sepuluh malam terakhir dengan memperbanyak dzikir, shalat, sedekah, tilawah al-Quran dan amal shalih lainya. Wallahu a’lam.

Saya mengutip sedikit penjelasan singkat terkait hal ini di website rumaysho.com. Dijelaskan bahwa Sebagaimana dinukil oleh Imam asy-Syafi’i dalam Kitab al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai pada Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu disebutkan, “Menghidupkan lailatul qadar bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjama’ah.”

Dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah dalam Kitab al-Muwatha’, Ibnul Musayyib rahimahullah menyatakan, “Siapa yang menghadiri shalat berjamaah pada malam qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam qadar tersebut.”

Dalam perkataan Imam Syafi’i yang qadim (yang lama), “Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh pada malam qadar, maka ia telah mengambil bagian dari malam tersebut.” Semua perkataan di atas diambil dari Lathaif al-Ma’arif, hlm. 329.

Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i dan ulama lainnya di atas sejalan dengan hadits dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya pahala shalat separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR Muslim no. 656 dan Tirmidzi no. 221)

Ada nasihat yang menarik dari Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah. Beliau memberi nasihat, “Wahai saudaraku, yang terpenting bagaimana membuat amalan itu diterima, bukan kita bergantung pada kerja keras kita. Sebab, yang jadi patokan adalah pada baiknya hati, bukan usaha keras badan. Betapa banyak orang yang begadang untuk shalat malam, namun tak mendapatkan rahmat. Bahkan mungkin orang yang tidur yang mendapatkan rahmat tersebut. Orang yang tertidur hatinya dalam keadaan hidup karena berdzikir kepada Allah. Sedangkan orang yang begadang shalat malam, hatinya yang malah dalam keadaan fajir (berbuat maksiat pada Allah).” (Lathaif al-Ma’arif, hlm. 341)

Semoga kita bisa beribadah di malam qadar dengan hati yang baik (ikhlas karena Allah Ta’ala dan selalu taat kepada-Nya). Ya, ketimbang tidur mulu, udah gitu hatinya nggak baik karena selalu maksiat kepada Allah. Naudzubillahi min dzalik.

Imam ar-Razi dalam sanadnya menjelaskan bahwa: “Keutamaan fajar muncul di pagi Lailatul Qadar adalah Malaikat Jibril berseru: “Wahai jamaah malaikat, turunlah ke bumi!” Para malaikat bertanya: “Hai Malaikat Jibril, apa yang telah dilakukan Allah terhadap umat Muhammad pada malam kemuliaan ini?” Malaikat Jibril menjawab: “Pada Lailatul Qadar ini, Allah memandang mereka dengan penuh kasih sayang dan rahmat, memaafkan dan mengampuni mereka dengan penuh kasih sayang, kecuali empat golongan manusia, yaitu: 1) pecandu khamr, 2) orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, 3) orang yang memutuskan tali persaudaraan, dan 4) orang yang suka mendendam.” (HR Ibnu Majah, hadits hasan)

Oya, ada doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam ketika kita mendapatkan malam qadar, sebagaimana dalam hadits. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).” (HR Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850)

Oke deh, rasanya udah cukup ya informasinya buat kamu semua. Tulisan ini sekadar melengkapi atau mentransfer informasi dan wawasan yang sudah beredar sebelumnya. Di zaman sekarang kita mudah mendapatkan beragam informasi dan opini. Namun demikian, tetap harus hati-hati ya. Jangan sampai kabar hoax yang malah diterima atau dipercaya.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Tetap semangat belajar, tetap getol ibadah, dan menjelang Lailatul Qadar ini kita siapkan fisik dan hati kita agar bisa mendapatkan kemuliaan di malam seribu bulan tersebut dan bisa melaksaan ibadah. Insya Allah. Yuk, berburu Lailatul Qadar.

Oya, yang terpenting, niatkan dengan ikhlas dan hati kita tetap beriman kepada Allah Ta’ala dan mentaati-Nya. Siap, ya! Sip! [O. Solihin | IG @osolihin]