Monday, 25 November 2024, 23:34

Kalo kamu membaca majalah Hai edisi 4-10 Maret 2002 lalu, kayak?¬nya bakalan dibikin kaget deh. Bukan apa-apa, edisi “bermasalahâ€? dari majalah remaja pria ini banyak diprotes. Majalah berpengaruh di kalangan remaja pria kota-kota besar ini mengangkat laporan utama soal seks di luar nikah. Pengelolanya mungkin berhasrat menyajikan pendidikan seks bagi pembaca muda. Namun, alih-alih mendorong remaja untuk menjauhi seks bebas, majalah ini justru membangun citra bahwa aktivitas seks di luar nikah adalah bagian yang sah, exciting (yang mengasyikan), dan normal. Wah?

Kecaman terhadap majalah Hai terasa banget kalo kamu juga menyimak diskusi-diskusi di beberapa mailing list di internet. Karena banyaknya kecaman tersebut, pengelola Hai memutuskan untuk tidak menampilkan artikel-artikel tersebut di edisi online-nya. Tapi ya, kalo edisi cetaknya udah nyebar kemana-mana. Mungkin di antara kamu ada yang udah baca juga. Gimana, parah kan?

Sobat muda muslim, pendidikan seks yang diajarkan majalah Hai di edisi tersebut benar-benar bikin kita-kita senewen. Bahkan terkesan hendak meracuni kita. Gimana nggak, dalam beberapa bagian, memang disajikan keluhan dan derita akibat hubungan seks di luar nikah. Ada masalah aborsi, kehamilan remaja, bahaya penyakit kelamin, menjadi orangtua tunggal, dan sebagainya.

Tapi, sebaliknya Hai juga tak mengajarkan pembacanya menjauhi seks. Menurut catatan Mas Ade Armando di harian Republika pada 16 Maret 2002, pesan utama edisi itu tampaknya adalah, ”Kalau melakukan hubungan seks, berhati-hatilah.” Sebagai contoh, Hai menulis, ”Premarital seks sebaiknya jangan dilakuin. Bukan apa-apa, risikonya berat. Tapi, kalau udah nggak tahan lagi dan nekat, ya terserah.” Wuah, kacau banget kan?

Seperti biasa, untuk seolah-olah menjus?¬tifikasi apa yang ingin disampaikannya, Hai?  menurunkan laporan investigasinya. Berisi pengakuan tiga artis muda Jakarta. Pengan?¬tarnya begini, ”Making love bagi sebagian orang memang menjadi bumbu penyedap dalam pacaran. Meski begitu, nggak berarti jadi keharusan. Lebih bagus kalo kita melakukannya saat benar-benar sudah siap dan berani bertanggung jawab. Artinya, tau apa akibat yang akan ditimbulkan. Dan terutama, do it safely.

Wah, wah, wah, ini gimana urusannya? Nggak dikomporin aja teman-teman remaja banyak yang udah nekat ngelakuin, gimana kalo dikomporin (baca: dianggap wajar). Bener-bener kacau bin parah. Itu artinya, Hai lewat artikelnya itu tidak menganggap salah hubungan seks di luar pernikahan. Ketiga artis yang diwawancara–Mario Lawalata, Shirley Marga?¬reta, dan Tomas ”Gigi”– jelas lebih menekankan aspek kehati-hatian seks. Berzina bolehlah, yang penting hati-hati. Naudzubillah min dzalik!

Parahnya lagi, Hai juga menunjukkan betapa normalnya perilaku seks bebas di kalangan remaja. Buktinya, Hai menurunkan hasil wawancara dengan delapan remaja usia 16-20 tahun. Hampir semua mengaku senang berhubungan seks, yang mereka gambarkan sebagai kegiatan yang ”menyenangkan, mem?¬buat ketagihan, dilakukan suka-sama-suka”. Wah, wah, wah…

Selain itu, Hai juga menurunkan kuis. Salah satu pertanyaannya adalah ”apa yang akan kamu lakukan bila cewek kamu bilang pengen nyobain intercourse”. Alternatif jawa?¬bannya adalah (A) mau ngasih, tapi bilang dulu, risikonya kamu yang tanggung ya; (B) Wuih mau mau, tapi nanti kalau kenapa-kenapa gimana?; dan (C) Nasehatin dia kalau itu berbahaya. Tapi, kalau dia maksa juga, ya hayo. Naudzubillahi min dzalik!

Sobat muda muslim, ini emang keterlaluan banget. Tren mengajak maksiat makin berani dilakukan berbagai kalangan, termasuk oleh majalah Hai. Yup, emang bukan cuma Hai yang brengsek. Semua media yang mengusung dan mengajak kepada kemaksiatan juga amburadul.

Membahayakan
Pepatah lama menyebutkan, kalo takut dilebur ombak, jangan berumah di tepi pantai. Kalo takut kebakar, jangan coba-coba main api. Nah, begitu pula kalo kita nggak mau kecebur pergaulan bebas, jangan deket-deket dengan pemicunya. Salah satunya, jangan deketin bacaan-bacaan atawa tontonan yang merang?¬sang nafsu seks kamu. Berbahaya.

Tapi celakanya, justru kini semua media mengepung kita dan seolah memaksa kita untuk menikmati suguhan mereka yang beracun itu. Kalo kita menolak pun, mereka tetap �ngotot’ dengan segala macam cara. Karena tujuan utamanya adalah menciptakan kondisi tersebut.

Nah, Hai adalah contoh kasus dan saat ini jadi “sasaran empukâ€? berbagai kalangan—termasuk Studia tentunya–untuk mengecam majalah remaja pria ini. Abisnya, ini benar-benar membahayakan pembacanya. Apalagi kalo dilihat profil pembaca Hai ini kan rata-rata remaja ibukota, dengan pendidikan agama yang minim, dan jauh dari perhatian ortu. Paling nggak, Hai udah ngajak mereka mencari jalan hidup sendiri, khususnya yang berkaitan dengan “petualangan seksâ€?. Waduh!

Sobat muda muslim, perkembangan ini memang amat memprihatinkan. Terus terang saja, ini semakin menambah daftar panjang noda hitam bagi perkembangan kepribadian remaja negeri ini. Sebab, selama ini pun televisi getol banget menayangkan program acara yang bikin otak pemirsanya jadi piktor alias pikiran kotor. Mikirnya ke “situ� melulu. Tahu kan apa yang kita maksud? Ehm… Tahu aja deh!

Akibatnya nggak usah heran pula, kalo remaja di kota-kota besar makin berani berhubungan seks. Salah satu penyebabnya adalah media yang mereka baca dan tonton bukan saja merangsang aktivitas seksual, namun juga memberi pembenaran bahwa ”berzina tidak salah dan lazim dilakukan banyak remaja lainnya”. Wuah?

Kita seharusnya amat bisa memahami bahwa media massa adalah alat yang amat ampuh untuk menyampaikan beragam ide. Kalo itu ide baik, tentu amat bermanfaat. Celakanya, kalo itu kejadian seperti kasus majalah Hai ini. Media massa berubah jadi “setan besarâ€? pen?¬cipta dan penyebar globalisasi kesesatan.

Sobat muda muslim, kondisi ini terasa kian berat bagi kita. Sebab, setiap tarikan napas kita sudah bercampur debu kemaksiatan. Mau nonton televisi, tayangan yang banyak muncul justru yang “gersangâ€? alias “segerâ€? merangsang. Mau baca tabloid, majalah, koran, juga kita rasanya pengen muntah karena disuguhi menu yang “itu-ituâ€? aja. Utamanya kini marak tabloid dan majalah “esek-esekâ€?. Nyaris nggak ada pilihan bagi kita. Wah, karena semuanya begitu, maka jangan salahkan pem?¬baca dan pemirsa 100 persen, bila kemudian mereka berperilaku bejat. Para pengelola acara televisi dan pengelola bisnis majalah, koran, dan juga tabloid kudu bertanggung jawab juga dong. Kenapa? Karena mereka telah menyediakan tempat yang amat berbahaya bagi perkem?¬bangan kepribadian pembaca dan pemirsanya. Media massa emang “agen perubahâ€?.

Jadi begitulah, saat ini remaja pria Indonesia terus dibombardir dengan rang?¬sangan seks yang disertai pembenaran bahwa seks di masa remaja di luar nikah adalah ”asyik, mengikuti zaman, normal, serta dilakukan banyak artis dan anak muda kota.

Jangan sampe deh, Allah mengazab kita semua, karena kita udah menganggap wajar perbuatan zina. Rasulullah saw. bersabda: “Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, maka rakyat di negeri itu sama saja telah menghalalkan dirinya untuk menerima azab Allah.� (HR. Ath Thabrani, Al Hakim dari Ibnu Abbas, dalam kitab Fathul Kabir jilid I hlm. 132).

Pendidikan seks, yang bagaimana?
Kalo model pendidikan seks yang diajarkan majalah Hai dan juga konco-konco seperjuangannya, maka jelas itu adalah sebuah kesalahan. Bukan hanya salah, tapi malah memberikan kesempatan kepada pembacanya untuk berbuat maksiat. Itu artinya menje?¬rumuskan orang kepada dosa dan kesesatan. Wah, bener-bener ngaco deh.

Oya, kayaknya perlu kita pahami dulu, bahwa Hai, dan juga majalah remaja lainnya, adalah produk dari sebuah sistem kehidupan yang ada saat ini, yakni kapitalisme. Do you know capitalism? Yes, kapitalisme adalah sistem kehidupan untuk mengatur manusia berdasarkan “akidahâ€? pemisahan agama dari kehidupan. Artinya, kalo mau ngurus kehidupan manusia, jauhkan agama sejauh-jauhnya. Alasannya, karena agama dituding sebagai penghalang kebebasan manusia. Bahkan mereka menuduh agama biang perpecahan di antara umat manusia. Padahal, justru model kehidupan yang diajarkan oleh kapitalismelah yang telah memberikan ruang yang besar untuk kehan?¬curan umat manusia. Kenapa? Sebab dalam kapitalisme diajarkan kebebasan dan asas manfaat. Kalo itu bermanfaat, kalo itu bisa mengun?¬tungkan secara materi, maka sah-sah saja untuk dilakukan. Meski hal itu adalah per?¬buatan yang terlarang dalam pandangan agama.

Nah, ngomong-ngomong tentang pendi?¬dikan seks ini, sebetulnya yang kayak gimana sih yang kudu diajarkan itu? Soalnya, biar nggak distorsi. Biar jelas gitu lho.

Singkatnya begini, Islam telah menga?¬jarkan prinsip-prinsip dasar tentang pendidikan seks, khususnya melalui institusi keluarga. Meski tidak secara langsung dan vulgar tentu?¬nya. Misalnya, anak laki dan anak perempuan kalo tidur udah mulai dipisahkan tempatnya. Sejak kecil pula dibiasakan untuk mengenali batasan auratnya. Misalnya, bila “bidadariâ€? kecil ini akan diajak keluar rumah, pastikan disediakan busana muslimah untuknya. Itu akan membekas banget. Kalo ibunya udah nyiapin baju itu, maka pasti ia akan diajak keluar rumah. Hal itu dilakukan terus menerus. Nah, gedean dikit, yakni ketika udah bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar, ortu harus memasukkan konsep-konsep tentang aurat. Supaya lebih mantap. Firman Allah Swt.:

ï???ˆ???‚???„?’ ?„???„?’?…???¤?’?…???†???§???? ???????’?¶???¶?’?†?? ?…???†?’ ?£???¨?’?µ???§?±???‡???†?‘?? ?ˆ???????­?’?????¸?’?†?? ?????±???ˆ?¬???‡???†?‘?? ?ˆ???„?§?? ?????¨?’?¯?????†?? ?²?????†???????‡???†?‘?? ?¥???„?§?‘?? ?…???§ ?¸???‡???±?? ?…???†?’?‡???§ï?›
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (bia?¬sa) nampak daripadanya. (TQS an-N?»r [24]: 31)

Setelah usianya bertambah, kenalkan juga hubungan antara laki-laki dan wanita. Misalnya, biasakan mereka hidup terpisah satu sama lain. Tidak campur-baur dan bebas ber?¬gaul dengan lawan jenis tersebut.

Kedekatan ibu dengan anak perempuan?¬nya juga akan menolong anak-anak mengerti tentang dirinya. Sebab, ketika anak mulai beranjak remaja, maka ibu kudu bener-bener telaten memperhatikan perkembangannya. Dalam acara “curhatâ€? antar mereka bisa saja sang ibu memberikan pengalamannya sebagai wanita. Bahwa wanita itu bisa mengalami haid, hamil, melahirkan, bahkan menyusui anak. Pola hubungan sebab-akibat yang terjadi di antara fase-fase itu juga bisa disampaikan, meski tetap dengan bahasa yang sopan. Anak laki juga demikian. Ayahnya berperan juga. Selain bacaan tentang masalah “khususâ€? tersebut, juga disampaikan pandangan Islam terhadapnya. Insya Allah, hal ini akan bisa menolong remaja dari kebingungan tentang seks. Sebab, kalo dilihat kasusnya yang terjadi sekarang, mereka miskin bimbingan yang benar dan baik.

Peran negara
Kita menyadari bahwa kita banyak kelemahan dan keterbatasan. Keluarga misal?¬nya, meski setiap hari dikondisikan dengan penanaman nilai yang benar dan baik, tapi jangan harap bisa bertahan ketika terjun ke lingkungan yang amburadul. Yup, sebab kita nggak mungkin dikurung terus di dalam rumah (emangnya burung?). Kita butuh sosialisasi. Namun kita juga khawatir, bila kondisi masyara?¬kat kita brengsek; misalnya, sekolah nggak ketat dalam membina kita, media massa menyuguh?¬kan kerusakan, kehidupan masyarakat yang doyan berbuat maksiat; itu bisa membuat dinding pertahanan iman kita jebol. Bukan mustahil tentunya kan? Ckckckck….

Itu sebabnya, kita juga menyerukan kepada bapak-bapak pejabat dan aparat kita supaya segera membreidel media massa brengsek yang mengajak dan mengajarkan kemaksiatan. Kalo nggak, rasanya kehancuran itu sudah kian mendekat. Jadi emang kudu ada niat baik dan sungguh-sungguh dari pemerintah untuk menyelesaikan problem ini.

Tapi yang pasti, bila sistem kehidupan?¬nya masih model sekarang (baca: kapitalisme), maka dijamin nggak bakalan bisa kelar-kelar. Seba?¬liknya, bila yang diterapkan adalah syariat Islam, maka apapun jenis kemaksiatan yang terjadi akan segera dibumi-hanguskan. Tanpa ragu-ragu lagi. Pasti. Itulah okenya syariat Islam. Jadi, tunggu apalagi? Terapkan syariat Islam!

(Buletin Studia – Edisi 090/Tahun ke-3/25 Maret 2002)