Friday, 22 November 2024, 15:11

Sobat muda muslim, ngomongin soal cinta, nuansanya bisa berwarna-warni. Apalagi kalo yang ngomongin adalah anak sekolah seusia kamu. Dijamin obrolan seputar cinta jadi acara yang spesial dan seru. Utamanya bagi kamu yang baru kenal makhluk bernama cinta. Serasa menemukan dunia baru. Persis adik kita yang kesengsem berat sama mainan barunya. Sampe tidur pun dibawa-bawa aja tuh mainan. Bahkan boleh jadi kebawa juga dalam mimpinya. Sampe-sampe ortu kita suka geleng-geleng kepala, saat adik kita ngigo soal mainan barunya. Maklum saja, baru merasakan gimana senengnya suasana hati.

Kata Mbak Titik Puspa dalam sebuah lagunya, jatuh cinta itu katanya berjuta rasanya. Bener nggak sih? Hanya mereka yang pernah merasakannya. Konon kabarnya, emang begitu kok. Dari mulai asem, manis, asin, kecut, sampe pedes dan turunannya yang berjumlah ribuan rasa. Wah, kayak lidah aja yang punya ribuan sensor syaraf untuk mengidentifikasi rasa. Seru banget ya? Hmm…

Well, apalagi kalo yang jatuh cinta itu remaja yang masih pada sekolah. Bisa tambah heboh sekaligus menggelikan. Lho, kok bisa? Maklum, biasanya teman remaja suka malu-malu kucing. Sebab, bagi kamu yang jatuh cinta pertama kali adalah pengalaman yang mendebarkan. Boleh dibilang bisa bakalan dicatat dalam lembaran sejarah kehidupan kamu. Soalnya, emang seru sih. Tul nggak? Jadi deh, sesuatu yang terindah dalam hidup kamu.

Sobat muda muslim, anak remaja mana sih yang awalnya nggak malu-malu kucing kalo ketemu kecengannya? Kayaknya, hampir semua teman remaja begitu. Biasanya anak SMP yang paling banyak, meski anak SMU juga nggak sedikit yang masih polos tentang urusan cinta.

Bagi tipe kebanyakan dari kamu yang emang malu-malu kucing, biasanya cuma seneng ngincer doang. Pas ketemu orangnya bisa salting banget. Kalo jauh dengan doi, hati kita rindu. Eh, begitu doi dekat kita, malah dak-dik-duk, sebagian lagi malah memasang tampang jual mahal. Pura-puranya sih, nggak suka. Padahal, justru pengen disapa. Dasar!

Nah, rupanya di sinilah serunya urusan cinta anak sekolah. Selain karena masih pemula dalam masalah cinta, juga karena persoalan kesiapan mental. Maklum saja, baru lepas dari masa kanak-kanak beranjak dewasa. Itulah remaja. Pengennya nggak disebut anak kecil lagi. Itu sebabnya, untuk bisa lepas dari predikat bocah cilik, biasanya teman remaja suka melakukan banyak hal, termasuk dalam urusan cinta, yang katanya salah satu ciri anak remaja. Tapi sayangnya, dari segi mental masih belum mapan. Artinya kadang masih merasa sebagai anak kecil. Cirinya apa? Biasanya teman remaja merasa jangan disalahkan bila berbuat sesuatu. Anggaplah itu sebagai sebuah �kesalahan’ kecil yang wajar dilakukan. Walah?

Termasuk dalam urusan cinta ini. Nggak heran kalo ada anak puteri yang suka ngumpet-ngumpet alias backstreet bareng gebetannya karena takut ketahuan sang ortu. Satu sisi pengen disebut udah dewasa, dengan menjalin hubungan cinta dengan sang kekasih, tapi di satu sisi lagi, doi nggak mau disalahkan juga. Itu sebabnya, doi melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Takut direcokin sama ortunya. Berbahaya memang!

Mewujudkan cinta
Hmm… ini yang paling greng dan favorit untuk dibicarakan. Bukan apa-apa, rasanya cinta yang hadir dalam diri kita kagak bakalan seru kalo nggak berusaha untuk diwujudkan. Artinya, kalo cinta cuma mampir di hati, bikin jantung berdetak dua kali lebih kenceng, dada kita terasa bergolak oleh panasnya api cinta, itu belum seberapa dahsyat. Kenapa? Sebab, bagi sebagai teman remaja, biar oke kudu diwujudkan dalam bentuk aktivitas yang lebih kreatif. Yang paling mudah adalah pacaran. Nah lho?

Betul, banyak teman kita yang menempuh jalur itu. Katanya sih, pacaran adalah wujud dalam mengekspresikan cinta yang hadir dalam diri kita. Tanpa diwujudkan dengan pacaran, cinta ibarat sayur tanpa garam. Hambar. Begitulah komentar para aktivis pacaran.

Sobat muda muslim, pacaran bukan barang aneh bagi anak jaman kiwari. Jaman penulis kecil dulu, kira-kira ketika masih SD, sebetulnya rasa suka sama lawan jenis sudah muncul. Naluriah kok. Tapi tentunya belum berani untuk maju sejauh anak sekarang. Maklum saja, jaman dulu sarana komunikasi terbatas banget. Televisi yang ada baru TVRI. Siarannya kebetulan masih lebih banyak pendidikannya. Jadi nggak banyak contoh untuk berbuat lebih jauh dari itu, misalnya untuk melakukan pdkt (baca: pendekatan) ke lawan jenis. Cukup ngincer di balik pohon kembang di taman sekolah.

Nah, ketika jaman berubah. Teknologi informasi makin mudah diakses, maka dimulailah babak baru perubahan gaya hidup masyarakat. Siaran radio masuk, televisi swasta banyak didirikan. Koran, tabloid, dan majalah muncul dan dicetak ribuan eksemplar. Semuanya berlomba menggaet iklan sebanyak mungkin. Maka jangan kaget kalo para konglomerat media massa, khususnya televisi jor-joran bikin tayangan unggulan. Tujuan mulianya, tentu saja untuk menggenjot pendapatan usahanya. Tapi celakanya, mereka nggak peduli lagi apakah program acaranya bakalan merusak ataukah tidak bagi pemirsanya. Prinsip kapitalisme mengajarkan: “Asal ada manfaat di sana yang berupa materi, kejar!” Jadi, yang penting bisa mendatangkan rejeki nomplok. Habis perkara.

Saat ini, jangankan anak SMP, anak SD aja udah banyak yang berani untuk ngedeketin lawan jenis. Bahkan pake acara nge-date segala. Kok bisa? Siapa lagi teladannya kalo bukan ngeliat dari tayangan di televisi. Atau baca di media cetak. Nggak repot kan?

Jadi, keberanian anak sekolah dalam mewujudkan cintanya secara berlebihan ternyata amat dipengaruhi juga oleh berkembangnya teknologi informasi. Komunikasi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat kita melaju dengan cepat dan adakalanya mengalahkan norma-norma yang berlaku.

Sobat muda muslim, jadi jangan heran kalo pacaran dinobatkan sebagai cara untuk mewujudkan cinta yang paling efektif. Bahkan boleh jadi pacaran diyakini betul oleh sebagian besar remaja sebagai satu-satunya cara untuk mengekspresikan cintanya kepada lawan jenis. Ah, masak iya sih?

Benar. Bagi sebagian teman kamu boleh jadi berpendapat begitu. Sebab, berdasarkan bisik-bisik tetangga, pacaran itu bikin hidup lebih hidup. Nggak heran, banyak teman remaja yang meyakini bahwa pacaran tempatnya untuk mendapat perhatian dari lawan jenis. Lihat deh teman sekelas kamu yang kuat pacarannya, biasanya selalu memperhatikan penampilan. Gengsi dong kalo penampilannya kumuh bin kucel, sementara sang kekasih kayak guru yang kelewat telaten merhatiin kita. Tapi berbeda dengan guru, kalo diperhatiin sama si doi mah bisa jadi bikin kaki kita serasa nggak di tanah lagi, alias mengawang-awang. Suweneng buwanget. Pokoknya OK’s bang-get deh!

Memang manusia itu seneng diperhatiin kok. Itu sebabnya, teman kamu yang lagi getol pacaran, biasanya jadi rajin banget ke sekolah. Biar bisa merhatiin dan diperhatiin sama lawan jenisnya. Lho, jadi bukan untuk nuntut ilmu? Ssssttt, itu mah usaha sampingan. Walah?

Bagi teman kamu yang lagi dilanda kasmaran, kadang cuma denger suaranya atawa papasan di perpus aja suasana hatinya udah berbunga-bunga. Saking senangnya tentu. Apalagi kalo kemudian doi ngajak jalan-jalan ke kantin or sekadar duduk-duduk di taman sekolah. Ditanggung anti manyun deh. Dan biasanya langsung sregep menyambut rayuan tersebut.

Sobat muda muslim, pacaran sebagai perwujudan dari rasa cinta sering dianggap mendatangkan berkah. Berdasarkan desas-desus teman sekelas yang dulu pernah aktif, pacaran juga sebagai ajang sharing, alias berbagi. Coba deh kamu lihat teman kamu yang getol pacarannya, biasanya suka berbagi cerita, pengalaman, masalah, termasuk mungkin berbagi utang (he…he…, kayaknya yang ini mah jarang diungkap. Malu dong).

Yup, pacaran seringkali dianggap harus dijalani karena diyakini sebagai cara ampuh untuk berbagi cerita di antara dua lawan jenis ini. Katanya sih, cita-cita mulianya kepingin bisa menyelami siapa jati diri pasangannya. Itu sebabnya, banyak teman remaja yang merasa wajib melakukan pacaran. Berbahaya!

Padahal, itu cuma alasan aja. Klise lagi. Biar disebut legal aja hubungan gelapnya itu. Pacaran hubungan gelap? Betul, sebab itu udah termasuk gaul bebas. Hati-hati lho!

Antara cinta dan cita-cita
Sebagian dari kamu boleh jadi protes karena nggak setuju dengan apa yang diungkap di atas. Tapi ingat sobat, kita ngebahas dan menilai masalah ini bukan karena benci sama kamu, bukan pula karena sinis. Nggak lah yauw. Justru kita ingin supaya kamu juga lebih dewasa dan bijak menilai setiap perbuatan. Nggak cuma ngikutin apa kata hawa nafsu kamu. Itu sih, bisa gaswat suraswat atuh!

Sobat muda muslim, kalo kamu masih sekolah, pantasnya fokus mikirin pelajaran dong, ketimbang mikirin pujaan hati kamu. Memang, rasa cinta bisa muncul di mana saja, termasuk di sekolah. Tapi kan nggak mesti kudu diwujudkan dalam aktivitas maksiat. Tul nggak?

Di sekolah boleh ada cinta, tapi jangan sampe membunuh cita-cita kamu. Cinta itu anugerah kok, dan bahkan sangat boleh jadi membawa berkah kalo kita bisa mengendalikannya. Tapi cinta bakalan membawa petaka, kalo kita nggak bisa mengendalikannya. Kata pepatah, Omnia vincit Amor: et nos cedamus Amori. Dalam bahasa kita berarti, Cinta menaklukan segalanya: dan kita takluk demi cinta.

Bahaya banget kan kalo kita takluk oleh cinta, justru pada saat kita kudu meraih cita-cita dalam belajar kita. Sayang dong, cita-cita ortu kita, cita-cita kita untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya harus kandas gara-gara hadir juga cinta dalam diri kita, dan menggerogoti niat kamu untuk meraih cita-cita. Artinya, sekolah bagi kamu bukan ladang memuluskan cita-cita kamu, tapi malah jurang untuk menghancurkan cita-cita dan mengejar cinta yang, barangkali, masih belum pantas untuk kamu dapatkan. Maklum saja, cinta anak sekolah kan masih angin-anginan. Tul nggak?

So, daripada kamu mengorbankan masa depanmu dengan mengejar cinta dan mewujudkannya dalam pergaulan bebas, mending kamu konsentrasi mikiran pelajaran sebagai bagian dari usaha kamu meraih cita-cita setinggi langit. Tapi sayangnya, nggak banyak dari kita yang kemudian menyadari masalah ini. Akibatnya, meski masih sekolah, banyak teman remaja yang getol menyalurkan syahwatnya via pergaulan bebas (baca: pacaran), dengan atas nama cinta. Kalo udah kebablasan dalam bergaul, yang repot bukan cuma guru, sekolah, dan ortu kamu, tapi kamu pun bisa ketiban getahnya. Anggaplah misalnya bagi kamu yang puteri, ternyata hamil akibat hubungan intim dengan pacar kamu. Sekolah udah pasti mengeluarkan kamu, guru kamu sewot, terlebih ortu kamu merasa dikhianati sama kamu. Dan, kamu pun menanggung malu juga.?  Duh, jangan sampe deh itu menimpa kamu.

Nah, sebagai bekal kamu dalam meniti cita-cita dengan tanpa terganggu oleh cinta (palsu), kamu perlu tahu tips-tips berikut:

Pertama, jangan sekali-kali menganggap bahwa cinta kudu diwujudkan dengan pacaran. Kedua, cinta bisa muncul di sekolah. Tapi kamu kudu tetap meraih cita-cita. Caranya? Tunda dulu keinginan kamu untuk mikirin soal cinta dengan banyak belajar dan aktivitas untuk meraih cita-cita. Ketiga, dekati teman-teman yang emang nggak suka ngomongin soal pacaran. Keempat, menempa diri dengan banyak mengkaji Islam. Jadi kamu jangan malas ikut pengajian. Kelima, sekuat mungkin kendalikan nafsumu, misalnya dengan banyak olah raga dan puasa.

Yup, semoga ini bisa bikin kamu tentrem dan bisa untuk ngendaliin diri kamu. Tapi tentunya, karena yang terjadi sekarang ini bersifat massal, maka kita menyeru juga kepada bapak-bapak pejabat kita supaya jangan segan untuk memberangus tayangan dan bacaan yang merusak kepribadian remaja. Khususnya yang berkaitan dengan masalah pergaulan bebas.

(Buletin Studia – Edisi 109/Tahun ke-3/5 Agustus 2002)