Oleh Kang Hari Mukti
Remaja itu adalah lukisan anak-anak di masa depan, dan orang tua itu adalah lukisan remaja di masa depan. Jangan harap akan lukisannya tentang remaja di masa depan bakalan bagus kalau sejak masa anak-anak jiwa mereka tidak pernah diolah dengan pembinaan keislaman. Meski memang ada segelintir remaja yang menjadi baik meski masa anak-anaknya, tapi itu prosesnya amat sulit.
Karenanya saya melihat kalau pembinaan anak-anak itu jadi penting banget. Saya rasakan itu pada diri saya sendiri. Keluarga kami memang tidak Islami. Orang tua saya kurang memberikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berkeluarga. Mereka hanya mengajarkan norma-norma atau etika moral saja. Ya, kalau masalah sholat dan puasa memang masih mereka lakukan, cuma untuk mengajarkan secara detail dari bagian-bagian itu tidak pernah. Saya saja bisa sholat dan bisa ngaji karena ikut teman-teman ketika masih di komplek, di Cimahi. Kebetulan di sana ada seorang ustadz yang suka mengadakan pengajian. Pokoknya, saya bisa begini karena bisa sendiri. Pernah sewaktu bercerita tentang hal ini dalam satu ceramah, ibu saya – almarhumah — yang hadir di sana tersinggung, tapi untunglah saya bisa berbaikan lagi dengan beliau.
Saya prihatin melihat banyak orang tua yang nggak serius mendidik anak-anak mereka dalam urusan agama. Dalam shalat misalnya, banyak lho orang tua yang nggak tegaan menyuruh anaknya shalat, seperti membangunkan untuk shalat shubuh dengan alasan tidak tega atau kasian anaknya masih ngantuk. Apalagi kalau harus sampai mukul anaknya gara-gara tidak shalat, jelas mana tega.
Maka saya berusaha untuk disiplin mendidik anak untuk urusan agama. Alhamdulillah saya masih tega membangunkan anak untuk shalat shubuh meski anak saya masih tidur pulas. Hasilnya sekarang ada. Kalau tiap shubuh dia yang sekarang membangunkan saya, ngagabrug (menjatuhkan diri -red) ke badan saya tiap subuh. “Abi bangun shalat shubuh,” katanya ke saya. Emang sih kaget dan badan saya sakit, tapi gitu-gitu saya senang. Atau setiap maghrib ia minta saya monten, menilai azannya. Padahal sih suaranya nggak bagus dan nggak ada iramanya, tapi lagi-lagi saya seneng liat ia azan, berarti ia sudah mulai paham shalat meskipun sedikit-sedikit.
Tantangan pendidikan buat anak saya lihat makin besar. Coba aja, setiap maghrib anak-anak kaum Muslimin disuguhin film, macam Kapten Tsubasa. Anak saya juga keranjingan nonton film itu. Belum lagi acara-acara lain yang kandungan pendidikan agama dan moralnya nggak ada. Repot jadi orang tua sekarang ini.
Saya melihat cara yang paling efektif untuk mendidik anak adalah dengan memberikan teladan yang baik pada mereka. Sedih rasanya melihat anak-anak yang orang tuanya tidak memberikan contoh baik di rumah, hanya bisa nyuruh-nyuruh pada anaknya. Orang tuanya nggak shalat tapi anaknya disuruh-suruh shalat, atau anaknya disuruh pake jilbab tapi ibunya ke mana-mana pake celana pendek, termasuk ketika nganter anaknya ke TPA. Padahal orang tua kan seharusnya jadi contoh, jadi role model yang baik buat anak-anaknya. Moga-moga banyak orang tua yang sadar akan hal itu.[]
[pernah dimuat di Majalah PERMATA edisi Nopember 2002]
Kedatangan anak memang bukanlah keinginan anak, tetapi kedatangan anak berawal dari air hina selalu berlomba-lomba untuk menjadi yang unggul. dari situlah setiap anak akan mengerti bahwa kehidupan yang sekarang di latar belakangi oleh masa lalunya.
Salam Move……….
great:)