Dalam pergaulan remaja terkadang diperlukan basa basi. Misalnya, ada orang yang ngomongnya banyak sampai-sampai masuk teori ekonomi makro segala padahal ujung-ujungnya mau pinjam duit. Ada juga yang pasang basa basi dulu ketika diajak makan padahal finalnya satu setengah porsi ludes. Bahkan bisa juga basa basi sebagai senjata ampuh untuk menyenangkan teman. Ketika ada yang berbusana dengan paduan warna norak kita mengatakan misalnya sang pemakainya berjiwa seniman. Saat main ke rumah teman yang barang-barangnya berantakan bak angin peting beliung kita mengomentarinya, ‘bagus, seperti lukisan abstrak’.
Tanpa basa basi, pergaulan diantara remaja bisa-bisa kacau balau. Apa jadinya kalau ada seorang teman yang punya sifat pelupa kemudian kita menyebutnya sebagai si otak kodok? Atau bagi mereka yang banyak ngomong kita menggelarinya sebagai si bibir bebek? Atau untuk teman yang kulitnya agak gelap kita memanggilnya sebagai si kulit badak? Tentu akan lebih mencairkan pergaulan kalau bagi teman yang pelupa kita mengatakannya sebagai orang yang terlalu banyak berfikir sehingga jadi pelupa, sedangkan bagi yang berkulit gelap kita menyebutnya si hitam manis (weleh jadi ingat dangdut).
Basa basi memang terkadang positif. “Tapi basa basi dapat berbuntut panjang bahkan seseorang bisa jatuh wibawanya gara-gara basa basi. Masih ingat masa kampanye pemilu yang lalu?“, Tuan Sufi memulai teorinya tentang basa basi. Bukan rahasia umum lagi bahwa sebagian besar jurkam parpol itu menjual basi basi di hadapan rakyat untuk merebut kursi empuk kekuasaan. Mereka misalnya berbasa basi sampai berbusa-busa mulutnya menyodorkan janji untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan rakyat. Ternyata, alih-alih memperbaiki taraf hidup rakyat, para aktivis parpol itu malah duduk manis di singgasana kekuasaan sambil menghisap darah rakyat. Memang bukan vampire, tapi dalam masalah sedot menyedot mereka ahlinya. Saat kampanye mereka menjanjikan perbaikan hidup tapi kenyataannya subsidi malah dicabut sesuai petunjuk IMF. Ketika di depan massanya, mereka menawarkan kesejahteraan rakyat tapi BBM, tarif telepon, dan TDL terus diutak-atik agar harganya ‘disesuaikan’. Di depan massa umat Islam mereka berlagak berjuang untuk Islam, justru setelah di parlemen merekalah yang bersuara nyaring untuk menolak atau paling tidak meremehkan usaha penegakan syari’at Islam. Wajar Tuan Sufi dulu menolak mentah-mentah ketika ditawari menjadi jurkam salah satu parpol, mungkin Tuan Sufi khawatir akan terjerumus ke dalam basa basi beraroma vampire, ooh seraaam.
“Dunia juga dilanda demam basa basi yang sangat akut“, lanjut Tuan Sufi dengan menghubungkannya pada kasus Irak. Hal ini terlihat dengan jelas bagaimana ketika Menlu AS Colin Powell berbasa basi di depan DK PBB yang direlai tv secara langsung ke seluruh dunia. Powell ingin mengelabui dunia bahwa Irak itu menyimpan senjata pembunuh massal sehingga nantinya menyetujui peyerangan AS dan Inggris kepada umat Muslim di Irak. Kita masih ingat, yang lupa ingat-ingat lagi, pada Perang Teluk II sekitar 200.000 orang meninggal dunia yang notabene umat Muslim. Powell yang Yahudi itu hanyalah seekor ehh seorang pendusta licik. Kata Tuan Sufi, disamping motif untuk menguasai ladang minyak Irak yang terbesar setelah Arab Saudi, serangan AS ke Irak juga merupakan upaya AS untuk mendominasi dunia. Dalam masalah minyak AS tidak perlu menyerang Arab Saudi karena penguasa Arab Saudi mengucapkan ahlan wa sahlan kepada para meneer AS untuk mengeksplorasi ladang-ladang minyaknya. Pasca runtuhnya Soviet, AS berusaha mendominasi dunia dengan cara membungkam negeri-negeri Islam. Karena AS yang berideologi kapitalisme itu sadar bahwa kebangkitan ideologi Islam adalah kekuatan dahsyat yang akan mencabut kapitalisme sampai ke akarnya.
Gelombang basa basi tingkat internasional telah dilancarkan untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslim. Mulai dari isu The War Against Terrorism sampai pada pengobrak-abrikan negeri-negeri Islam seperti yang terjadi di Afghanistan dan Irak. Satu kata bagi umat Muslim, lawan. Allah berfirman dalam surat al-Maidah: 3, “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agama kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepada-Ku.”[Sadik]
[diambil dari Majalah PERMATA, edisi April 2003]